26 | algebra

SEBENARNYA, Ales sudah curiga sejak kali pertama Elio menghubungi Bigel saat adik tingkatnya itu bosan karena merasa sendirian di toko bunga. Ales bukan orang yang bodoh, ia sedikit pandai menghubungkan titik menjadi garis. Kecurigaan pertamanya muncul saat Elio menyebut bahwa Bara ada di acara jalan-jalan Elio, Alin, dan pemilik asli Fleur Teapot—Adam, ayahanda dari kekasihnya. Hari berganti, dan kecurigaannya semakin diperkuat oleh kehadiran Bara di Nyx Bar yang tiba-tiba menuntut cerita tentang kedekatannya dengan Bigel. Pun saat itu, Bara terang-terangan menyebut Bigel sebagai adiknya. Ales kira, kata adik saat itu bukanlah sekadar kiasan semata, tapi Bara menggunakannya secara harfiah. Adik, benar-benar seorang adik.

Dan hari ini, Bigel membuat kecurigaan Ales menjadi valid. Nama Bara muncul dengan spontan dan tanpa paksa, ketika Ales bertanya siapa nama kakaknya. Bukan sebuah kejutan, Bigel menyebut Bara yang sudah Ales ketahui lebih dulu bahwa statusnya adalah seorang mantan kekasih Bigel.

Maka hari ini, Ales menyimpulkan kecurigaannya ternyata benar. Bahwa Bigel berpacaran dengan kakaknya sendiri, kakak yang tinggal di rumahnya sendiri, kakak yang mungkin selama ini tak berperan sebagai kakak, tapi lebih sebagai kekasih hati.

Semula, Ales merasa ini aneh bukan main. Namun, tatkala ia melihat Bigel membalikkan tubuh dari wastafel dengan panik, melepas beras yang dicuci hingga sedikit terhambur ke wastafel itu sendiri, membuat Ales langsung mengerti—bahwa Bigel panik bukan main. Sorot matanya kala menatap Ales yang memandang lurus ke arahnya pun dengan sangat kasar menggambarkan kepanikannya. Gadis itu tampak begitu takut, begitu enggan orang lain mengetahui fakta akan hubungan masa lalunya—bahwa ia menjalin hubungan dengan seorang kakak.

Lantas Ales mengerti, ia tak akan meneruskan pembicaraan ini jika memang membuat Bigel tak nyaman sama sekali. Usai berpikir dengan waktu yang singkat tentang bagaimana ia harus merespons Bigel yang menyebut nama Bara, Ales akhirnya mendapat ide yang tak seberapa.

"Ah, Bara! Kayak pernah dengar namanya, tapi lupa di mana."

"Eh?"

Sungguh, Ales sebenarnya ingin menenggelamkan diri di laut. Siapa yang akan menjawab seperti itu ketika ia mengetahui betul siapa sang pemilik nama dan statusnya? Argh! Ales ingin menusukkan diri ke bulu babi!

Bodohnya lagi, Ales malah mengalihkan pembicaraan dengan begitu kentara.

"Terus, terus, Bos, lanjut ceritanya!"

Sial, ia sebenarnya malu. Ia sadar dirinya terdengar seperti anak kecil yang menuntut dongeng kepada ibunya.

"Emm ... Les, lo enggak ...."

Ales sebenarnya tahu, ke mana Bigel hendak bertanya. "Enggak ... apa, Bos?"

"I don't know. Curiga, maybe?"

Di sini, Ales berpura-pura tak mengerti sama sekali. "Curiga untuk?"

Setelahnya, malah terjadi hening. Sontak, pikiran Ales langsung berkecamuk satu sama lain. Dibalik ketenangan yang terlihat dari luar, di dalam dirinya ia begitu menegang. Ia takut ia salah menjawab, ia takut jawabannya malah membuat Bigel semakin tak nyaman, pun ia takut Bigel malah bersedih ketika agenda mereka adalah untuk bersenang-senang di sini.

"Curiga untuk apa, Bos Bi?" tanyanya, berusaha untuk menghentikan keheningan walau risikonya besar jika Bigel menjawab jujur. Baru kali ini, jantung Ales berdebar sangat kuat karena ketakutan.

"Nevermind," jawab Bigel, yang sontak membuat Ales menghela napas lega. Keputusan yang bagus untuk tak membahas tentang Bara selama mereka sedang senang-senang berdua.

Ales memikirkan, apa lagi yang harus ia jadikan topik obrolan. Apa pun itu, Ales ingin mendengarnya. Ales masih ingin mendengar Bigel bercerita sembari memasak bersama. Kenangan kecil ini akan ia simpan baik-baik juga dalam memorinya. Sadar diri, Ales tak mungkin akan bisa terus bersama dengan Bigel seperti ini. Terlalu banyak perbedaan, dan hanya ada satu kesamaan. Mereka tak mungkin bisa hidup bersama. Imajinasi Ales terlalu jauh, memikirkan bisa hidup bersama Bigel hanyalah sebuah halusinasi. Untungnya, Ales sadar akan hal itu.

"Bos?"

"Hm?"

"Ayo lanjutin ceritanya," rengek Ales, dan Ales tak tahu mengapa rengekan itu malah membuat Bigel tertawa.

Ales pun ikut menertawakan dirinya, bersama Bigel setelahnya mulai kembali menceritakan tentang dirinya sendiri. Ales senang mendengarnya, Ales juga ingin terus mendengarnya. Kalau boleh, Ales ingin merengek sekali lagi untuk Bigel tak berhenti bercerita. Ia suka mendengar suara gadis itu mendongeng tentang dirinya. Tak membuat mengantuk, tapi malah membuat mata dan telinga Ales segar untuk terus stand-by di sisi Bigel.

"Kalau lo, gimana, Les?" tanya Bigel, setelah merasa dirinya sudah cukup banyak bercerita.

"Eh? Gue?" Ales balik bertanya, ketika tangannya sibuk menggongseng nasi goreng di atas wajan.

Bigel yang berdiri di samping Ales pun mengangguk, menunggu Ales menceritakan sedikit banyak tentang dirinya sendiri selagi Bigel menyiapkan piring.

"Ah, gue mah ... enggak menarik, Bos. Biasa aja."

"No, gue mau dengar juga."

"Hmmm, gimana, ya? Keluarga gue itu biasa aja, Bos Bi. Kalau keluarga Bos Bi punya toko bunga, keluarga gue enggak punya toko apa-apa. Papa itu kerja, sampai sekarang juga masih. Ya, walaupun tinggal nunggu pensiun aja, sih. Kalau Mama, sama kayak Bunda-nya Bos Bi. Udah bobo, hehe."

Bigel mengangguk-angguk mengerti, "Kalau adik atau kakak, punya?"

"Punya. Gue anak bungsu, Bos. Punya satu kakak, laki-laki juga. Namanya Alan, kalau Bos Bi penasaran."

"Oh, Alan dan Ales gitu, ya? Lucu namanya."

Ales terkekeh, "Nama bokap gue lebih lucu lagi, Bos."

"Oh ya?" Bigel tertarik mendengarnya, "Siapa?"

"Algebra," jawab Ales yang kemudian menahan tawa beberapa detik, sebelum akhirnya pecah bersama dengan Bigel.

"HAHAHAHA!"

"See? Nenek gue entah terinspirasi dari mana, Bos, namain anak kok Algebra. Biar hidupnya rumit kayak aljabar atau gimana, sih ya?"

Bigel tertawa semakin kencang, keluarga Ales ada-ada saja. Ia baru menemukan keluarga aneh seperti ini. Algebra sungguh kata yang tak umum di telinga Bigel untuk sebuah nama seseorang.

"Les, hahah! Duh ... kok bisa, sih?"

"Hahahaha, enggak tau, Bos. Tapi memang nenek gue tuh guru matematika. Tapi harusnya, enggak gitu juga, 'kan ya?"

Bigel tertawa lagi, mendengar fakta bahwa nenek Ales memiliki hubungan dekat dengan Algebra, semakin terdengar lucu di telinga Bigel.

"Kadang-kadang ya ... kedengeran keren, sih, asing gitu namanya. Tapi kadang lucu aja, dibanding asing, menurut gue malah aneh. Alessandro pun menurut gue udah aneh buat asli orang Indonesia, ya ini lagi ... Algebra!"

"Hahahahahaha! Les, udah, ah! Tapi kalau abang lo normal-normal aja 'kan namanya? I mean, just ... Alan, gitu lho."

"Nah, kalau abang gue sih biasa aja. Alandaru, biasa 'kan, Bos?"

Tawa Bigel yang semula pecah karena Algebra akhirnya memudar juga, dan ia mengangguk membenarkan ucapan terakhir Ales. Nama kakaknya itu agak lebih normal dibanding yang lain. Walau bagi Bigel, ia juga jarang sekali mendengar nama Alandaru.

"Enggak heran deh, pantes lo namain motor lo aneh banget. Ocong. Udah turunan rupanya, ya?"

"Eh, kalau Ocong kan gue namainnya realistis, Bos Bi. Memang betul dia putih kayak itu, 'kan?"

"Eh, jangan diomongin deh. Ngeri, Les."

"Hahaha! Iyaaaa, Bos Bi."

Di sela-sela perbincangan dan tawa yang memudar, Ales mulai menyendok nasi goreng dari wajan ke piringnya dan piring Bigel. Aroma wangi bawang pun tercium dan semakin membuat perut Ales bergemuruh. Bigel bahkan bisa jelas mendengarnya, dan lagi-lagi ia tertawa. Ah, Ales merasa bahagia, hari ini banyak tawa yang terdengar dari Bos Bi-nya. Belum ada setengah hari mereka di sini, bahagianya sudah menjadi-jadi. Bagaimana malam nanti dan besok pagi? Ales sudah membayangkan kebahagiaan tanpa henti meski cuma sehari.

"Dah siap! Ayo makan, Bos!"

"Selamat makan, Les."

"Selamat makan, Bos Bi!"

Dan mereka menyantap nasi goreng ala Ales bersama-sama. Sesekali, Ales mencuri lirik kepada Bigel yang fokus menyantap makan siangnya. Kadang kala, tanpa sadar sebuah senyum terukir dari bibir Ales ketika melihat Bigel makan. Ia sedang melihat mulut gadis itu penuh. Terlihat lucu, dan seketika tampak mampu meruntuhkan sifat angkuhnya. Ales senang melihat Bigel makan. Hehe.

"Habis ini, mau ngapain lagi, Les?" tanya Bigel. "Cerita udah, makan siang juga udah, lalu ...?"

"Hmmm ...." Ales tak tahu, Ales hanya ingin bersama Bigel apa pun yang mereka lakukan. Tapi Ales terlalu lama berpikir, mencari-cari jawaban di kepalanya dan membuat Bigel bosan menunggu. Sampai akhirnya, gadis itu tiba-tiba berujar dan membuat Ales nyaris tersedak acar.

"Tidur aja, yuk?"

Uhkkkk!

"BOS BI?!"

"E-Eh, kenapa, Les?"

"T-tidur, yuk?!" Ales mengerjap cepat, "YANG BENAR AJA, BOS!"

"Lah? Kenapa? Ya tidur, Les, gue capek juga. Emang lo enggak capek? Kita tidur siang dulu, sore nanti baru kita main air atau lihat-lihat laut lagi. Habis itu kalau mau keliling pulau sambil nyari jajanan juga ayo. Lo kenapa, sih? Kaget banget?"

Ales berdecak sebal karena Bigel tak mengerti isi kepalanya saat ini. "Maksudnya, Bos Bi ngajak gue tidur bareng atau gimana, sih?!"

Uhukkkkkk!

Kali ini, Bigel yang nyaris tersedak. Hanya batuk saja, untungnya. Duh, nasib baik insiden ini tidak begitu serius dan menyebabkan hal yang fatal.

"Kok tidur bareng sih, Les?!"

"Ih tadi Bos Bi ngomongnya?!"

"Maksud gue tidur ya tidur! Masing-masing aja! Apa sih?! Mesum banget?!"

Ales lantas terbelalak, "MESUM????"

"Iya!"

"Enak aja! Gue enggak gitu ya, Bos! Mentang-mentang gue nyewain diri buat cewek-cewek, terus gue dibilang mesum?! No! Salah sendiri Bos Bi cara ngajak tidurnya ambigu! Ya gue kaget lah!"

"Salah gue?"

"Iya!"

"Hell." Bigel memutar bola matanya, "Awas lo masuk kamar gue!"

"Ih? Siapa juga yang mau masuk ke sana. Lagian, jiwa raga gue belum siap kali lihat Bos Bi tidur! Kalau gue tambah naksir gimana?! Repot!"

"Heh?! Ales!"

"Ah, enggak tau lah! Pengen marah aja sama Bos Bi tapi enggak bisa!"

"Heh?" Bigel jadi tak mengerti, "Lo kenapa, sih?"

"Enggak tau! Udah, makan dulu, habis itu Bos Bi istirahat, tidur!"

"Kok jadi marah-marah?"

"Kenapa? Enggak boleh marah?"

Bigel lantas berdecih mendengarnya, "Dasar ambekan."


hallow! aku update lagi, hihi. bosen nggak sih lihatin aku update 3 hari berturut-turut? 

huaaaaaa maaf, ya. karena aku lagi super duper padat jadwalnya, aku jadi dempet dempet gini update-nya pas weekend. soalnya, besok aku mungkin belum bisa update lagi huhu. jadi, sampai bertemu di weekend-weekend selanjutnya, ya! 

(((tapi kalau ada waktu update weekdays, aku update kok! hihi)))

anddddd ...

to be continue! 

♡ Xadara Goe

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top