Bab 3- Sebuah Rahasia
Terkadang kita akan bertemu orang yang tidak tepat, mencintainya lalu berkenalan dengan luka.
🐾🐾🐾
"Malam, sayang," ujar Mama Vale, Gina, seraya memberikan antensi pada putrinya. Wanita paruh baya itu menuangkan sup daging ke mangkuk.
"Malem, Ma."
Gina terhenyak. "Eh, kok nggak semangat gitu?" tanya Gina khawatir. Buru-buru mengecek dahi Vale siapa tahu putrinya demam akut seperti yang sudah-sudah.
Vale menepis tangan Gina kasar.
"Ma!"
"Abis kamu kenapa, sih?" Gina geleng-geleng. Lantas kembali ke dapur menyelesaikan hidangan makan malam. "Nggak ketemu Arnold, ya."
Vale tambah murung. "Ketemu."
"Lah, kok nggak semangat?"
Tiba-tiba Vale mengangkat kepalanya. Ikut duduk di meja makan. "Ma, boleh nggak Vale copot kacamata?"
Gina membanting sendok dan garpu ke patry. "Nggak boleh!"
"Tapi, Vale nggak ada masalah mata. Ma!"
"Enggak, ya, enggak Vale," tolak Gina dengan wajah memerah. Menatap putrinya yang kini menampilkan raut sedih.
"Vale malu mah diejek terus!"
Gina mendesah. Mendekati putrinya dengan prihatin. Dielusnya kepala Vale penuh sayang. "Nggak usah didengerin, ya."
Vale menggeleng. "Vale nggak pernah dengerin, kok," jawabnya lugas. "Tapi, mereka selalu ngejek Vale nggak pantes sama Kak Arnold," lanjut Vale memuntahkan kekesalannya.
Gina memeluk putrinya. "Kalian emang nggak pentes," ujar Gina tegas.
"Tuh, kan, mama aja bilang gitu," ucap Vale sedih.
Gina menggeleng. "Kamu terlalu berharga buat Arnold, sayang."
Kening Vale mengerut. Senyumnya lalu terbit menghiasi muka. Sedikit bahagia mama tidak berpikiran sama. Membuat satu lesung pipi di sebelah kanan. Sesuatu yang tidak akan orang lain tahu karena Vale tidak pernah tersenyum.
"Jangan sedih lagi, oke?" tanya Gina dengan semangat empat lima. "Nanti mama beliin es krim 4, deh."
"Ma!"
"Suatu saat Arnold dan semua orang akan menyesali sikapnya sama kamu," ujar Gina lalu mengelus kepala Vale penuh sayang.
Vale mengangguk antusias. "Jadi, Vale boleh nggak pake kacamata, ya?" tanya Vale dengan mata memelas.
"Nggak boleh dibilangin!" Gina menghadiahi cubitan di pipi Vale. "Nah, ngomong-ngomong soal kacamata. Kamu ambil yang baru di Pak Clon, ya."
"Yahhhhh!"
"Besok ambil waktu pulang sekolah. Inget!"
Bibir Vale mencebik.
"Kalo nggak ambil. Uang jajan kamu mama potong, ya."
"Iyaa. Vale ambil kok besok. Janji!"
Vale mendesah. Menatap punggung Mama yang kini menjauh. Selalu seperti itu. Setiap Vale mencoba bertanya tentang kacamata itu, Mama selalu mengalihkan topik. Huh! Menyebalkan.
***
Hiro bersedekap dada. Dia sedang duduk di dahan pohon apa, ya namanya. Entahlah, dia saja tidak tahu nama pohon dengan daun lebat ini. Kedua kakinya tergantung di antara ranting-ranting. Kedua matanya menatap gadis manis yang tengah duduk di balkon. Hiro nggak ngintip orang, kok. Cewek yang diintip ya itu, Vale, terlihat sedih dengan raut memelas itu.
"Jelek banget," komentar Hiro lalu berdecak. Raut Vale sangat tidak cocok dengan malam berbintang ini.
Sepulang dari bersemedinya tadi, Hiro mengikuti aktivitas Vale.
Habis sekolah Vale main ke toko buku dan membeli apa pun yang dilihatnya tanpa berpikir. Lalu setelah itu akan kecewa karena uang mereka habis seketika. Hiro juga mengikuti Vale ke ruangan berlantai empat yang berisi banyak perlengkapan yang dijual. Namanya Mall. Harus sabar menanti Vale yang menggonta-ganti baju dan aksesori lalu tidak jadi membeli. Astaga! Hiro heran dengan cewek itu.
Ruby tiba-tiba datang. Rubah itu menggeliat di pangkuan Hiro. Lalu sebuah ide tercetus. "Ruby. Sana kenalan sama Vale."
Ruby mengerjab-erjabkan mata bulatnya.
"Iya, sana kenalan. Cewek itu lagi jelek, jadi Lo aja yang nemuin. Kalau cantik lagi baru gue yang nemuin. Oke?" Hiro mengelus kepala Ruby dengan gemas.
Ruby menggoyangkan ekornya mengerti. Secepat kilat Ruby melesat ke arah Vale.
Hiro tersenyum jail. "Kasur mana, ya," ujarnya sambil celingukan.
Hiro memang tidak tidur. Tapi melihat para manusia tertidur dia jadi mencobanya. Tidak buruk. Daripada malam-malam berkeliaran seperti para vampir yang mencari mangsa. Lebih baik tiduran di kasur empuk.
Hiro menjentikkan jarinya. Lalu muncullah kabut hitam berputar-putar di depannya.
"Tidur. I'm coming!" ujarnya lalu masuk ke portal itu.
Untung saja orang tua Hiro memfasilitasi dirinya dengan berbagai peralatan milik manusia. Meski kekuatannya yang baru tidak bisa digunakan, Hiro bisa tenang karena bisa mendapatkan segalanya untuk menjalankan rencanya.
Vale! Tunggu aja besok. Bakalan kaget ketemu kembarannya Lin Yi.
Jangan protes!
Hiro sudah menyurvei orang-orang tampan yang lagi digilai cewek-cewek termasuk Vale saat melewati Mall tadi. Kalau dilihat-lihat, Hiro emang mirip sama Lin Yi.
Hiro meregangkan ototnya. Dilihatnya Vale tengah terkejut melihat Ruby.
"Lihat Ruby aja kaget. Apalagi lihat gue," ujarnya dengan kepedean seribu kuadrat.
Hiro berkacak pinggang.
"Kembarannya Lin Yi," gumamnya penuh kebanggan. Ya dong bangga! Cewek-cewek pada bicarakan Lin Yi terus. Pasti Hiro bisa sama terkenalnya sama si Lin Yi itu.
Dasar Hiro!
***
Vale lagi sedih karena Arnold tidak membalas semua pesannya. Huh! Lagi apa sih sampai cowok itu sibuk banget. Iya, emang nggak online, sih. Tapi, masa sampai malem nggak pegang hp? Hello! Hidup di dunia ini nggak bisa kalau nggak pake Hp.
Vale meletakkan dagunya di pegangan balkon. Menatap ponsel dan langit-langit secara bergantian.
09.20
Kak Anold sarapannya udah di makan?
12.05
Udah istirahat. masih ada urusan, ya?
16.00
Belum pulang?
Vale belum pulang. Nunggu Kak Arnold. Pulang bareng, yuk?
Arnold tidak ada di kelas. Vale memutuskan menunggunya. Satu jam Vale menunggu si gerbang depan. Biasanya Arnold akan lewat dan mengajaknya pulang bersama. Karena tidak ada tanda-tanda cowok itu ditambah sudah sepi, Vale memutuskan ke toko buku untuk melampiaskan kekesalannya.
Jadilah uang Vale habis sebelum membeli sweater baru kesukaannya di Mall tadi.
"Akhhh!"
Vale menjerit frustasi. Membenahi letak kacamatanya yang tidak pernah melorot.
Tiba-tiba sebuah cahaya melesat ke arah Vale dengan cepatnya tinggi. Cahaya itu seperti api, berwarna oranye panjang melintang.
"Meteor!" Seru Vale dengan jari menunjuk ke arah cahaya itu. Vale menjerit panjang. Menutup matanya dengan kedua tangan. Ketika dia tidak merasakan apa-apa, Vale berani melihat ke depan.
Vale melongo. "Apa ini?" tanyanya dengan ragu-ragu mendekati Ruby.
Rubah terbang?
Rubah itu menggoyang-goyangkan ekornya penuh semangat. Kedua telinganya bergerak-gerak seakan meminta Vale untuk menyentuhnya.
"Nggak gigit, kan?" tanya Vale bermonolog. Rubah itu menggeleng seperti mengerti apa yang dikhawatirkan Vale.
Vale mendekati Ruby lalu mengelusnya dengan takut. Ruby kesenangan dielus. Cepat-cepat menjejalkan dirinya di pekukan Vale.
"Lucunyan! Punya siapa?" tanya Vale mengelus kepala Ruby penuh sayang. Membuat rubah itu bertambah nyaman di pelukan Vale.
Vale buru-buru menggeleng. "Punya alien, ya?" tanyanya lucu. Meski merasa aneh dengan rubah terbang. Sejauh bertemu dengan Paman Clon pertama kali, Vale tidak lagi merasa terkejut. Mungkin ada hal-hal yang tidak masuk akal di Dunia ini.
Termasuk Vale sendiri.
Vale juga merasa tidak masuk akal.
****
Semangat!
Nyelesain If, Another sambil nonton Lin Yi. Udah pada nonton belum?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top