40 | messed up

"Elio!"

"Kak Ales!"

"Elio! Bigel ke mana?"

"Aku enggak tau! Astaga, aku udah kejar sampai ke sini tapi dia hilang, Kak!"

"Ah, sial! Rumah orang kaya emang ngerepotin!"

Padahal, Ales sudah berjalan secepat mungkin untuk keluar dari ruang keluarga itu hingga ke pintu utama rumah Alin demi mengejar Bigel. Namun, yang ia dapati sekarang hanya seorang Elio yang juga celingak-celinguk mencari ke mana Bigel pergi. Ales berpikir tentang semalam, agaknya tidak mungkin Bigel melarikan diri ke halaman belakang yang akan menjadi area pesta untuk kerabat yang diundang. Mustahil Bigel menyakiti dirinya sendiri dengan berada di tempat itu.

Di tengah-tengah frustrasinya Ales, ponsel di dalam saku celananya tiba-tiba berdering. Segera, ia mengeluarkannya dalam harap itu adalah Bigel yang menghubungi. Sial, malah nama Roy yang tertera di layar.

"Halo, gue sibuk. Jangan ganggu gue dulu, tunggu sebentar lagi."

'Sibuk? Sibuk ngapain? Ini cewek lo di mobil, lo gimana sih?'

"B-Bigel? Bigel sama lo?"

'Iya, aman. Mending lo ke sini buruan, kita cabut aja, Les. Gue tebak, dia baru aja tau soal Alin?'

"Iya. Oke, gue ke sana. Thanks, Roy."

Sedikit informasi dari Roy sudah cukup membuat Ales berlari ke halaman depan, tempat di mana Roy memarkirkan mobil mereka. Elio pun mengikuti di belakang. Keduanya dapat melihat Roy tengah bersandar di pintu mobil, mengembuskan asap rokok, dan melambaikan tangan ke arah mereka.

"Kak Roy!"

"Roy!"

"Calm down, calm down, udah gue duga bakal kayak begini jadinya. So, sekarang gimana, Les? Kita ke mana? Elio gimana?"

"Aku? Aku ikut lah! Masa aku ditinggal!"

Ales diam sejenak, ia berpikir sebelum menjawab pertanyaan Roy.

"Pulang."

"Pulang? Pulangin Bigel ke rumahnya? Gila lo, gue kalo di posisi dia sih ogah pulang!"

Ales pun pusing, ia juga tak tahu harus pergi ke mana. Ia tak mengerti bagaimana cara menenangkan Bigel yang baru mengetahui dirinya telah dikhianati. Ales tak terpikirkan tempat apa pun, dan rasanya salah jika ia mengajak Bigel untuk pergi ke toko bunga. Tempat itu terlalu banyak memori bersama Alin 'kan?

Maka, Ales tak memiliki pilihan lain selain pulang. Toh, Bigel sudah tak ada gairah sama sekali untuk berada di tempat ini. Gadis itu bahkan langsung memutuskan untuk kembali ke mobil setelah mengucap pamit kepada Alin.

"Les, lo yang bener aja! Ini beneran kita pulangin Bigel?"

"Kita pulang, Roy. Kita bawa Bigel pulang."

Roy mengernyit mendengar kalimat Ales, "Ke rumah gue?"

"Ke rumah lo."

"Anjing?"

"Kenapa?"

"Malu lah tolol, rumah kita ibarat kandang kucing kalau dibanding rumah dia. Mikir kek!"

"Terus harus gimana lagi, anjiiiiiiing?"

Sungguh, Elio tak tahan melihat kegaduhan ini.

"Stooooop!!!" Elio menatap tajam, begitu galak, kepada Ales dan Roy yang berseteru di depan mobil. "Kalian tuh ya, Kak Bigel lagi sedih gini bisa-bisa masih ribut aja! Heran, sebetulnya kalian temenan enggak sih?!"

"Really? Lo nanya gini, El? Kalau bukan temen, ngapain gue nampung dia empat tahun!"

"Woah," Ales tertawa menahan perih, "haha, nampung?"

Elio mengutuk dirinya sendiri dalam hati. Sial, ia malah membakar sumbu pertikaian.

"No, okey, stop. Of course kalian temenan, aku yang bego nanya hal itu ke kalian. Sekarang, Kak Bigel gimana? Kita ke rumah kalian aja, okey? Aku yakin Kak Bigel enggak bakal masalah soal itu, lagipula dia enggak dalam posisi bisa ngeluh. Hatinya udah terlanjur dan terlalu sakit, dia enggak ada energi untuk keluhin perkara rumah kalian. Right?"

"Rumah gue, El. Bukan rumah kalian."

"O-oh, iya. Iya itu maksud aku. Rumah Kak Roy. So ... jangan ribut lagi, okey? Kita ke rumah Kak Roy sekarang, dan kita tenangin diri sama-sama. Kak Roy, Kak Ales, dan Kak Bigel, kalian semua harus tenang. Aku enggak mau ada banyak keributan, please?"

Ucapan Elio tak diacuhkan oleh dua pria yang sedang saling bertukar tatapan tajam. Elio mengerti, Ales tampaknya sakit hati dengan ucapan Roy, dan Elio pun mengerti Roy tampaknya merasa rumah itu tak pantas untuk disinggahi Bigel yang tinggal di sebuah istana. Elio mengerti perasaan keduanya, tapi sungguh ini bukan waktu yang tepat untuk bertengkar.

"Jadi ... gimana, Kak?"

"Fine."

"Yeah, fine."

Akhirnya, Elio pun bisa bernapas lega. Meski suasananya masih terasa tak enak, setidaknya dua pria itu sudah mau meredam emosi untuk saat ini.

Roy masuk ke mobil lebih dulu, diikuti Ales yang mengambil duduk di kursi belakang tepat di samping Bigel. Elio rasa Ales agaknya tak sudi duduk di depan bersama Roy, tapi tak apa, toh di belakang sana Bigel pasti membutuhkan Ales. Maka Elio pun mengambil posisi di depan, menemani Roy yang mengemudi.

Mereka meninggalkan kediaman Alin bersama-sama, dan keheningan pun menjadi teman perjalanan mereka.

Semuanya berantakan.

Berantakan.


to be continue ... 

- Xadara Goe -

A/N :
Thank you for reading If I Ever Fall In Love Again. I'll do my best for them ♡ 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top