T I G A

"Hahhhh, sampai juga.." Sultan langsung duduk nikmat di sofa empuk vila yang baru saja mereka masuki. Vila bernuansa kayu dipadukan etnik Bali terlihat nyaman dan dipastikan tak akan bosan jika berlama-lama di sana, apalagi pemandangan gunung indah tersaji sebagai titik fokus utama dari arah dalam kamar, mampu membuat mata terkesima. Fara sendiri dibuat takjub dengan keindahan alam yang tersaji. Tidak ke pantai, pegunungan pun bisa membuat hati terhibur.

"Kita di Bali, kenapa milih lihat pemandangan gunung?" tanya Fara melirik Sultan yang sedang mencoba memejamkan mata. Giliran dia yang akan mengganggu. Fara masih jengkel kalau ingat kelakuan pria aneh ini di mobil tadi. Egois. Rasanya terusik saat sedang memejamkan mata dan tak bisa kembali tidur itu sungguh membuat kepala pusing. Susah memulainya lagi.

"Laut panas, lengket badan gue." Sultan mencoba merebahkan diri di sofa. Gantian dia yang butuh tidur.

"Tapi, kan, banyak bule seksi."

"Ngapain gue kepo urusan bule seksi. Mau dia telanjang, mau dia guling-gulingan, gak membuat gue bahagia." Fara memilih meninggalkan Sultan yang sepertinya sudah mendapatkan posisi nyaman, walaupun mulutnya tetap aktif. Lebih baik dia lihat sekeliling vila. Antara balkon dan ruang tengah memang bisa terhubung dengan kamar. Untuk penghuni yang hanya berdua seperti mereka, sebenarnya ini terlalu besar, tapi mungkin memang ini kemauan Sultan. Kenapa tidak pesan hotel satu kamar saja?

"Kamar mandinya juga besar. Tapi bisa dilihat sekilas arahnya dari arah tempat tidur kalau mau mandi. Huh, harus pakai cara nih." Fara masih melihat-lihat keadaan sekitar. Satu minggu ini dia akan jadi penghuninya, kan. Adaptasi biar tidak salah jalan. Apalagi salah tujuan. Cukup sekarang aja dia nekat memilih keputusan.

"Gue tidur dulu. Lebih baik lo mandi sana! Jadi saat gue bangun, gue disambut yang segar-segar. Bukan sisaan cewek kampungan abis mabuk perjalanan." Teriakan Sultan menggema dari ruang sebelah. Fara tak menghiraukan ucapan Sultan. Lebih baik menikmati suasana alam. Keindahan panorama gunung dan hawa sejuk menjelang petang sungguh mengalihkan dunianya. Andai hidupnya bisa damai hanya dengan menatap panorama ini? Mustahil, karena kenyataannya hidup tetap berjalan. Dan dalam hidupnya, tidak ada kata bahagia.

"Hufff.." desah Fara merenung menatap langit.

"Oiya, koper khusus lo itu baju spesial pilihan gue semua. Dipake yang rapi, jangan sampai rusak. Lo cuma gue kasih pinjam satu minggu aja. "Kalau parfum, buat lo boleh. Tapi, lihat kinerja lo dulu. Kalau nyusahin gue, terpaksa gue tarik. Lain hal kalau status lo kekasih gue, mau beli otlet baju juga gue kasih." Fara yang berada di balkon langsung menghadap ruang tengah vila . Dimana Sultan bergelung nikmat memejamkan mata, namun tetap mampu bersuara.

"Dasar laki-laki durjana. Aku sumpahin gak laku selamanya." Sultan memang tidak bisa mendegar, Fara bersuara pelan.

Fara kembali berjalan ke arah ke luar balkon, vilanya memang dekat tebing dan fasilitas kolam renang pribadi juga tersedia. Nuansa lokasi memang mampu membuat yang singgah terpesona. Fara tersenyum bahagia saat kakinya dia celupkan ke dalam air, dingin. Rasanya dia ingin menyeburkan diri saja, sendiri menatap pemandangan indah. Penat dan segala beban ingin dia bagi dengan alam. Sebelum pria durjana itu bangun dan kenyataan dirinya sebagai wanita bayaran mulai dijalankan. Tapi, dia tidak bisa berenang, nanti kalau tenggelam siapa yang bantu. Fara yakin Sultan tak akan mau repot-repot membantunya, yang ada dia akan diberikan ceramah ganti rugi.

"Nanti aja, deh. Masih banyak waktu." Fara segera masuk ke dalam vila menuju kamar. Sekilas dia sudah melihat kamar saat meletakkan dua koper bersama Sultan tadi saat tiba. Fara terkikik geli memperhatikan ranjang besar dihiasi bunga mawar berbentuk hati. Mereka seperti pasangan pengantin baru. Eh, tapi Sultan memang memesan paket bulan madu. Fara sendiri sampai malu saat pihak vila tadi memberikan ucapan selamat menempuh hidup baru kepada mereka berdua. Dan dengan santainya, Sultan membalas ucapan itu dengan terima kasih, tak lupa mendoakan agar hubungan sakral mereka langgeng sampai menutup mata. Benar-benar berhalusinasi pria itu. Apalagi Sultan merangkul pundaknya tanpa izin. Anehnya, dengan sifat menyebalkan Sultan, lambat laun, Fara bisa beradaptasi dengan mudah. Gugup yang mengganggu hilang dengan sendirinya. Mungkin karena jarak usia yang tidak terlalu jauh? Mungkin.

"Kapan bisa punya kamar mandi kayak gini?" bisik Fara tak henti-hentinya memuji fasilitas demi fasilitas di vila ini. Berbanding terbalik dengan keseharian hidupnya yang biasa saja.

"Mandi aja, deh. Daripada si bawel bangun terus nyanyi kayak kaset rusak." Fara membuka kopernya, berniat memasukan keperluan dirinya ke dalam lemari. Koper Sultan juga akan dia rapikan setelah ini. Siapa tahu ini termasuk bagian dari kinerja yang akan dinilai Sultan. Mudah-mudahan baju dan perlengkapan dari Sultan batal dipinjamkan, tapi diberikan cuma-cuma untuk dirinya.

"OMG.. Gak salah!" Fara sampai menepuk dadanya melihat aneka baju yang dipilih Sultan untuk dirinya. Seksi dan menggoda. Sesuai ukuran tubuhnya memang, tapi tetap saja harus sesuai izin dia. Menyesal dua hari yang lalu dia menjawab pertanyaan mengenai ukuran baju dan yang lainnya kepada orang suruhan Sultan. Tahu seperti ini, berikan saja dia dana, dan dia sendiri yang berbelanja. Fara bukannya tidak paham tren mode saat ini, hanya saja dia tak punya waktu dan finansial yang cukup untuk membeli pakaian dan lain-lain. Bagi Fara, kebutuhan tersier masuk dalam daftar terbawah untuk diutamakan. Selama masih layak, selalu dia manfaatkan dengan baik barang yang ada.

"Gila aku disuruh pakai baju begini." Fara mengangkat satu buah pakaian tidur berwarna merah menyala dengan model yang amat mengundang. "Ini cowok, mau nikah tapi enggak kesampaian kali, ya?"

Fara kembali memeriksa aneka pakaian untuknya. "Niat amat mau begituan.." gerutu Fara sebal. Kenapa semua pria selalu terselip hasrat mesum, sih.

"Mandi aja, ah. Pakai yang ini." Setelah memasukan semua barang di lemari. Fara membawa satu pakaian terusan sederhana ke dalam kamar mandi. Masih dalam batas sopan. Dia juga sudah merapikan perlengkapan mandinya, dan juga milik Sultan. Mendadak mirip istri perhatian.

"Kamu masih muda, target saat ini bukannya menjadi ibu rumah tangga." Fara meyakinkan dirinya sendiri, bahkan bergidik ngeri membayangkan menjadi ibu rumah tangga, apalagi bersuamikan pria durjana. 

***

"Gila, masih tidur. Lelah banget kayaknya." Farah yang sudah segar sehabis mandi. Rapi memakai pakaian pilihan Sultan, krim pelembab kulit juga pemberian Sultan, tak lupa parfum yang harumnya juga satu selera dengan dirinya. Manis, segar, romantis, semua jadi satu dalam satu aroma. Sekarang Fara berniat membangunkan Sultan. Sudah hampir terbenam matahari, sayang kalau hanya dilewati dengan kesunyian. Lagi pula, perutnya sudah meminta hak diberi asupan. Di vila tidak ada makanan yang bisa ditelan. Hanya air mineral dan minuman sari buah. Mau pesan, Fara merasa butuh izin dulu dari si penggagas liburan bulan madu palsu ini. Nanti salah, dia kena omel.

Fara sudah berdiri di depan Sultan, menunduk untuk melihat lebih jelas wajah lucu Sultan yang pulas tidur. Manis, puji Fara dalam hati.

Andai dia punya kehidupan normal, mungkin Sultan termasuk dalam kriteria pertama calon kekasih. Sayang, Fara tak punya waktu memikirkan urusan main hati.

"Kasihan juga kalau dibangunin," ucap Fara duduk di meja. Bersedekap sambil terus menatap wajah Sultan. Menggelang cepat, menganulir buru-buru penilaian terlarang untuk Sultan. Dia tak boleh terpesona, apalagi terbawa perasaan. Dilarang main hati.

"Itu bibir nggak bisa ditutup, ya?" bisik Fara pelan. Andai Fara punya ponsel yang bisa dia abadikan pemandangan Sultan sedang tertidur, mungkin akan jadi kenangan manis untuk hari esok kelak. Sayang, dia tidak membawa ponselnya. Terlebih ponselnya  bisa dibilang tak memiliki kecanggihan berarti untuk mengabadikan kenangan. Buram, seperti pemiliknya. Percuma juga.

"Rayain kelulusan dengan menyewa cewek nggak dikenal, terus halusinasi sedang bulan madu," jelas Fara masih tak percaya ada pria aneh seperti Sultan. "Suka-suka dia, lah."

Fara berdiri, memilih meninggalkan Sultan menuju balkon. Petang mulai hadir, perpanduan transisi warna langit terlihat indah. Belum lagi suasana sepi membuat damai isi hatinya. Rasa lapar pun bisa dia halau. Sudah biasa juga menghalau lapar.

"Ibu, Bapak.." Fara menatap langit. Seolah menyapa orang terkasih yang sudah pergi meninggalkan dirinya cukup lama. "Maafin Fara. Ini keputusan terbaik. Fara nggak mau ganggu orang-orang lagi." Setetes air mata keluar tanpa permisi. Kenapa sulit sekali melupakan permasalahan hidupnya sejenak. Fara menepuk wajahnya. Dia harus kuat. Tegar seperti biasanya.

Lama menatap pemandangan langit yang kian gelap, Fara merasa perutnya terus berbunyi. "Duh, lapar banget. Kalau dipikir-pikir dari pagi aku belum makan. Mana cuacanya mulai dingin.."

"Udah bangun belum, sih, tuh orang?" Fara menoleh ke belakang, dan betapa terkejutnya dia karena Sultan sedang menatap ke arahnya. "Kok, nggak bersuara kalau udah bangun?" bisik Fara kembali ke posisi semula, lalu menoleh lagi. Meyakinkan lagi kalau si pria durjana sudah bangun dari tidur lelapnya.

Sultan duduk bersandar di sofa sambil terus fokus menatap dirinya dalam diam. Bahkan cemberut dan tatapan tak suka terus dia layangkan.

"Aku salah apa, ya?" Fara meraba dadanya. Mendadak dia takut.

"Kesini cepet!" titah Sultan pelan tapi tegas. Fara langsung jalan cepat mendekati Sultan.

"Duduk!" Sultan menepuk tempat di sebelahnya. Fara pun menurut. Sultan masih saja diam menatap arah depan. Cemberut dan padangan mata mencari musuh masih bertahan, membuat Fara harap-harap cemas. Jangan sampai dia gugup lagi, bisa-bisa dia mual kembali. Tapi benar, kan, Sultan sudah bangun? Atau masih tidur dengan gaya duduk diam seperti ini? Apa jangan-jangan habis mimpi buruk? Yah, Fara bisa kena sasaran digalakin. Isi hati Fara mulai meracau.

"Jangan liatin gue kayak gitu! Norak tau." Fara langsung mengalihkan pandangan. Ikut menatap langit sama seperti Sultan. Sasaran 'sensi' mulai dia dapatkan.

"Gue masih loading baru bangun tidur, jadi temenin aja. Gak usah bersuara." Bolehkah Fara bernafas lega? Ternyata pria durjana ini sedang proses mengumpulkan kesadaran. Dasar pria aneh.

"Mood gue kalo bangun tidur emang begini. Anjlok total ke dasar samudera. Rasanya mau makan orang." Sultan masih garang menatap arah depan.

Bolehkah Fara jujur, bibir Sultan sudah semakin cemberut. Jadi semakin tebal. Mirip waria suntik silikon. Diam Fara! Diam!

"Lo harum. Gue suka."

"Makasih, ini parfum pilihan kamu. Selera saya juga kayak gini."

"Gak ada yang suruh lo bersuara.."

"Huuff.." desah Fara serba salah. Diam Fara!

"Termasuk bersuara kayak gitu juga dilarang. Jangan bernapas kayak gak ikhlas. Ganggu mood gue."

"Bawel, deh.." Hanya bisa dari dalam hati saja Fara mengumpat.

***

Selamat malam Minggu
Iya Sultan emang ngeselin.
Namanya juga proses.. nanti blum aku bantai menderita si sultan.

Belum.. masih panjang ..heheheh

03-04-21
Mounalizza

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top