S A T U

"Lama banget, sih. Jadi datang nggak pesanan gue?"

"Iya, Bos. Masih di perjalanan. Orangnya lagi dibersihin dulu. Tadi ada insiden di mobil."

"Hah?" teriak Sultan penasaran. Insiden?

"Sori, Bos. Masih polos, jadi kena demam panggung. Muntah sedikit. Bos mintanya yang polos, kan? Sama kayak Bos."

Sultan melirik jengkel penjelasan anak buahnya yang terasa tepat sasaran di hati. Di usianya yang sudah memasuki angka dua puluh dua tahun, baru kali ini Sultan meminta dicarikan wanita penghibur. Sebenarnya bukan minta dicarikan, ini lebih sebagai hadiah kelulusan akademisnya yang terasa hambar. Saat semua teman kuliahnya merayakan bersama keluarga. Sultan hanya ditemani sosok pria tua berpakaian jas serba hitam, Pak Jayakarta namanya. Tak lupa wajah datar saat mengucapkan selamat menjadi sarjana. Sultan terka, Pak Jayakarta tak tahu dia lulus sebagai sarjana apa. Dia pasti kasihan sama bos mudanya yang tak punya siapa-siapa di hari spesial itu.  Ah, sudahlah sebagai janjinya, Pak Tua itu menghadiahkan dirinya teman pendamping liburan, selama tujuh hari di pulau Bali.

Sebagai putra dari pengusaha ternama, Sultan terbilang ketinggalan bersosialisasi. Hanya kuliah, berteman pun bisa dihitung dengan jari, dan tak pernah menjalin hubungan dengan lain jenis. Sebagian masa muda nya memang tak dia nikmati dengan bebas. Karena itu, saat Pak Jayakarta menawarkan sosok yang bisa membuat dirinya tak kesepian di Pulau Dewata, Sultan jelas tidak menolak hadiah itu. Hadiah yang ditawarkan dengan aneka kriteria dari Sultan.  Karena permintaan Sultan yang sangat rinci, akhirnya hadiah yang dia minta tetap saja membutuhkan dana. Sultan tidak kecewa, karena ini demi menuntaskan hadiah liburan yang indah. Dia punya harta, tidak salah dihamburkan kali ini saja.

"Siang, Bos. Maaf telat. Tadi ada kendala tak terduga, tapi sekarang sudah aman." Sultan yang  sedang duduk, menaikan pandangannya ke arah sumber suara. Fokusnya langsung mengarah ke sosok gadis berperawakan kecil sedang menunduk gugup.

"Itu ceweknya?" Sultan memang malas berbasa-basi. Dia sudah tak sabar segera menikmati liburan kali ini. Sudah bayar mahal soalnya.

Ingin rasanya Sultan tertawa, memangnya liburan yang ke berapa, kalau sebenarnya selama ini, dia tak tahu arti liburan sesungguhnya.

"Dia orangnya, bukan?" desak Sultan tak sabar. Pria yan ditanya segera meraih lengan sang gadis, memerintahkan pelan untuk berdiri di depannya.

"Ayo maju. Jangan nunduk terus!"

"I-iya.." Sultan dengar suaranya memang gugup, tapi merdu. Apalagi saat wajahnya dia angkat untuk menatap wajah Sultan. Sungguh, sesuai permintaan Sultan. Kriteria yang pas. 

"Namanya siapa?" tanya Sultan langsung. Sang gadis mundur satu langkah saat Sultan berdiri dan mendekat ke arahnya.

"Hei, namanya siapa?"

"Fa-Ra.."

"Lo siap, kan, temenin gue di sini?"

"Siap.." jawab Fara cepat, karena Sultan kembali mendekat. Fara sebenarnya ingin mundur, tetapi tangan Sultan tanpa izin memegang lengannya.

"Siapa tadi namanya?" tanya Sultan sekali lagi sambil terus menatap wajah cantik Fara. Benar-benar tipe Sultan sekali.

"Nama saya Fara." Senyum Sultan langsung melebar saat sekali lagi mendengar suaranya. Pak Jayakarta terkikik di sebelah Sultan. Menyaksikan bos mudanya bertingkah tanpa basa-basi.

"Umur?"

"Delapan belas, Bos."

"Saya nggak tanya kamu," sembur Sultan kesal. Dia mau mendengar lagi suara gugup nan manis Fara. Bukan suara bariton membosankan yang selalu dia dengar setiap hari.

"Sabar, Bos. Abis ini juga tidak ada yang ganggu." Pak Jayakarta menengahi. Tanpa takut, dia membisikan sesuatu ke arah Sultan. "Sesuai perintah, perjanjian sudah disetujui Fara. Dan nominal yang dia minta cukup tinggi."

Sultan melirik Fara yang kembali menunduk. Padahal dia mau lihat terus wajahnya. Tapi benar kata Pak Jayakarta, setelah ini dia juga akan puas menatap wajah Fara, bahkan lebih. Rasanya sudah tak sabar menanti saat berdua saja dengan Fara.

"Terlihat lugu, tapi dia tahu harga untuk menjual dirinya," bisik pria tua itu lagi. Sultan mengangguk dengan senyum sinis. Wanita, itulah mereka. Untuk kali ini dia akan kesampingkan hal yang membuatnya suram. Saat ini dia mau menikmati liburan dengan cara dia sendiri.

"Berikan saja permintaan dia." Sultan menatap terus Fara.

"Masih perawan, kan?" Suara Sultan cukup kencang, Fara pun bisa mendengarnya. "Yang jawab harus dia!" Seolah memerintah, Fara sadar diri kalau pertanyaan pribadi yang cukup tabu itu untuk dirinya. Karena di ruangan itu, hanya dia saja yang berjenis kelamin wanita.

"I-iya.." Kali ini Fara tanpa ragu mengangkat wajahnya. Beberapa menit berdiri di hadapan dengan sosok yang masih tak dia ketahui namanya, membuat dia cukup mengerti, kalau sosok itu tak suka berbasa-basi.

"Oke, nanti kita buktikan.." Mendadak wajah Fara memanas. Sial,  apakah dia sungguh akan bertugas menemani sosok ini selama satu minggu ke depan? Terlihat anak orang kaya, penampakan wajahnya juga tidak mengecewakan, hanya saja Fara bisa menebak, tipe anak orang kaya tidak punya perasaan. Menilai segala sesuatu dengan materi.

"Oke, ayo kita pergi dari sini." Sultan segera menarik tangan Fara. Menggiringnya ke arah luar rumah itu. Beberapa orang yang memang sudah menunggu di depan terlihat sudah selesai memasukan barang pribadi keperluan dua manusia muda itu.

"Selamat liburan, Bos."

"Thanks, Pak Tua. Hadiahnya keren," ucap Sultan tak tahu malu saat sudah duduk di kursi kemudi mobilnya. Di sebelahnya Fara duduk, kembali menunduk. 

"Ingat, jangan bilang Papa kali ini!"

"Siap." Sultan mengangguk, lalu menutup kaca jendela, hingga akhirnya keheningan di dalam mobil hinggap.

"Jangan nunduk  mulu. Harusnya lo senang diajak jalan-jalan." Fara masih menunduk, dan memainkan kedua tangannya.

"Eh.." ucap Fara terkejut karena karena kedua tangannya terurai, karena tangan kanannya ditarik Sultan tanpa izin. "Kenalin, gue Sultan."

"Fara," balas Fara lagi.

"Tadi kan lo udah kasih tahu," ledek Sultan gemas, sepertinya satu minggu ini dia akan punya kisah seru dengan gadis di sebelahnya.

"Oke, temani gue satu minggu ini. Turuti semua permintaan gue." Fara mengangguk.

"Jawab dong!"

"Iya, setuju." Sebenarnya Fara mulai jengkel, tapi dia harus sabar, ini masih panjang. Semua ini harus dia lalui, demi sebuah misi, untuk hidupnya. Meskipun ini adalah hal ternekat yang pernah dia pilih. Menemani orang asing, jangan lupakan menyerahkan dirinya untuk kesenangan sesaat sosok di sebelahnya.

"Gitu, dong. Anggap aja kita lagi latihan honeymoon.."

Fara menggigit bibirnya pelan. Benarkah keputusan ini tepat untuk kelangsungan hidup dia selanjutnya? Menjual diri?

•••
31-03-21
Mounalizza

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top