Kasih Sayang
"Malam, Gaku-san."
"Malam juga, istirahat, ya."
Sang gadis blonde tersenyum dan mengangguk. Ia meninggalkan laki-laki berambut silver di luar untuk dirinya masuk ke rumahnya. Mata silver milik sang lelaki tidak meninggalkan si gadis hingga tubuh mungil itu lenyap di balik pintu.
Dirinya segera meninggalkan pekarangan rumah si gadis dengan motornya. Tidak, tidak ada hubungan apa-apa di antara mereka (Gaku : belum ada! Bukan tidak ada!). Oke, belum ada, doakan saja jomblo satu ini diterima cintanya.
Ia hanya mengantar pulang si gadis. Kebetulan mereka satu fakultas dan sama-sama ada jadwal datang ke kampus malam hari. Yaotome Gaku adalah lelaki tulen yang tidak akan membiarkan wanitaーterutama yang Ia taksirーpulang sendirian malam-malam. Walaupun, Ia bisa merasakan tatapan ingin membunuh ketika Ia mengantar Tsumugi pulang. Mendapatkan hati calon mertua sepertinya akan lebih sulit (Poor Gaku).
Selain karena tidak baik membiarkan wanita pulang sendirian kalau sudah malam, dirinya sedikit paranoid dengan berita booming yang cukup membuat siapa saja ketakutan.
Berita tentang pembunuh berantai yang mulai muncul sejak bulan lalu. Bagaimana tidak? Tidak bisa ditemukan jejak pembunuh itu sama sekali di tempat ditemukannya korban. Lalu, yang mengenaskannya lagi adalah kondisi korban. Pembunuh itu hanya menyisakan tulang dan pakaian korban. Tidak ada daging ataupun organ dalam yang tersisa. Semua tulang itu benar-benar bersih!
Memikirkannya lagi membuat Gaku bergidik ngeri sendiri. Sudah dibunuh, diperjual belikan lagi organ-organnya, benar-benar biadab.
'Ya, dan aku juga harus segera pulang.' Batin Gaku sambil menambah kecepatan motornya.
Jalanan sudah mulai sepi, hanya ada beberapa kendaraan yang ikut melintas. Tapi entah mengapa kepalanya mendadak pusing dan pandangannya juga mulai kabur. Motor yang Ia bawa mulai tidak stabil. Gaku berusaha untuk tetap sadar hingga sekelebat warna pink membuatnya mendadak mengerem motor.
Seorang anak kecil, sekitar 5 tahun. Mata merah mudanya menampakkan sedikit keterkejutan ketika melihat Gaku tiba-tiba memberhentikan motornya.
"Kau tidak apa-apa, kan?!" Dengan napas yang masih tersengal-sengal karena panik Gaku langsung turun dari motor untuk melihat anak tadi. Bisa gawat kalau terluka.
"Aku tidak apa-apa." Nada datar dan dingin itu keluar dengan lancar dari mulutnya.
"Huft, syukurlah. Apa yang kau lakukan di luar malam-malam seperti ini, bahaya tau!"
"..."
"Ck, katakan di mana rumahmu? Biar kuantar pulang, orang tuamu pasti khawatir." Ujar Gaku sambil menarik tangan kecilnya dan menaikkan anak tadi ke atas motornya.
"Kau mau menculikku, ya, kakek tua?"
"Ha?! Siapa yang kau panggil kakek tua! Aku masih 22 tahun dan aku tidak berniat untuk menculikmu. Katakan di mana rumahmu sebelum kau pulang lebih larut dari ini. Apa kau tidak diperingatkan orang tuamu soal pembunuh berkeliaran itu?" Sepertinya anak ini cuma luarnya doang yang manis, pikir Gaku.
"Rambutmu putih, sih."
"Ini abu-abu." Gaku harus menahan dirinya sebelum benar-benar naik pitam.
Ia naik ke atas motor dan mulai menyalakannya. Ia memastikan anak tadi sudah duduk dengan baik lalu menanyakan lagi alamat rumahnya. Anak berambut pink tadi hanya bilang di ujung jalan dan Gaku mengantarnya.
Semakin jauh, rumah-rumah semakin jarang. Beberapa menit kemudian anak tadi meminta Gaku untuk menurunkannya di salah satu rumah di sana. Bukan rumah yang besar, malah bisa dibilang cukup kecil. Ia turun dari motor di bantu Gaku.
"Sepi sekali, apa orang tuamu tidak ada?"
"Aku tidak punya orang tua. Aku cuma tinggal dengan adik kembarku."
"Eh, jadi kau ada di luar rumah jam segini...?"
"Aku sedang mencari makanan untuk adikku, sakitnya kambuh jadi perlu nutrisi lebih. Tapi, tadi aku tidak menemukan apa-apa."
Gaku terperanjat dengan itu, "Astaga, kenapa tidak bilang? Kan kita bisa mampir di konbini dulu tadi."
Gaku tidak habis pikir bagaimana bisa anak sekecil ini hanya hidup berdua dengan adiknya yang sakit. Selama ini mereka hidup dengan apa?
"Kau tadi bilang adikmu sakit?"
"Iya."
"Boleh aku lihat? Kalau parah lebih baik kita bawa ke rumah sakit. Apalagi kau tadi bilang dia kambuh, berarti ini bukan pertama kalinya." Mata merah muda itu terkejut dengan pernyataan dari yang lebih tua.
"...tentu, aku sangat berterima kasih."
.
.
.
.
.
"Tadaima, Riku."
Mereka berdua memasuki rumah yang masih dalam keadaan gelap itu. Hanya ada berkas cahaya bulan yang menembus jendela saja yang menerangi koridor depan.
Tenn.
Akhirnya anak tadi menyebutkan namanya. Lalu ada Riku, adik kembarnya. Sejujurnya Gaku sangat terkesima dengan Tenn yang masih kecil seperti ini bisa menjaga adiknya. Benar-benar kakak yang baik jika mulut pedasnya itu bisa dikurangi.
"Tenn-nii?" Suara menyahut dari dalam rumah.
Tak lama suara derap kaki mulai terdengar menggema di seluruh rumah. Sosok mungil berambut merah menyala mulai terlihat dari ujung koridor. Beda, ya. Sekilas itu yang terpintas di pikiran Gaku. Namun, setelah dilihat kembali wajah mereka mirip walau warna rambut dan mata mereka berbeda.
"Riku, telinga dan ekormu...kau masih lapar, ya?" Tanya Tenn.
"Gomen ne, Tenn-nii. Yang tadi siang belum cukup." Pucuk merah itu menundukkan kepalanya dan kaki mungilnya membuat garis-garis khayal di lantai.
Tunggu, telinga? Ekor?
Karena ruangannya yang tak terlalu terang, Gaku tidak menyadarinya. Ada sepasang telinga tambahan mirip telinga serigala di atas kepala Riku beserta ekor yang bergerak lembut ke kanan dan ke kiri di antara kedua kakinya. Keduanya memiliki warna yang sama dengan rambut dan mata Riku, merah.
"E-eh?!" Gaku termundur hingga jatuh karena kaget, apa pusing tadi belum hilang sampai Ia mengkhayal seperti ini. Tidak, Tenn saja bersikap seperti biasa terhadap hal ini!
"Apa dia cukup?" Ujar Tenn sambil menunjuk Gaku yang masih menatap tak percaya ke Riku.
"Hmm~?"
Riku mendekati Gaku yang terduduk. Tubuh mungilnya mudah merangkak naik dan menduduki perut Gaku. Hidungnya Ia arahkan ke ceruk leher Gaku, menghirup aroma yang Ia inginkan.
"Riku mau."
"Kalau begitu kau bisa menikmatinya."
"Tenn-nii juga harus ikut makan."
"Kau lebih butuh daripada aku, Riku."
"Tapi, Tenn-nii belum ada makan minggu ini. Lagipula dia cukup besar untuk kita bagi dua. Kalau tidak cukup kita bisa berburu lagi. Iori ada menyarankan satu calon mangsa padaku. Katanya gadis muda sangat lezat."
"Oh, vampire itu? Baik juga dia. Ya sudah..."
Gaku masih terperangah dengan dialog tadi. Setelah itu muncul kabut asap dari tubuh Tenn. Mata abu-abunya memicing untuk melihat apa yang ada di balik kabut itu. Tak lama kabut tadi mulai menipis dan memperlihatkan Tenn dengan telinga dan ekor mirip dengan Riku tetapi berwarna pink.
"Terima kasih, Gaku, sudah mengantarku pulang. Namun sayang, kau tidak akan pernah pulang."
Sesaat setelah Tenn mengatakan itu, rasa sakit akan gigitan tajam di bahunya mulai menjalar ke seluruh tubuh. Kegelapan mulai menyebar dan dirinya tak sadar lagiー
ーuntuk selamanya.
.
.
.
.
.
.
.
"Itu gadisnya." Tunjuk si surai raven kepada sepasang kembar di belakangnya.
"Dia kelihatan sedih, kenapa, ya, Iori?" Tanya Riku.
"Aku tidak tau pasti, tapi yang kudengar salah satu temannya ditemukan meninggal dan hanya tersisa tulang, pakaian, dan motornya saja. Makanan kalian semalam, kan?" Jelas Iori.
"Iya, Riku bersikeras untukku ikut makan juga, padahal kalau yang tadi malam semua Riku yang makan kita bisa segera pergi."
"Mou, tapi Tenn-nii belum makan. Tidak mungkin Riku makan semua."
"Dasar brocon."
"Aku tidak mau mendengar itu darimu, Iori!"
"Kawaii..."
"Dasar vampire tsundere."
"Cih."
Owari
.
.
.
.
.
.
.
Gaku : INI GORE, BAMBANK!
Nida : Yosh, akhirnya bisa update nih lapak lagi wwww
Bukan horor, sih, karena dipublishnya siang. Kalau yang genre horor pasti kupublish malam.
Gaku : WOY, KOK AKU KORBAN?! ITU JUGA TSUMUGI, WEEEEEH
Nida : Oh, ya, jangan lupa vote+comment. I appreciated that, dan selain ini aku bakal publish satu cerita lagi nanti malam. Nggak horor-horor amat, biasanya aja www
Gaku : DENGER NGGAK, SIH?!
Nida : Sampai jumpa nanti malam, bye-bye~!
//maafkan typo2nya, ngebut ngetik soalnya (HIDUP LIBURAN, AKHIRNYA UPDATE SANTAI)
Gaku : WOOOOOOOOOOOOOY
Nida : Berisik, gore implicit aja, kok. Makanya nggak kukasih warning.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top