L I M A

"Eh, mau ngapain?" Fara berusaha melepas rengkuhan di pinggangnya. Tetap saja susah terurai. Niat banget peluknya.

"Ssssstttt turutin yang gue mau..." perintah Sultan berbisik di telinga Fara. Terpaan napas Sultan bisa Fara rasakan, hangat. Rasa gugup kembali datang.

Apakah sekarang saatnya dia melepas harta berharganya. Fara tertawa mengejek dalam hati? Semahal apa memangnya harga dirinya? Dirinya hanyalah debu yang tak tahu apa yang terbaik untuk arti hidup. Memilih menjadi kotor demi sebuah keinginan.

"Ta-piiii..." Fara terus menggeliat saat pelukan semakin bertambah erat. Ini namanya mau membunuh dia pelan-pelan. Memancing dirinya dilanda panik.

"Kamu peluk saya kekencengan. Bisa sesak.." Sultan melonggarkan rengkuhan, membalikan tubuh Fara untuk menghadapnya.

"Bisa diam, gak?" Sultan menatap serius. Yang bisa Fara terka, tatapan tak mau dibantah.

"Tujuan gue ajak lo ke sini buat temani gue. Buat gue bahagia malam ini!" Sultan meraba pipi Fara, turun ke lengan Fara dan berakhir ke punggung belakang. Mengelus penuh makna tersirat. Apalagi saat wajah Sultan mendekat ke arah wajah Fara.

"Eh.." Fara kembali terkejut saat tubuhnya dibenturkan sengaja oleh Sultan. Tak menyisahkan jarak berarti. Hidung mereka saja sudah berbenturan.

Jangan katakan Sultan mau mencium bibirnya? Benar saja, bibir Sultan menempel kaku di bibir Fara. Lembut, lunak, kering. Tidak basah seperti yang Fara bayangkan tentang berciuman. Anehnya, Sultan tidak melakukan pergerakan berarti. Hanya menempelkannya saja. Fara sendiri juga bingung mau bertindak apa? Situasi seperti ini membuat Fara jadi takut. Dan serangan gugup pun datang tiba-tiba.

"Ueeek..ueeekk.." Fara langsung mundur sambil menutup mulutnya. Segera berlari menuju kamar mandi. "Ueeekk.." Sultan masih diam mencerna kenyataan yang baru saja terjadi.

"Baru juga gue mau kembangin ciuman pertama gue. Malah mabok lagi." Sultan berkacak pinggang kecewa. "Ahhhh..." Bahkan Sultan memeriksa apa napasnya berbau tak sedap.

"Wangi. Baru aja gue pake semprotan napas segar. Dasar kampung." Sultan menyusul Fara di kamar mandi. Memperhatikan gadis norak itu sedang memuntahkan isi perutnya di kloset.

"Makan lo rakus sih, tadi. Semua ditelen. Untung belum gue pesan camilan yang lo minta." Sultan berdiri di belakang Fara. Wajahnya ditekuk kesal. Mau menyelesaikan misi ciuman pertama indah, malah berkesan norak. Menyakitkan rasanya balasan lawan ciumannya berakhir mual. Kepercayaan diri Sultan jadi berkurang untuk malam panjang ini.

"Kampungan."

"Ueekk.." Fara tak memedulikan Sultan. Fokusnya tetap mengeluarkan semua makanan yang tadi dia nikmati. Ini serangan gugup paling parah selama dia hidup. Biasanya hanya mengeluarkan air asam saja, tapi kali ini semua makanan seolah berdemo untuk keluar dari dirinya. Jangan-jangan Sultan tak ikhlas memberikan makanan gratisan untuknya. Sial.

"Haduuh, masih mau muntah. Ueek.." Terus keluar makanan tanpa ampun. Sultan yang melihat tak tega juga. Apalagi Fara mulai lemas.

"Ck.. ada aja." Sultan dengan wajah cemberut memijat tengkuk Fara searah. Memberikan rasa nyaman secara perlahan-lahan. Menopang tubuh lemas Fara juga.

"Ada minyak gosok, gak?" tanya Fara tak tahu malu.

"Gak punya gue. Lagian lo udah tahu kampungan bukannya sedia minyak gosok selalu di dalam tas." Fara lagi-lagi tak menghiraukan omelan Sultan. Lebih baik merapikan sisa muntah yang masih ada di dalam kloset. Menekan tombol buangan air, lalu duduk di kloset dengan deru napas lelah. Mendadak pusing, belum lagi keringat dingin yang juga tak mau kalah datang merecoki malamnya. Apakah tubuhnya memang sedang berkhianat untuk melakukan aksi menolak tubuhnya dijamah.

Menolak diberikan untuk pria tak dikenal, bukan untuk pria yang dicintainya.

"Muka lo pucat." Sultan dengan berani merapikan rambut Fara yang terlihat tak rapi. Menyelipkan ke belakang telinga dengan lembut. Sultan juga berinisiatif mengambil tisu kering untuk membasuh peluh di kening Fara. "Pake acara keringet dingin lagi." Sultan tak tega juga menatap wajah kacau Fara.

"Nyusahin." Tetapi tetap menggerutu.

"Ayo rebahan di kasur. Gue pesanin teh hangat aja. Sama bubur, ya. Biar perutnya ke isi lagi. Makanan yang tadi udah lo keluarin semua. Buang-buang duit gue aja. Mubazir." Sultan terus berkicau selama membantu Fara berjalan menuju tempat tidur. Mulut boleh pedas dan menyakitkan, tapi tindakan Sultan yang sedang memapahnya sungguh sopan, tenang, dan penuh kehati-hatian.

"Tunggu sebentar!" tahan Sultan sebelum Fara merebahkan diri ke tempat tidur. Sultan membuang asal ke bawah taburan bunga. "Ini lagi bunga-bunga nyusahin aja." Padahal taburan bunga itu adalah permintaan Sultan sendiri. Senjata makan tuan.

"Dah siap. Ayo sini istirahat dulu!" Sultan menepuk bantal sambil melirik Fara kesal.

"Istirahat sana. Tutup mata!" Setelah Fara merebahkan diri, Sultan memilih keluar kamar. Menahan rasa yang tidak tepat untuk dituntaskan. Dia pria yang pantang meminta sesuatu dengan paksaan, terlebih kepada seseorang yang sedang lemah.

"Hahh, gagal. Ciuman pertama aja nggak sempurna. Salah pilih orang nih, kayaknya." Sultan memilih duduk di balkon dekat kolam renang. Udara dingin tak masalah dia rasakan, daripada di dalam perasaan membara tak bisa dia halau. Lebih baik dia menghisap tembakau saja guna melupakan rasa jengkel yang amat mendidih di isi kepala.

***

"Gila gue ketiduran." Sultan bangun dengan wajah terkejut. Memperhatikan layar ponselnya, waktu menunjukan pukul tiga pagi. Dia ketiduran di sofa ruang tengah. Setelah tadi mengantarkan pesanan teh hangat dan bubur ke kamar, Sultan keluar kembali dari kamar. Tak tega jika bertahan di kamar, semburan spontan akan dia tujukan untuk Fara. Biarlah Fara istirahat sejenak. Sayangnya, dia lupa untuk tidak kembali ke dalam kamar.

Lama berdiam diri guna mengumpulkan kesadaran, Sultan melirik arah kamar.

"Udah tidur belum, ya" Sultan pelan-pelan masuk lagi ke dalam kamar. Memperhatikan satu mangkuk bubur yang masih utuh tak tersentuh, sedangkan satu cangkir teh sudah hilang setengah cangkir.

"Gak dimakan." Sultan menatap Fara yang sudah tertidur lelap. Wajah pucatnya sudah hilang. Digantikan wajah polos dan indah alami.

"Manis." Tak mau menyia-nyiakan keadaan, Sultan ikut merebahkan diri di sebelah Fara. Apalagi wajah Fara memang menghadap ke arahnya. "Kenapa gue lihat lo banyak beban, ya?" Sultan sekali lagi merapikan rambut Fara yang menutupi wajahnya. Sepertinya pekerjaan ini menyenangkan. Gadis aneh yang nekat menjual diri, tetapi amatir dan super bodoh.

"Lo masih delapan belas tahun." Sultan menarik tubuh Fara untuk dia rengkuh. Menjadikan lengannya dijadikan bantal untuk Fara isirahat.

"Haduh, susah banget tahan reaksi ini," keluh Sultan karena dengan kurang ajarnya sesuatu dalam dirinya bangkit, tegak berdiri. Gesekan dan sentuhan tubuh mereka berdua seolah memancing untuk bangun dari tidurnya.

"Sial, dia bereaksi." Sultan meringis di bawah sana. Apalagi posisinya sudah seperti seharusnya adegan panas dimulai. "Sssstt.." Sultan terus meringis, tapi memancing rasa penasaran dan sekelibat nikmat dia rasakan juga. Tak hilang akal, tangan Sultan masuk ke dalam baju terusan Fara dan dengan nakalnya meremas serta menekan dengan sengaja bokong Fara agar bersentuhan dengan bagian tubuh di dekat pangkal pahanya. Cukup berisi dan menonjol sesuai harapan, serasi. Sultan terus meremas dan menekan penuh kenikmatan. Akhirnya dalam fase kehidupannya, ada hal yang menyenangkan seperti ini, dan sejuta macam rasa penasaran akan hubungan ranjang rasanya ingin dia luapkan saat ini.

Pasti nikmatnya tiada tara. Suara hati Sultan tersenyum bahagia.

"Marah nggak ya kalau bajunya gue buka?" ucap Sultan pelan pada dirinya sendiri. Tak sabar mau meremas aset wilayah atas Fara. Sesuai pantauan singkat sejak pagi, aset wilayah atas itu cukup menggiurkan untuk dinikmati. "Marah, nggak ya?" pikir Sultan lagi.

"Marah lah," jawab Fara sambil mendongak menatap garang wajah berkabut Sultan. Wajah nakal penuh kenikmatan karena seenaknya meremas bokong dirinya.

"Eh, udah bangun." Sultan melepaskan tangannya di bokong menggemaskan Fara.

"Karena tangan nakal kamu ganggu saya lagi tidur." Fara segera duduk, walaupun tubuhnya masih lemas karena bangun tidur, tapi dia harus siap-siap antisipasi karena dia sendiri merasakan dengan jelas sesuatu yang keras di diri Sultan. Menekan tubuh bagian bawahnya seenaknya.

"Ya abis lo tidur enak banget. Gue ditinggalin." Sultan menggaruk kepalanya salah tingkah. Terciduk berbuat tak sopan disaat Fara sedang tidak sadar. Tapi, inikan kewajiban Fara untuk kepuasan dirinya.

"Kenapa nggak balas tidur juga?"

"Mana bisa, gue lagi penasaran sama..." Sultan menatap paha mulus Fara yang tersibak tanpa tahu situasi. Sultan menggigit bibirnya. Rasanya mau meledak. Gejolak ini terus meronta meminta dituntaskan.

"Lo masih sakit?" tanya Sultan menahan napas.

"Masih. Lemes banget. Mau mual lagi," jawab Fara setengah berbohong. Bahkan Fara berakting menutup mulutnya, seolah rasa mual kembali datang.

Sultan berdecak sebal. "Hah, gagal lagi. Udah, ah, gue ke kamar mandi dulu." Sultan tak mau mengambil risiko jika masih di satu ranjang yang sama dengan Fara. Mungkin memang harus dia tunda dulu sampai besok. Kondisi Fara belum maksimal bugarnya.

Fara sendiri menghembuskan napas lega. Setidaknya malam ini dia bisa tenang tak terjadi apa-apa.

***

06-04-21
Mounalizza

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top