04
Udara sejuk dari embusan pendingin ruangan diselingi aroma citrus yang samar membuat gadis itu kian nyaman menutup kedua mata membawa kesadaran pergi ke alam mimpi. Tas lusuh dijadikan sebagai guling sementara diri direbahkan di atas sofa panjang. Beruntung, ia sudah akrab dengan petugas perpustakaan yang berjaga, jadi ia tak perlu khawatir akan diusir pergi karena ketahuan tidur. Alarm telah dipasang dengan volume keras yang jika berbunyi akan langsung memekakkan melalui earpod yang tersumpal di lubang telinga.
Baru saja gadis itu hendak mengubah posisi, ia langsung terbangun kaget akibat bunyi alarm yang berdering keras. "Astaga!" Keluhnya saat terjatuh dari atas sofa. Rambutnya kian berantakan, ia langsung melepas earpod dari telinga lalu mematikan alarmnya. "Sial, aku baru saja bermimpi jadi orang kaya!" Ia mendecih saat melihat waktu tertera, sepuluh menit lagi kelas akan dimulai. Ia bergegas menuju kamar mandi untuk merapikan diri.
Langkah kaki tergesa bergema di sepanjang koridor yang tak banyak dipadati mahasiswa. Gadis itu mengusap kasar wajah yang tertutupi anak rambut, berusaha menyingkirkannya agar tak menghalangi pandangan dan membuat risih. "Gzz, lihat betapa kacaunya dirimu, [name]." Gadis itu bermonolog di depan cermin toilet yang beruntungnya sepi. Air mengalir dari keran, gadis itu menengadahkan tangannya menampung air lalu mengusapnya ke wajah. Ikatan rambut yang sudah tak berbentuk itu dilepas, ia menyisir rambutnya asal dengan jari.
"Baik, begini lebih baik. Setidaknya aku tidak terlihat seperti zombie," katanya sambil menatap cermin lalu mengikat rambutnya lagi. Gadis itu meraih tas ranselnya lalu pergi meninggalkan toilet menuju ruang kelas.
•••
"Yaampun, ada apa dengan wajahmu?" Tanya Bokuto dengan tawa tertahan saat melihat Kuroo yang baru menampakkan diri. Kuroo mendecih tanpa berniat meladeni tawaan Bokuto.
"Mendapat hadiah lagi?" Tanya Tsukishima sarkas seperti biasanya, pemuda jangkung yang memakai kacamata itu sudah muak melihat tingkah biadab Kuroo yang tak pernah bosan dilakukannya. Kedua mata yang terhalang lensa itu menyipit, menyadari sesuatu yang aneh menempel di sudut bibir Kuroo. "Plestermu bagus juga," ejeknya.
"Ya, terima kasih," jawab Kuroo santai.
"Kali ini siapa lagi?" Tanya Yaku yang sedari tadi diam menyimak. Kuroo menghela napas berat, lalu menyandarkan bahunya lelah ke sandaran sofa. "Jalang satu itu, ia memutuskan pacarnya lalu membuatku mabuk. Kalian tahulah yang terjadi, lalu pacarnya tidak terima dan menghajarku tadi. Selesai," jelas Kuroo singkat lalu meneguk kopi kaleng di atas meja—yang langsung diteriaki Lev karena itu miliknya, namun tak dipedulikan oleh Kuroo.
"Kenma, kurasa kau harus mendidiknya dengan benar," celetuk Akaashi. Kenma yang sedari tadi terfokus pada gamenya hanya menoleh singkat, lalu melanjutkan lagi gamenya tanpa peduli dengan topik pembicaraan. Karena, ia sudah tahu seberapa brengseknya Kuroo Tetsurou, yang sialnya menjadi teman masa kecilnya.
"Itu bukan urusanku," kata Kenma cuek lalu mengambil beberapa keripik kentang dan mengunyahnya.
"Hey hey hey! Akaashi, lihat! Plester yang dipakai Kuroo bergambar kucing dan burung hantu!" Kata Bokuto bersemangat, Akaashi hanya menggelengkan kepala melihat tingkah kekanakan seniornya itu. "Kau dapat dari mana?" Tanya Bokuto lagi.
"Seseorang baik hati telah memberikannya padaku," jawab Kuroo sekenanya. Ya, gadis itu sangat baik hati sampai mengatainya penjahat kelamin, meski memang benar kenyataannya.
"Mangsa barumu lagi?" Tanya Yaku malas. Kuroo menggeleng pelan, ia menyentuh plester itu sambil menyunggingkan senyum kecil.
"Bukan, tentu saja bukan." Jawabannya membuat teman-temannya mengernyitkan dahi heran. Ini patut dicurigai, sejak kapan Kuroo bersikap aneh seperti ini?
•••
Rambut yang terikat itu bergoyang sesuai iringan kepala, gadis itu melangkahkan kakinya di sepanjang trotoar menuju halte terdekat dari kampus. Malam ini ia mendapat shift bekerja di klub sebagai pengantar minuman. Ia lelah, sungguh. Rasanya ingin tidur tanpa pernah membuka kedua mata lagi. Mati kedengarannya bagus. Bus yang hendak dinaikinya sudah datang, gadis itu berlari mempercepat langkah kaki menuju halte.
Napas terengah dan peluh sedikit membasahi, gadis itu menghempaskan bokongnya ke tempat duduk tepat di bawah air conditioner. Beruntung, ia tidak ketinggalan bus. Ia menyandarkan bahunya, menikmati semilir angin yang membuat rasa gerahnya hilang. Ah, rasanya lelah sekali. Gadis itu menutup kedua matanya perlahan, namun tetap menjaga kesadaran. Bus berhenti, ia membuka mata untuk melihat tempat pemberhentian. 'Masih melewati dua halte lagi,' batinnya.
Ia menompang dagu dengan tangan, kepalanya menoleh ke arah jendela—kedua manik sibuk memandang ke arah luar. Satu permen tangkai dibuka bungkusnya, lalu dimasukkan ke dalam mulut. Lamunannya terhenti saat bus kembali berhenti, kali ini ia turun karena sudah sampai tempat pemberhentian yang dituju. Terik matahari sore membuatnya refleks menutup mata dengan tangan, matanya sedikit menyipit untuk menyesuaikan intensitas cahaya yang masuk. Kali ini, ia perlu berjalan beberapa blok untuk sampai ke tempat kerjanya.
Mulutnya sibuk mengulum permen, dengan langkah kecil yang diiringi oleh musik dari earpod yang terpasang di telinga. Tujuannya kali ini adalah taman kecil di sudut kota, lagi pula jam bekerjanya masih lama. Tentu saja, sejak kapan klub malam buka pada sore hari? Angin berembus menyebabkan anak rambut yang tak terikat melambai lembut. Gadis itu duduk di bangku taman sambil memainkan gagang permen yang diemutnya. Diambilnya buku dari dalam ransel—sebuah buku lumayan tebal, bersampul cokelat dengan kertas yang sedikit menguning.
Buku itu berisi segala keluh kesah dan didominasi umpatan yang tak sempat terucap. Gadis itu mengambil pena lalu menggoreskan beberapa kata di sana.
Aku lelah, sial sekali, kenapa hidupku lebih rumit dari kalkulus dan kode komputer?! Plesterku habis, bodoh sekali aku memberikannya pada penjahat kelamin biadab satu itu. Seharusnya aku membiarkan dia mati karena infeksi luka, itu lebih baik. Populasi sampah di bumi akan berkurang.
Gadis itu menghela napas lalu menutup buku itu kasar, ia memijat pelipisnya pelan. Dimasukkannya lagi buku itu ke dalam tas, ia mendongakkan kepala menatap langit senja. Cantik, tapi terlihat membosankan. Cukup lama ia diam dalam posisi sama sampai matahari benar-benar tenggelam. Ia pun beranjak pergi setelah melihat waktu di jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.
Lapar, ia membuka dompetnya dan hanya bisa meringis melihat isinya yang hanya cukup untuk ongkos pulang. Ia lupa jika orang itu kembali melakukan hal yang sama seperti biasanya. [name] berdoa dalam hati, semoga ada orang baik hati yang memberinya makan. Cukup lama meratapi nasib perutnya, ia akhirnya beranjak menuju klub tempatnya bekerja.
Tangannya terulur membuka kenop pintu akses belakang khusus para pegawai. Ia langsung menuju ruang ganti untuk mengganti pakaiannya dengan seragam. Masih berlengan panjang, tentu saja. Alasan mudah terserang flu dan kedinginan nampaknya cukup ampuh digunakan. Kancing terakhir telah terpasang, ia pun memasang celemek sebagai sentuhan akhir.
[name] melihat pantulan dirinya di depan cermin, lalu ia merapikan rambutnya lagi. Hal ini bersifat wajib, sialnya. Dirasa sudah rapi, ia pun keluar dari ruang ganti bersiap untuk bekerja. Gadis itu kembali memastikan semuanya bersih, mulai dari menyapu sampai mengelap meja. Sial, perutnya bergejolak, rasa perih menjalar dan ia hanya bisa menekan perutnya sambil meringis kecil. Wahai perut, bertahanlah sampai esok pagi.
"Halo, [name]-chan," sapa Oikawa yang baru saja datang.
"Halo Oikawa-san, baru datang?" Balas [name] lirih tapi berusaha tetap tersenyum. "Kau tampak pucat," kata Oikawa sambil memandang wajah gadis itu lekat.
"Benarkah? Yah, wajar saja. Aku belum makan dari pagi," kata gadis itu terkekeh.
Belum sempat ia mendengar respon Oikawa, gadis itu terhuyung, pandangannya berkunang-kunang. Ah, jangan katakan ia mati sekarang. []
TBC
Ada yang bisa nangkep clue tentang latar belakang [name]? Atau hubungan [name] dan kuroo? 😏🙄
Entah kenapa kalo lagi kesel enaknya ngetik angst haha. Voment jangan lupa:v
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top