Keputusan dan Takdir - TennRiku B'day
Mitos jikalau lahir sepasang anak kembar, maka salah satu dari mereka akan memakan saudara kembarnya sendiri— mengambil kesempatan hidup 'bebas' dari saudaranya sendiri adalah fakta bagi kami berdua.
Aku— Tenn Kujo, pemuda dengan segala prestasi dan talenta, serta rupa yang menawan, membuat banyak pihak tertarik padaku. Berbanding terbalik dengan adikku— Riku Nanase, yang tak lebih hanya seorang remaja yang sekarang sedang berjuang melawan penyakit yang selama ini menggerogoti paru-parunya.
O, iya. Pasti, banyak yang bertanya, "kenapa marga kalian berbeda?"
Dulu, orang tua kami terpaksa menyerahkanku pada seorang keluarga kaya untuk dijadikan anak asuh sekaligus bibit unggul bagi perusahaan mereka, dengan perjanjian, mereka akan menanggung seluruh biaya pengobatan adikku.
Awalnya, orang tuaku ingin menolak. Namun, entah bagaimana Tuhan memberiku sebuah karunia kasih sayang yang tak terhingga untuk saudara kembarku— Riku. Sehingga aku menerima tawaran itu secara langsung, dan memutuskan untuk berjuang menjadi yang terbaik di antara yang terbaik demi dirinya— Nanase Riku.
****
Hiruk pikuk Ibu Kota Jepang— Tokyo, sudah biasa ia rasakan. Apalagi setelah ia memulai pekerjaannya sebagai seorang idol.
Kali ini— tepat setelah jadwal kerjanya telah selesai terlaksana, ia bergegas menuju salah satu Rumah Sakit tempat di mana belahan jiwanya berjuang sekarang. Setelah sebuah kabar yang ia dapat dari secuil pesan singkat yang dikirim dokter khusus yang merawat Riku. Di pesan itu tertulis, 'Kujo-san, bisakah kau segera kemari? Ada hal penting yang ingin kami bicarakan,' ujarnya.
Pesannya memang singkat, namun, itu berhasil membuat dekupan jantung seorang Kujo Tenn berpacu lebih cepat dari biasanya.
Dia terus berlari membelah keramaian, untuk mempersingkat waktu tempuh menuju tempat tujuannya.
****
5 Juli 2020
BRAK!
"RIKU!" serunya setelah mendobrak kasar pintu kamar rawat inap seorang yang ia panggil 'Riku'.
Yang dipanggil pun, segera melepas earphone yang dari tadi nampak apik menggantung di lubang telinganya.
"Tenn-nii, ada apa? Kenapa terlihat tergesa-gesa begitu?" tanya Riku yang sudah memiringkan kepalanya. Pertanda bahwa dia tidak mengerti maksud dari perlakuan Tenn.
"Ti– tidak apa-apa ... a– aku ha– hanya sedikit terkejut," jawab Tenn sedikit kikuk san terputus-putus, karena nafasnya yang masih belum beraturan.
"Oh, begitu, ya. Hmm, tapi tak apa, deh. Aku senang Tenn-nii sempat menjengukku malam ini," ujar Riku seraya tersenyum polos bagai tak ada beban dalam dirinya. Padahal, dadanya pasti sedang sesak-sesaknya sekarang.
"Hmm. Aku juga senang," balas Tenn dengan senyum mengembang pada wajah berkulit pucat itu.
Setelah itu, hanya terjadi obrolan-obrolan ringan di antara saudara kembar tak seiras ini. Sampai suara decitan pintu disusul suara seorang perempuan membuat mereka berdua berhenti dari bincang-bincang ringannya.
"Oh, Kujo-san sudah sampai ternyata. Sebentar, ya, aku ingin menyiapkan obat dan mengatur tidur Riku dulu," ujar perempuan itu, yang tak lain adalah dokter yang dipesan khusus oleh keluarga Kujo untuk menangani Riku— [Name] [Surname] namanya.
"Iya. Arigato, [Name]-san," balas Tenn seraya memperhatikan gerak-gerik [Name] yang sedang menyiapkan obat milik Riku yang entah ada berapa jumlahnya.
"Riku-san, bisa menelan obat, 'kan?" tanya [Name] yang sedang mencoba menegakkan tubuh Riku.
"Bisa, walaupun sedikit sesak, aku akan berusaha!" seru Riku dengan kedua tangan mengepal.
"Hm, baguslah." [Name] segera memberikan obat yang akan Riku minum satu persatu. Tenn yang melihat kejadian di depannya tersenyum tipis. Bukan! Bukan karna dia tertarik pada dokter muda itu. Tapi, ia bersyukur, keluarga Kujo benar-benar menepati janjinya.
Setelah meminum semua obat yang dianjurkan, Riku segera membaringkan tubuhnya dengan posisi bersandar untuk mengurangi sesak pada dadanya. Jangan lupa penghangat ruangan yang segera [Name] naikkan suhunya, agar Riku dapat sedikit merasa lega. Dan juga sedikit minyak aroma terapi yang [Name] teteskan pada sekitar bantal tempat Riku menopang kepalanya.
Detail sekali.
"Riku, jika ada apa-apa, tekan tombol daruratnya, ya," ucap [Name] seraya menepuk-nepuk pundak Riku.
"Ha'i, [Name]-san," seru Riku.
Selesai dengan Riku, sekarang atensi [Name] beralih pada Tenn yang semenjak tadi menjadi 'obat nyamuk' di antara mereka berdua.
"Maaf, membuatmu menunggu, Kujo-san. Sekarang kita ke ruanganku, ada yang harus bicarakan," ujar seraya melangkah menuju pintu kamar.
"Oke." Tenn beranjak dari duduknya, dan segera mengekori [Name].
****
Sesampainya di ruangan kerja [Name], Tenn segera duduk di kursi yang berada tepat di depan meja kerja [Name].
Interior ruangannya biasa saja, namun, jangan lupakan beberapa manju dan foto-foto husbando tampan yang banyak bertebaran di meja tersebut. Iyap, [Name] adalah seorang otaku.
"Oke, kita langsung ke intinya saja," ujar [Name] membuka pembicaraan mereka.
"Tadi, kau lihat Riku, 'kan? Bagaimana menurutmu?" tanya [Name] sambil menatap intens ke arah Tenn.
"Maksudmu?" Tenn pura-pura tak mengerti untuk memastikan maksud kalimat [Name].
"Hey, aku tau kau ini jenius, tidak mungkin kau tidak mengerti," cibir [Name] dengan senyum remeh.
Tenn yang tak bisa mengelak lagi menghela nafas, dan menjawab, "menurutku, Riku sudah membaik, walaupun obat yang ia minum sepertinya bertambah banyak."
[Name] sedikit terkikik akan jawaban Tenn, "hihihi, benar dugaan keduamu. Tapi, tidak dengan yang pertama," ujar [Name], membuat Tenn seketika mengerutkan alisnya.
"Maksudmu, Riku bertambah parah?" tanya Tenn dengan tangan yang sudah mengepal.
"Iya, benar," jawab [Name], membuat Tenn seketika membelalakkan matanya.
"Apa yang terjadi?!" Tenn beranjak dari duduknya dan menggebrak meja, sehingga membuat orang yang di depannya terlihat seperti ter-kabedon.
"Tenang dulu, Tenn. Aku akan jelaskan." [Name] mencoba menenangkan Tenn.
Tenn yang sadar akan tindakannya sedikit berdehem dan segera kembali ke posisi semula.
"Penyakit Riku sudah menjalar dan merusak beberapa bagian paru-parunya, sehingga membuat Riku makin kesulitan untuk bernafas. Ia hanya merasa lega sesaat sesudah meminum obat, jika tidak dia akan merasakan sesak yang luar biasa. Jadi, kami tim yang keluarga Kujo pesan untuk menangani Riku, menyarankan untuk mengambil tindakan operasi pengangkatan sel inti dari penyakit ini, dan kami butuh persetujuanmu sebagai satu-satunya keluarga kandung dari Riku," jelas [Name] panjang lebar.
"Bisa kau beri tahu aku kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi jika tindakan operasi ini diambil?" tanya Tenn mencoba memastikan.
"Operasi ini termasuk operasi besar dan cukup beresiko. Peluang berhasilnya hanya empat puluh persen. Resikonya, operasi bisa gagal karna kesalahan teknis, atau bisa juga karna Riku yang sudah tidak kuat lagi," jelas [Name], membuat Tenn sedikit terkejut akan kalimat terakhirnya.
"Maksudmu ... Riku bisa meninggal?" tanya Tenn.
"Iya. Tapi, apa salahnya kita mencoba? Dari pada membiarkan Riku terus kesakitan begitu, 'kan?" ujar [Name], membuat Tenn sedikit tercekat dan berujung terjebak dilema berat.
"A– aku akan fikirkan itu. Apa kau bisa beri aku waktu?" tanya Tenn.
"Bisa, tapi jangan terlalu lama, ya," jawab [Name], segera beranjak dari tempat duduknya. "Ya, sudah, aku mau cari makan dulu. Kau juga, fikirkan baik-baik. Kami akan menghargai semua keputusanmu, Tenn." [Name] menepuk pundak lelaki bersurai pink pucat yang sedang menunduk itu.
****
Pintu apartemen terbuka, menampilkan siluet seorang pria berkulit pucat serta surai pink yang pucat jua. Tenn kembali dengan perasaan tak beraturan— antara sedih, senang, gelisah, bingung, dan takut. Sedih karna harus menerima kenyataan bahwa, orang yang paling ia sayang harus menerima takdir sekejam ini. Senang karna akhirnya, ada sebuah jalan untuk Riku yang sedang berjuang agar bisa bernafas lega. Gelisah karna takut kalau keputusannya nanti akan berujung pada kemungkinan terburuk. Bingung ingin memilih keputusan yang mana. Dan takut jikalau keputusannya yang ia ambil nanti adalah keputusan yang salah.
Mayoritas lampu yang ada di apartemen sudah dimatikan, hanya tersisa beberapa untuk penerangan seperlunya. Tenn yang kala itu sedang stress, memilih untuk ke dapur dan membuat sebuah minuman hangat, sekaligus menghangatkan tenggorokan yang terasa sangat dingin.
"Tenn, baru pulang?" tanya seseorang yang air mukanya masih terlihat lesu akibat terbangun dari tidur lelapnya.
"Oh, Ryuu. Iya, aku habis menjenguk Riku sebentar tadi," jawab Tenn yang masih fokus dengan minuman coklat panasnya.
"Ryuu, mau?" tanya Tenn, menawarkan segelas coklat hangat pada Ryuu.
"Oh, terima kasih." Ryuu menyambut cangkir minuman itu dengan tangannya, dan ikut duduk tepat di depan Tenn.
"Jadi, bagaimana keadaan Riku?" tanya Ryuu, membuat Tenn sedikit tersentak.
"Aku bingung .... Tapi, apa aku boleh meminta pendapatmu?" tanya Tenn. Jujur, saat ini, ia benar-benar butuh teman untuk bercerita dan menumpahkan segala keluh-kesahnya.
"Tentu saja boleh. Kita 'kan keluarga," jawab Ryuu seraya tersenyum manis. Membuat orang di depannya merasa lega akan jawaban tersebut.
"[Name] bilang, Riku harus di operasi. Dan ... operasinya sangat beresiko," ujar Tenn sambil menundukkan kepalanya.
Ryuu yang mendengarnya seketika menatap Tenn secara intens. "Kalau beresiko kenapa harus di ambil?" tanya Ryuu.
"Karena, hanya itu jalan satu-satunya untuk menyembu– ah, maksudnya, membantu masa perawatan Riku," jelas Tenn semakin menundukkan kepalanya. "[Name] bilang, kemungkinan operasi itu berhasil hanya empat puluh persen, dan kemungkinan terburuknya adalah kematian Riku. A– aku ha– harus bagai– bagaimana?"
"Tenn! Kau menangis?!" Ryuu terkejut dengan Tenn yang semakin menunduk dan kalimat Tenn yang terputus-putus, serta suara isakan kecil yang terkesan ditahan.
"Ti– tidak! Aku tidak me– mena ... ngis ...." Pada akhirnya tangisan seorang Tenn Kujo pun pecah.
Jangan lupakan fakta bahwa, Tenn juga manusia yang memiliki emosi serta perasaan.
Ryuu yang melihatnya merasa iba sekaligus kagum. Kagum akan kasih sayang Tenn yang amat besar untuk Riku— adik sekaligus saudara kembarnya.
"Tenn, aku tahu ini berat. Karena itu, kau tidak boleh stress. Pikirkan ini dengan keadaan tenang, jangan tergesa-gesa, dan kau harus yakin bahwa, 'empat puluh persen' itu akan menjadi kesempatan emas untuk kesembuhan Riku. Semangat, Tenn!" ujar Ryuu yang mencoba menenangkan Tenn seraya mengelus-elus puncak kepala pemuda berumur 19 tahun itu.
Adegan penuh drama itu seketika buyar, semenjak makhluk abu-abu yang membuat sebuah suara decitan pintu dan keluar dengan keadaan tidak karuan. Kemeja putih yang tak terkancing dengan benar, rambut acak-acakan tak beraturan, dan celana melorot.
Persis gembel.
Tenn yang menyadarinya, langsung menepis tangan Ryuu dan segera menghapus air matanya. Dia tak mau kalau kejadian tadi dijadikan bahan tertawaan oleh pria yang diketahui namanya adalah Gaku.
"Ada apa ini? Kenapa hidungmu memerah, Tenn?" tanya Gaku sambil mendekati tempat Tenn dan Ryuu duduk.
"Tidak! Tidak ada apa-apa!" elak Tenn. Dia rasa, Gaku tidak perlu tau.
****
7 Juli 2020
"Jadi, apa keputusanmu?"
Nafas Tenn seketika tertahan sejenak setelah mendengar pertanyaan dari dokter perempuan yang ada di depannya.
Hari ini, adalah hari di mana Tenn harus sudah memutuskan pilihan yang akan menentukan hidup dan mati Riku. Dan Tenn memilih ....
"Baiklah, lakukan operasi itu, dan selamatkan Riku," tegasnya dengan tatapan serius.
Orang yang ada di hadapannya seketika mengembangkan senyum. "Apa kau yakin dengan keputusanmu?" tanya [Name], kembali memastikan.
"Iya, aku yakin. Ini semua demi Riku," jawab Tenn dengan nada tegas.
"Hm, baiklah kalau begitu. Aku menghargainya." [Name] makin merekahkan senyumnya pada Tenn yang terlihat tegang. "Tidak usah tegang begitu. Kau tidak terlihat cantik lagi, tau," cetus [Name] mencoba mencairkan suasana.
"Hah?! Sejak kapan aku cantik?!" tanya Tenn tidak terima dengan perkataan [Name] sebelumnya.
"Ah, lupakan. Baiklah, kalau begitu, operasi akan di lakukan pada tanggal ...," [Name] terlihat sedang menghitung hari dan berpikir timeing yang pas untuk operasi tersebut. "9 juli! Operasi akan dilaksanakan pada tanggal 9 juli," seru [Name]. Membuat Tenn yang mendengarnya seketika membeku.
9 juli? Kenapa harus 9 juli?
Tapi, sekarang ia tak bisa membantah apapun. Jika [Name] bilang itu waktu yang tepat, maka ia harus percaya.
****
9 Juli 2020
"Riku, sudah siap?" tanya [Name] yang sudah sedia dengan pakaian bedahnya.
"Sudah. Tapi, Tenn-nii mana, ya? Aku mau memberikan sesuatu," tanya Riku yang tengah menggenggam sebuah amplop.
"Tenn sepertinya bentar lagi sampai. Mau titipkan suratnya padaku?" tawar [Name] pada Riku. Karna sejatinya, setelah operasi nanti, Riku tidak mungkin bisa langsing bicara pada Tenn.
"Hmm, ya, sudah, deh. Tolong berikan pada Tenn-nii, ya, [Name]-san," ujar Riku seraya menyodorkan amplop putih itu.
"Siap!"
****
Suara depakkan kaki mendominasi di sekitar lorong yang ia lewati. Keringat bercucuran dan nafas sudah tidak karuan lagi. Tenn berlari sekuat tenaga melewati lorong demi lorong rumah sakit demi bertemu dengan adiknya— Riku. Setidaknya, sebelum operasi dimulai, ia harus menyempatkan diri bicara pada Riku, dan memberikan sepucuk surat singkat namun bermakna ini.
Sampai akhirnya Tenn tiba di tempat tujuan, yaitu ruang operasi. Namun, sepertinya, kemauannya kandas begitu saja. Dikarenakan pintu ruang operasi sudah tertutup rapat, dan lampu yang berada tepat di atas pintu tersebut sudah berubah menjadi berwarna merah.
Seketika kedua kaki Tenn lemas. Rasanya ia ingin sekali jatuh terduduk di sini. Tapi, itu tidak mungkin. Tenn tidak mau image-nya rusak seketika, ia ingin tegar.
Perasaan cemas memenuhi isi kepalanya. Sesekali ia melirik pintu besar yang tertutup rapat itu, dan kembali mondar-mandir di depan pintu tersebut. Sesekali jua, ia memperhatikan amplop putih bersih yang ada di genggamannya, terkadang juga menyenderkan tubuhnya pada senderan kursi dan mengacak rambut frustasi.
Persetanan dengan sesi pemotretan yang memakan banyak waktu dan tenaga, padahal, ujung-ujungnya, yang diambil hanya beberapa foto saja.
****
Rasa frustasi seorang Tenn Kujo seketika membaik ketika melihat bahwa, lampu yang ada di puncak pintu ruang operasi sudah mati— menandakan bahwa operasi telah selesai dilaksanakan.
Ada perasaan lega dan ringan dalam benak Tenn. Ia menghela nafas sejenak, dan beranjak dari duduknya. Lalu menanti sang adik keluar dari ruangan tersebut.
Pintu terbuka, menampakkan para tim dokter yang membantu proses operasi Riku sedang mendorong sebuah ranjang besar penuh alat-alat medis yang Tenn sendiri tidak terlalu mengenalnya.
Di sana, ada Riku dengan pakaian operasi yang melekat di tubuhnya. Bibir tipisnya semakin pucat, kulitnya pun demikian. Tangannya yang sekarang sudah penuh dengan jarum infus terlihat sangat kurus dan pucat pula, membuat Tenn yang menatapnya merasa iba terhadap Riku. Kenapa anak sepolos dia harus mengalami penderitaan sekejam ini?
Sampai seorang dokter perempuan yang tak lain dan tak bukan adalah [Name] muncul di hadapan Tenn. Membuat Tenn yang melihatnya, tanpa basa-basi lagi, langsung menghampiri.
"[Name]! Bagaimana operasiny–"
"Aku akan jelaskan nanti!" tegas [Name] sampai memotong pertanyaan Tenn. Ia terlihat tergesa-gesa dan sedikit ... gelisah?
Seketika pikiran Tenn dipenuhi oleh banyak dugaan negatif. Apa yang terjadi? Kenapa Riku terlihat lebih pucat dari biasanya? Ada apa? Apa operasinya gagal?
Tenn yang terus mencoba berpikir positif menggenggam erat objek yang ada di tangannya dan membatin, "ya Tuhan, untuk kali ini saja, ku mohon ...."
Tak lama setelah kejadian tadi, ada seorang perawat menghampiri Tenn dan berkata bahwa [Name]-san memanggilnya.
Mendengar itu, seketika jantung Tenn berdetak kuat, hati dan perasaannya sudah tidak karuan lagi, berbagai macam asumsi sudah berkeliaran di otaknya.
Sesampainya di ruangan [Name], ia langsung menatap intens pemilik ruangan dan melemparinya dengan pertanyaan.
"[Name]! Bagaimana dengan Rik—"
"Riku ...," lirih [Name] dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Riku ... bagaimana keadaannya, [Name]?! Dia tidak apa-apa, 'kan?!" tanya Tenn seraya mendekat pada [Name], lalu menggenggam pundaknya erat. Membuat sang empu semakin menundukkan kepalanya.
"Riku ... dia ... operasinya ...."
"OPERASINYA KENAPA, [NAME]?! BERHASIL ATAU TIDAK?!" bentak Tenn, membuat yang yang dituju seketika menatapnya terkejut.
"O– operasinya ...."
****
BRAK!
"Tenn-n—"
GREB!
"Riku ... syukurlah kau bisa bertahan ...," lirih Tenn seraya memeluk adik kembar tercintanya— Riku, yang sekarang sedang terbaring lemah di ranjang.
"Iya, Tenn-nii, syukurlah ...," lirih Riku sambil sekuat tenaga membalas pelukan Tenn.
"Riku ...." Tenn mengelus pelan pipi sang adik dan tersenyum manis. "Selamat ulang tahun," ujarnya seraya mendekat pada Riku dan mengecup pipi serta keningnya dengan lembut.
Riku yang diperlakukan seperti itu, seketika membelalakkan matanya, dan ikut tersenyum.
"Selamat ulang tahun juga, Tenn-nii."
— Dari Tenn-nii untuk Riku tersayang —
Terima kasih, karena sudah hadir dalam hidupku. Terima kasih sudah berjuang untuk bertahan. Kau adalah alasanku tetap hidup sampai sekarang. Terima kasih karna sudah terlahir sebagai saudara kembarku.
Selamat ulang tahun, Riku.
Semoga, kita akan selalu bersama. Menjalani hidup, dan mengejar mimpi yang sama jua. Tenn-nii sayang Riku:)♡
— Dari Riku untuk Tenn-nii yang sangat Riku sayang —
Terima kasih, karena sudah banyak berkorban untuk Riku. Terima kasih, karna sudah menjadi kakak yang baik untuk Riku. Terima kasih karna sudah mau terlahir sebagai saudara kembar Riku.
Maafkan Riku, karna Riku tidak bisa membantu Tenn-nii. Riku tau Riku hanya beban, karna itu Riku di sini berjuang melawan sakit Riku, agar bisa sembuh, dan bisa menyusul Tenn-nii yang sudah jauh berdiri di bintang yang paling bersinar.
Selamat ulang tahun, Tenn-nii. Semoga Tenn-nii selalu mendapat kebahagiaan. Maaf, jika selama ini Riku hanya merepotkan.
Riku juga sangat sayang dengan Tenn-nii:)♡
Terima kasih, Tenn-nii!
— TAMAT —
Njir, aku nulis apaan, sih. :v
Eh, btw, tadinya pen aku buat sad end— dengan Riku ninggal, cuma aku ga tega, sumpah. :(
🎉 HAPPY BIRTHDAY 🎉
♡ TENN & RIKU ♡
Moga jadi kyoudai sekaligus OTP yang makin uwuuuuuu<3
Tebar ke-uwu-an mereka dulu, ahh<3
Warning! Uwuwuwu detected:'v
MMUEHEHEHEHEHEEHEHEHEHEHEHHEHEHEHEEHEHEHEHEHEE😳:""""v
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top