10
Now playing; Numb-Linkin Park ♫
Ia sendiri tak mengerti apa yang ia lakukan saat ini. Hanya menendang kerikil yang kebetulan ditemukan di pinggir jalan, mungkin? Terkutuklah, ia benar-benar tidak bisa memahami diri sendiri. Kenapa ia harus marah? Memangnya ia siapa? Kekasihnya? Tidak sudi.
Kecewa? Mungkin. Tapi tidak tahu, rasanya muak, marah, kesal, benci, semua bercampur menjadi satu. Orang yang dikira baik nyatanya lebih buruk dari sampah. Meskipun ia tak berhak menghina orang lain karena ia juga sama buruknya dengan sampah.
Kedua netranya menatap langit malam dengan bulan yang bersinar terang. Lihat, bahkan angkasa pun turut mengejeknya sekarang. Benar-benar memuakkan. Ia merogoh kantungnya, mengeluarkan ponsel dan langsung mengirim pesan singkat pada Yachi—mengatakan bahwa dirinya tak jadi menginap di tempatnya.
Mungkin ia akan menjadi gelandangan sementara waktu, menunggu digiring ke panti sosial untuk dibina. Lalu, dunia perkuliahannya hancur dan akan menjadi tunawisma asli. Oh tidak, itu mengerikan. Ia tidak bisa membuat hidupnya menjadi tambah berantakan. Meski membuat sesuatu berantakan itu nyatanya lebih mudah dari pada menyusunnya hingga rapi.
Ponselnya bergetar, ia sempat mengira ada pesan balasan dari Yachi. Nyatanya tidak, gadis itu tersenyum tipis melihat siapa pengirimnya. Langsung dibalasnya pesan itu cepat, lalu segera memacu langkah ke sana. Ya, klub sedang ramai pengunjung dan mereka kekurangan orang.
Mungkin ia bisa melupakan hal yang mengganggu belakangan ini dengan bekerja. Bahkan, ia lupa caranya beristirahat. Tidur hanya akan membawakan mimpi buruk yang terus menghantuinya.
Ia bahkan sempat lupa ada jadwal kuliah pagi besok. Semoga saja besok tidak terlambat seperti tadi. Tapi hei, acara bolos tadi lumayan menyenangkan.
Dengan segera, ia pergi menuju ruang ganti sebelum salah satu rekannya memberi tahu sesuatu padanya. Kedua maniknya pun melihat figur yang menempati posisi paling atas orang ingin ia hindari saat ini. Oikawa Tooru, dalam kondisi mabuk.
Bodoh sekali, gadis itu tahu ia seorang bartender, jadi pasti ia memesan minuman dengan kadar alkohol paling tinggi atau memang dia tidak kuat minum.
Banyak yang bilang, jika mabuk adalah salah satu cara untuk melupakan masalah. Benarkah? Gadis itu rasa mabuk akan menimbulkan masalah lainnya.
Semangat kerjanya luntur, menguap lalu hilang begitu saja. Pun mengurungkan niatnya untuk mengganti baju dan segera beralasan pada manajer. Ada ujian mendadak esok pagi sepertinya bisa menjadi alasan cukup ampuh.
Terdiam sesaat, [name] bisa melihat gelagatnya dari sini. Ia terus menerus meminta isinya ditambah, padahal ia sudah mabuk berat. Bahkan, Iwaizumi sampai memarahinya, namun tidak dipedulikan olehnya.
"Diam kau Iwa-chan! Hei! Tambah lagi~"
Lihat, Oikawa bahkan berani memarahi Iwaizumi. Ia akan tewas keesokan harinya.
"Ck, bodoh sekali. Aku tidak mau mengurusi orang mabuk," kata Iwaizumi mendecih, padahal gadis itu tebak ia khawatir. Sebab, Oikawa sangat jarang seperti ini.
Sebenarnya [name] juga sedikit penasaran, sepertinya gadis itu bisa curi-curi dengar pembicaraan mereka dari sini. Bukankah perkataan orang mabuk itu biasanya jujur?
"Wanita jalang itu menemuiku lagi. Setelah mencampakkanku, ia kembali, meminta semuanya kembali seperti dulu." Oikawa meletakkan gelasnya dengan keras di atas meja bar.
"Mantanmu yang itu?" Tanya Iwaizumi, satu alisnya terangkat heran.
Oikawa mengangguk lemah, kepalanya disandarkan pada meja bar dan bibirnya kembali meracau, "Sialnya, [name]-chan melihatnya. Dia membenciku, Iwa-chan. Aku harus bagaimana?" Katanya sedikit merengek.
"Lalu apa masalahnya? Kenapa jika ia melihat kalian? Dan ya, kau memang pantas dibenci," komentar Iwaizumi santai.
"Iwa-chan! Dengar, jalang satu itu menciumku panas saat aku hendak mengusirnya. [name]-chan melihatnya. Aku bodoh sekali, padahal aku tidak mau ia terluka, aku harus bagaimana?"
[name] sedikit tertegun mendengar perkataannya, lalu terkekeh miris.
Memangnya, kenapa ia harus terluka karenanya?
"Kenapa?" Iwaizumi bertanya, hendak memastikan dugaannya.
"Sudah jelas, 'kan? Aku menyukainya. Aku berjanji akan melindunginya, walau aku hanya dianggap sebagai kakak olehnya," kekehnya miris.
Bodoh sekali, gadis itu hanya tertawa getir dalam hati.
Ia juga tampak menikmatinya tadi. Hei, gadis itu melihatnya secara langsung. Sayangnya tak sempat direkam, lumayan dijual ke website porno. Mungkin, ia bisa dapat uang dari sana. Baiklah, sepertinya otaknya mulai tidak waras.
Ah iya, ia jadi ingat pakaian kurang bahan yang memenuhi lemari di rumah Oikawa, ia rasa itu bukan milik kakaknya, tapi milik perempuan 'jalang'nya itu. Dasar pembohong.
Terlepas dari lamunan yang sama sekali tidak penting, matanya bersiobok dengan Iwaizumi yang tengah menatapnya tajam. Ia tak menghiraukannya dan langsung pergi membalikkan badan. Gadis itu sudah muak berurusan dengan mereka yang sama sekali bukan urusannya. Hidupnya sendiri saja tidak terurus, apa guna mengurusi orang lain? Itu merepotkan.
Seseorang mencekal pergelangan tangannya, tanpa melihat pun ia sudah tahu siapa pelakunya. "Lepas."
"Tidak."
"Tidak mengerti yang namanya perintah, ya?" Katanya sambil memutar kedua bola mata malas. "Urusi saja teman idiotmu itu, aku masih ada urusan."
"Dia seperti ini karenamu."
Gadis berbalik, menatapnya sengit dengan gigi bergemeletuk. "Aku tidak memintanya melakukan itu, bodoh. Jadi, itu bukan urusanku. Get off my way, asshole. Jangan kira aku takut padamu, aku bukan orang idiot satu itu." Ia melayangkan tendangan di tulang keringnya dengan kuat, lalu segera pergi berlari meninggalkannya yang nampak kesakitan sambil memegangi kakinya.
"Katakan pada temanmu itu. Orang yang tak bisa mencintai diri sendiri sepertiku, tidak pantas untuk dicintai," ucapnya datar tanpa membalikkan badannya sedikit pun, membiarkan Iwaizumi mengerang kesakitan sambil terus memegangi kakinya.
Maaf saja, tuan Iwaizumi. [name] bukanlah gadis lemah, tapi seorang pemberontak. Aku yang kalian kenal sudah lama mati. Yeah, I will let my madness out now.
•••
Bangunan berlantai dua dengan pagar usang dan cat yang pudar bahkan sedikit terkelupas itu membuatnya menghela napas berat saat menyentuh pagarnya. Sedikit ragu, sampai tak sadar ia menggigit bibir bawah pelan.
Ia mendorong pagar itu pelan, menimbulkan suara berderit akibat karat di engselnya. Melangkah pelan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan suara, mengendap-endap layaknya seorang pencuri. Tunggu, apa pencuri berjalan seperti ini? Sepertinya tidak, yasudah lupakan saja.
Ah, suara ribut lagi. Pasti di dalam sedang ada perang.
Dengan penerangan seadanya, ia menemukan pot yang dicari. Ia lalu mengangkatnya dengan perlahan. Lekas diambilnya benda kecil berwarna perak dari sana—sebuah kunci cadangan yang sengaja diletakkan di sana jikalau ada masalah dengan kunci utama yang mendadak hilang, misalnya.
Ujung kunci itu dimasukkan ke dalam lubang sampai pintu rumah terbuka. Lampu ruang tengah nampak menyala ditambah suara bantingan benda dan bentakkan keras.
Ah, orang itu. Kenapa harus datang? Jadi, ia masih ingat tempat bernama rumah, ya?
Ia mengabaikannya, sudah biasa.
Kedua tungkainya segera bergerak menaikki anak tangga menuju ke kamarnya yang terletak di lantai dua. Sampai di sana, ia langsung melepas lalu melempar sepatu dan tas ke sembarang arah. Persetan dengan rapi, ia tak peduli. Toh, nanti juga akan berantakkan lagi. Lihat saja.
Gadis itu menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang, lalu membungkus dirinya dengan selimut. Dalam hati hanya menghitung suara langkah kaki yang kian mendekat, menaiki anak tangga dan sebentar lagi akan segera tiba di depan pintu kamar.
Satu, dua, tiga.
Pintu kamar yang terkunci diketuk dengan keras, sementara ia masih bergeming di tempat. Biarkan saja, sebentar lagi pintu itu juga akan terlepas dari engselnya. Padahal, ia baru saja memperbaikinya minggu lalu.
Brak
Benar 'kan.[]
Tbc
No, ini bukan thriller. Hanya berkonsep dark life, mungkin?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top