2.
.
.
.
.
Tiga anak kecil kini tengah berjalan tanpa pengawasan disaat suasana kota masih gelap. Semilir angin malam sukses menerpa tubuh mungil mereka. Menggidik bulu-bulu halus nan tipis disekujur tubuh. Langkah kaki begitu semu alias senyap. Gemerlap dunia malam tak begitu terlihat pada area tersebut.
Namun, tetap saja, tiga langkah kecil mereka menarik perhatian beberapa aktivitas sekitar. Meski, sama sekali tidak menggubris keberadaan ketiganya.
Salah satu diantara mereka, yang terkecil, mulai celingukan. Mencari arah jalan yang selanjutnya akan mereka ambil. Sedang dua lainnya, menunggu dengan sabar perintah dari si bungsu diantara mereka.
"Haruka?"
"Hn???"
"Kau bilang tidak jauh dari apartemen Yuki-san." tegur yang tertua dari ketiganya. Ikut menoleh ke kanan dan kiri. Sesekali membalikan badan untuk memastikan si surai merah itu masih ada di dekatnya. Takut tiba-tiba hilang seperti yang sudah-sudah, dan pengalaman langsung dari member Idolish7, ia memustukan untuk mengulurkan tangan. "Nanase, pegang tanganku, nanti kau hilang," Mido Torao menghela nafas panjang. "Aku tidak ingin diterkam Kujou Tenn, atau teman-temanmu itu jika kau hilang."
Mendengar itu, Riku sama sekali tidak memiliki pemikiran negatif, atau tersinggung dengan kalimat Torao. Ia justru mencap member tertua Zool itu 'sangat baik' karena memperhatikannya.
"Uhm!!" Riku tidak sungkan menggandeng tangan Torao. Jujur, ia sendiri pun takut sekali terpisah. "Ano, Haruka, Haruka-kun, Isumi-san? Isumi-kun?" panggil Riku, belum pasti menggunakan panggilan apa untuk si center Zool. Sebab, mereka memang belum pernah berbincang lama. 'Beberapa saat' lalu hanyalah kebetulan yang mampu menyatukan frekuensi ketiganya. Ini kombinasi yang cukup langka. Nanase Riku dari Idolish7, dengan Mido Torao juga Isumi Haruka dari Zool.
Jika ketiganya bertemu wartawan atau penggemar mereka masing-masing, sudah pasti masuk ke dalam topik cukup menarik hingga masuk trending.
Namun untuk sekarang, alih-alih masuk media hiburan, mereka bisa saja diberitakan sebagai 'tiga anak hilang'.
"Uh..." Haruka berdehum sedikit panjang setelah mendengar Riku memanggilnya. "...Haruka saja cukup Nanase Riku...? Nanase-san...?" gumam Haruka malu-malu membalas panggilan Riku.
"Nanase-san juga tak apa Haruka, atau..." Riku mengetuk bibirnya. "Riku-nii, hehe."
"HIK!!" Haruka sempat tersedak air liurnya sendiri. "K-Kenapa dengan panggilan menggelikan itu!! Uh... lagi pula kita tidak begitu dekat!!"
"Awh... benarkah?" Riku memanyunkan sedikit bibirnya. "Padahal aku pikir kita sudah dekat hingga bisa keluar bersama dari apartemen Yuki-san untuk mencari acara hero itu..." bahu Riku sedikit terturun lesu.
Torao yang menyadari itu menyikut pelan lengan Haruka. "Oi, Haruka, bertingkahlah baik sesekali."
"Uh! Aku memang anak baik, Tora!!" protes Haruka, sambil mencubit balik lengan Torao. "Untuk sekarang, Nanase-san saja cukup. Kalau... hmm," Haruka menggaruk pipinya canggung. Maniknya melirik Riku ragu. "...kita sudah lebih dekat... akan kucoba... dengan Riku-nii..."
Mendapatkan respon positif membuat wajah Riku berubah sumeringah. Hiperbolanya, cerah mengalahkan mentari pagi!
"Arigatou, Haruka! Hehe," Riku reflek mengayunkan tangan yang juga digenggam Torao. Membuat Torao mengikuti ketukan langkah riangnya. Melompat-lompat seakan benar mereka melupakan umur asli dan situasi saat ini. Menjadi anak kecil itu menyenangkan!!
Entah mengapa, dua member Zool yang selalu berusaha mempertahankan image cool mereka, kini bisa bergerak dan berbicara lebih rileks.
"Aku ingin sekali dipanggil begitu, tetapi Tamaki dan Iori sangat tidak bisa diajak kerja sama!!" Riku menghentak kaki kuat. "Walaupun Tamaki memang memberikanku nama yang lucu, berbeda dengan Iori, huft, dasar anak kaku!! Aku juga ingin merasakan jadi kakak!!" Haruka dan Torao hanya tersenyum tipis mendengar ocehan center Idolish7 itu. "Oh," hingga Riku teringat tujuan awal mereka keluar apartemen Yuki. "Apakah kita sudah sampai Haruka??"
Ditanya tanpa aba-aba membuat Haruka kelabakan. "O-Oh itu... ano..." Haruka menghentikan langkahnya. "Sejujurnya aku lupa..."
"..."
"HAH?!!" pekik Torao, tanpa sengaja mencengkram tangan Riku terlalu kuat. Membuat si surai merah sempat meringis, namun tidak begitu mempermasalahkannya. "Jadi... setelah kita mengitari area ini kurang lebih 30 menit untuk sampai di acara hero yang kau bilang akan tutup, dan kita keluar setengah 12 malam agar bisa melihat dari displaynya saja... dengan mudahnya kau bilang kita bertiga tersesat?!!" protes Torao panjang lebar. "AKU BISA DI BUNUH KUJOU TENN!!" tegasnya, melirik Riku yang hanya... mengemut jempolnya seraya sedang berpikir.
"Hu-hu..." Haruka yang tiba-tiba saja dibentak oleh Torao merasa sangat ketakutan. Sisi anak kecilnya 'tersenggol' dalam. Membuatnya begitu sensitif setelah tubuh mereka menyusut. Masih menjadi pertanyaan besar tentang apa dan siapa yang menyebabkan mereka semua berubah menjadi anak kecil, namun... semua itu tetap tidak merubah fakta jika Haruka ingin... menangis.
"H-Huwaaaaaa!!!! TORA JAHAT!! JAHAAAT!!" tangis Haruka pecah di tengah kesunyian malam. Mengundang beberapa orang yang masih lalu lalang melirik mereka. Sebagian menyangka ketiganya anak hilang atau... pengemis, namun enggan membantu. "AKU JUGA TIDAK INGIN KITA TERSESAT!! H-H-HWAAAAAAAAA!!!" teriakan Haruka yang makin keras pun, menyentak kuat sisi kekanakan Riku juga.
Torao yang panik, semakin kalang kabut melihat mata Riku sudah berkaca-kaca. Khawatir semakin banyak menarik perhatian, Torao menyambar tangan Haruka dan menggandeng dua idol yang lebih muda darinya itu ke dalam WC umum.
Tidak butuh banyak obrolan basa-basi, Torao langsung menggunakan tisu di samping wastafel umum, membasahinya dengan sedikit air dan mengelap wajah kedua bocah yang baru berhenti menangis itu.
Haruka yang sudah cukup tenang dan... agak malu, karena menangis 'tanpa hal jelas', memberikan Torao tatapan sembabnya. "Kau... bisa mengurus anak kecil juga Tora..."
Torao menyunggingkan senyum sembari berkacak pinggang. "Hum! Hum!" dehumnya bangga, dada terbusung tinggi. "Sudah aku katakan, aku pernah merawat seekor anak anjing."
"Hmm... maksudmu Touma-san?" sahut Riku, mengucek kasar matanya yang memerah. Sedikit terkekeh mengingat wajah teman dari leader Zool-nya itu.
"Pfft!" Torao membuang muka, berusaha menahan tawanya meski berujung gagal.
Sedangkan Haruka sudah tertawa lebar hingga perutnya terasa sakit.
"Hahaha, aku rasa kita akan cocok Nanase," Torao mengacungkan jempolnya. "Candaan kita kurang lebih sama. Menyenangkan menjadikan Touma objek candaan."
"Kau hanya merasa beruntung bukan Tora??" Haruka mendengus. "Seharusnya itu posisimu, haha, kau lebih banyak celah untuk kita perolok."
"Ohhh ayolah Haruka!!" Torao sedikit merengek. "Kita satu tim sekarang, dukung aku untuk menjaga imageku!!"
"Image Mido-san?" Riku melipat lengan di depan dadanya. "Aku rasa sisi lucu Mido-san juga menarik ketimbang berusaha menjaga image cool. Hehe, biarkan orang tahu kau menyenangkan Mido-san," Riku memberikan Torao senyum riangnya. "Seperti sekarang."
"..."
"Woah..." Torao sempat tak berkedip menatap senyumannya. "...jadi ini efek 'fuwa fuwa' dari center Idolish7..." Torao lalu tiba-tiba saja menarikHaruka, menunjuk tepat ke arah mukanya. "Apa kau tidak ingin bertukar tempat dengan makhluk ini, Nanase? Zool akan menjagamu dengan baik."
"HEY!!" Haruka menjambak rambut Torao. "Aku juga bisa sakit hati ya!!"
Riku dan Torao tertawa geli melihat tampang serius Haruka. Sekalipun mereka tahu Torao hanya bercanda.
"Hehe, Mido-san hanya bercanda Haruka," Riku menarik tisu baru dari tempatnya. "Lihat ini, ingusmu jadi semakin banyak." kekeh Riku lagi, mengelap hidung mungil Haruka.
"U-Oh," Haruka menyedot masuk setengah ingusnya. "A-Arigatou Nanase... san..."
Selang beberapa menit, disaat Torao menurunkan Riku dan Haruka dari meja wastafel, dua remaja dewasa, perkiraan umur 20 ke atas masuk.
Keduanya cukup terkejut menemuka tiga anak kecil di dalam WC umum pada tengah malam. "Eh?"
Salah satu diantaranya, sempat celingukan. Mencari, apakah tidak ada orang dewasa di sekitar mereka. "Kenapa ada anak kecil di sini???"
Lelaki yang satunya, berjongkok. Memperhatikan wajah dan penampilan ketiganya lekat.
Torao dengan sigap menarik Riku juga Haruka kebelakangnya. Instingnya mengatakan... ini tidak akan bagus.
Alias, sesuatu yang buruk akan terjadi.
Sialnya, lelaki yang sedang berjongkok itu, menyadari pakaian mahal yang dikenakan Torao. Lengkap dengan beberapa logo brand ternama dan bernilai fantastis.
Lelaki itu berdehum, entah mengapa ada senyuman licik terukir pada wajahnya. Ia bangkit dan berbisik ke temannya, "Mereka sepertinya anak orang kaya," wajah temannya berubah sumeringah. "Mau 'bermain'? Aku yakin kita akan mendapatkan bayaran tinggi jika menyembunyikan mereka beberapa hari."
"Bagus, aku memang sedang butuh uang." lelaki yang berdiri tepat didepan pintu WC mulai menutupnya rapat. Mengunci, dan berjalan mendekati tiga bocah itu. "Apa kalian tersesat? Mau ikut dengan Onii-san?"
Torao dengan dengusan, menepis tangan lelaki yang terulur itu, "Jangan kau pikir kita dungu, Oji-san."
"O-Oji-san?!"
"Kami tahu kalian ingin melakukan hal buruk." tembak Torao, membuat kedua lelaki itu sempat tersentak.
"...ah..." Lelaki yang awalnya berjongkok mulai menekuk buku-buku jemarinya. "Oh, ya, tentu saja anak orang kaya selalu pintar. Mereka mendapatkan pendidikan terbaik."
Riku dan Haruka semakin memudurkan langkah, sedangkan Torao merentangkan tangan supaya kedua lelaki itu tidak mendekati mereka.
"Sebenarnya aku tidak ingin menggunakan cara kasar, tetapi..." dua lelaki itu bersiap untuk membawa mereka semua. "...kau tidak memberikan kami pilihan...!!!" mereka mulai menarik paksa tangan Torao. Membuatnya meronta dan menendang ke segala arah. "Sialan!! Kalian akan malu jika tau ayahku siapa!!"
"Hm???"
"Wajah kalian berdua bahkan akan dicakar habis sama penggemarnya!!"
"Penggemar??"
"Memangnya... siapa ayahmu??"
Torao yang kelabakan reflek menyebut namanya sendiri. "Mido Torao!!"
Kedua lelaki itu terbelalak. Menatap Torao seakan ia adalah ladang pundi-pundi uang. "HEHH?! Mido Torao dari Zool??"
"Bukankah grup mereka sedang hits???"
"Oi... jika dilihat-lihat anak ini memang mirip."
"Tapi... bukannya Mido Torao belum menikah?? Apakah anak ini, anak.... oh." Kini kedua lelaki itu saling melempar senyuman 'penuh makna'.
"Ini akan masuk ke dalam skandal besar bukan?? Kita bisa menjual informasi ini ke media masa!!"
"Ini akan trending di mana-mana," lelaki lainnya terlihat semakin antuasias."Dan kita tidak perlu berurusan dengan polisi perkara penyekapan! Okeh! Kita ganti rencana!! Foto saja anak ini sebagai bukti!!"
Sadar dengan apa yang dikatakan dapat membuat nama Zool tercoreng, Torao masuk ke dalam fase panik. "Tidak!! Tunggu! Itu tidak benar!! Aku hanya bercanda!!"
"Haha!" salah satu lelaki menarik Torao lebih kuat dari sebelumnya. Membuat tubuh mungil itu terbanting ke lantai sebab tak dapat menyeimbangkan diri. "Sekarang sudah terlambat untuk mengelak!!"
"Ihhhh!!!" Riku mengepalkan tangannya erat. Mengarahkan langsung pada dua lekaki yang sedang menahan pergerakan Torao. "Jangan macam-macam ya! Nanti aku laporin ayah aku, huh!!" ancamnya, meski... tidak memberikan rasa takut sama sekali. Ia justru semakin dilihat sebagai 'objek' dengan nilai jual yang tinggi karena menggemaskan.
"Hooo?" lelaki itu mendengus. "Siapa ayahmu?"
"KUJOU TENN!!" Riku reflek menjadikan nama kakaknya sendiri tameng.
Dan...
...memancing kehebohan lebih parah lagi.
"KUJOU... TENN???!"
"CENTER TRIGGER?!!"
"Iyap!!" angguk Riku bangga. Sedangkan Torao menatapnya horor. Mengapa Riku jadi mengikuti kesalahannya? Anak itu seperti burung beo yang meniru apapun dengan cepat! Dan itu berbahaya!!!
"Hey!! Hey!! Informasi ini lebih gila lagi!!" Lelaki itu kini mengganti arah kameranya pada Riku. Mengambil gambar sebanyak yang ia bisa. "Kita harus segera menjual informasi ini!!"
"Eh...?" Riku mengerjap bingung. "Apa yang mau disebar??"
Torao membenturkan keningnya ke lantai. "Mati aku..." gumamnya pasrah.
"Bukankah TRIGGER bisa hancur jika begini??" tanya lelaki lainnya, menyikut lengan temannya. "Biarkan! Apa pedulimu?? Yang penting kita dapat uang!" mereka lalu menggulir bola mata ke arah anak terakhir yang masih menempel pada sudut ruangan. Tubuhnya bergetar takut. "Oh... dan kau? apa ayahmu juga seorang yang terkenal??"
"Eto..." Haruka memainkan ujung bajunya gelisah. "...tidak tahu..."
"..."
"Hmm..."
"Kita tinggalkan saja anak ini, tidak bermanfaat."
Haruka yang mendengar itu pun, tersinggung bukan main.
"JANGAN MAIN-MAIN YA!!" Haruka berani memukul pintu bilik di sampingnya kuat agar bisa menarik perhatian mereka. "A-AYAHKU IDOL TERKENAL... ZERO!!"
"..."
"HUWAAAHH!!!" Pekik kedua lelaki itu. Mata mereka seakan berganti warna menjadi hijau. "KITA PASTI KAYA JIKA MENJUAL INFORMASI INI!! CEPAT FOTO MEREKA BERTIGA!!"
Haruka dan Torao saat ini... hanya dapat mengutuk diri mereka masing-masing. "Mampus kita..."
Sedangkan Riku... malah senang difoto dan ia berpose riang.
.
.
.
Random Days : Idolish Kids
by : nshawol566
Rated : 13+
Disclaimer : Bandai
⚠️BUKAN BXB
.
.
.
-Beberapa saat lalu-
Tawa riang dan sapaan halus seketika sirna, sesaat manager TRIGGER malam itu tak sadarkan diri. Tiga idol asuhnya adalah orang pertama yang mendekatinya.
Diikuti oleh Yuki, Momo dan Yamato. Sedang sisanya melipir untuk memberikan ruang.
"Oi, Anesagi," Gaku berjongkok seraya menepuk-nepuk pelan pipi Anesagi. "Kau baru bangun sudah tidur lagi." keluhnya dengan helaan nafas.
"Bocah soba," Tenn mendengus kasar. "Bisa-bisanya kau bergurau disaat orang lain pingsan." ketus center TRIGGER. Nada yang biasa ia lontarkan itu sukses mengalihkan perhatian sekitar dari Anesagi, langsung pada dirinya. "Tenn...?" Ryuu menepuk bahu Tenn. "Kau sudah normal?"
Tenn mengernyitkan dahi, "Apa maksudmu Ryuu?" ia mencoba mengingat apa yang membuat Ryuu bertanya demikian.
"Beberapa saat lalu kau bertingkah sepenuhnya seperti anak kecil." sahut Yamato sembari membantu Gaku merebahkan kepala Anesagi pada bantal. Tidak memindahkan manager TRIGGER itu karena... ya... tidak ada yang sanggup untuk saat ini mengangkat beban lebih dari tubuh mereka, termasuk Ryuu dan Torao.
"Ah... maaf," Tenn meringis geli jika mengingat kelakuannya sendiri beberapa saat lalu. "Aku sebenarnya sadar bertingkah kekanakan, tetapi tidak dapat menahan apa yang akan aku lakukan setelahnya. Ada perasaan aneh, seperti... kesal pada hal-hal kecil--"
"--kau memang selalu kesal sejak awal, apa yang berbeda?" putus Gaku, belum membaca situasi jika Tenn sedang memberikan informasi penting pada lainnya.
Belum sempat Tenn melayangkan pukulan pada kepala Gaku, Yuki sudah bertindak menggantikan dirinya. Ditariknya telinga Gaku untuk kedua kalinya. "Gakyun, jangan sampai aku memberikan panggilan baru untukmu."
"Hik!" Gaku tersentak, menggeleng tegas. "T-Tidak Yuki-san hehe, aku diam!!"
Momo hanya menggulum senyum melihat tingkah kouhainya itu. "Selanjutnya apa Tenn?" sambung Momo, menoleh ke arah Tenn lagi.
"Hmm, jika aku boleh memberikan hipotesis..." Tenn mengetuk-ngetuk dagunya yang ditangkup oleh tangan. "Memang benar usia asli kita mempengaruhi, dan efeknya rentan untuk kita yang minor. Bisa dikatakan 50:50. Terkadang kita terkena efeknya penuh, dan beberapa saat kemudian kita normal dengan jiwa dewasa ini."
"..." mereka diam untuk sesaat, belum merespon perkataan Tenn. Mencoba mencerna setiap kata yang baru diujarnya.
"Bagaimana menurutmu Yuki?" Momo melipat lengan di depan dadanya. "Tenn mengatakan hal sesuai apa yang ia rasakan dan amati."
"Aku rasa, ini sudah cukup menjelaskan situasi kita saat ini," Yuki menepuk-nepuk pelan bahu Tenn yang telah berhasil menemukan secercah titik terang untuk kondisi mereka. "Walaupun, kita belum tau apa yang memicu efek dari 'tingkah kekanakan'. Sekarang, kita lebih berhati-hati saja menjaga para minor."
Mendengar perkataan Yuki, mereka mengangguk patuh. Menyetujui langsung saran dari idol tertua di antara mereka.
"Jadi apa yang akan kita lakukan setelah ini, Yuki-san?" sahut Ryuu, sesekali melirik beberapa anak yang tengah berlarian. Mayoritas idol minor.
"Tidak banyak, Ryuunosuke-kun," Yuki tersenyum kecil. "Kita tunggu dulu manager yang lain, sekarang istirahatlah dulu."
Melipir sedikit ke sisi lain dapur, Tamaki versi mini tengah dalam fase merengeknya. Tamaki umur asli saja sudah dapat membuat member lainnya tepuk jidat. Kini sudah terbayang jelas sejak awal bagi Mitsuki, akan seperti apa menghadapi bocah bongsor di depannya ini.
"Mikki..." Tamaki berguling di lantai. Pipinya menempel penuh pada lantai dapur. "...ou-sama pudingku manaaaaa..." tanyanya, terhitung sudah lima kali ia meminta sejak Anesagi pingsan dan Tamaki memilih mengikuti Mitsuki yang tengah membuatkan teh untuk yang lainnya. "...MIIIIKKKIIII..." Tamaki mengeraskan suaranya, kesal ketika Mitsuki lebih memilih mengelap cangkir ketimbang menggubris pertanyaan 'pentingnya'. "Ihhh!!" Tamaki membalikan badan, memposisikan diri menjadi tengkurap. Tangan terkepal dan ia mulai memukul-mukul lantai. "JAWAAABBB MIKKIII!! PUUUDINGKU MANAAAAAAAAA!"
TAK!
Tamaki tersentak.
Rengekannya sontak berhenti, begitu ia mendengar benturan keras antara pisau dengan talenan. Pasalnya, Mitsuki saat ini sedang memotong daun mint untuk dicampurkan ke teh.
"M-Mikki?" Tamaki yang penasaran mulai bangkit dari posisinya, dan berjalan mehampiri Mitsuki.
TAK!
Sekali lagi, Tamaki mengedar bunyi 'horor' itu. Dengan langkah ragu, Tamaki berjinjit, untuk melihat jelas apa yang sedang dilakukan Mitsuki. Namun, sebelum Tamaki dapat melangkah lebih jauh, ia mendengar gumaman Mitsuki...
...yang mengerikan.
"...hari buruk, kita menyusut, Anesagi-san pingsan... Tamaki berisik... belum pernah kelilipan pisau ya... anak itu... ha ha..." Mitsuki menyunggingkan senyum.
"Hik!!???" Tamaki terperanjat. "U-UWAAHHH...!!!" salah satu idol MEZZO itu lari ketakutan mendengar perkataan Mitsuki. "RYUU-ANIIKIII...!!" menghampiri orang terdekat dan memeluknya erat. "RYUU-ANIKII!! MIKKI KESURUPAN SOU-CHAN!!"
"Heh?" Ryuu mengerjap, cukup bingung dengan apa yang dikatakan Tamaki, namun tidak menolak pelukan brutal salah satu member bontot Idolish7 itu.
Di sisi lain, Iori yang entah mengapa ditugaskan menjaga Sougo dan Nagi pada pojok ruangan mulai menghela nafas panjang. Merasa aneh setelah jiwa kekanakannya bangkit dan terus mengutuk, orang, dewa, atau makhluk apapun yang membuatnya menyusut hingga sempat ternistakan beberapa saat. Iori lalu melirik ke arah dua sanderanya.
"Hah... seandainya Rokuya-san, dan Osaka-san bisa menjaga diri, kalian pasti tidak akan diikat." ujarnya, menggeleng pelan.
"Ouuuhh, ini tidak adil Iori!!" Nagi merengek sambil membenturkan sisi kepalanya ke dinding. Mengangkat kedua tangannya yang masih bertaut. Terikat tak dapat bebas. "Kenapa Natsumeshi dibebaskan! Padahal dia mengatakan hal yang mengerikan! Sedangkan aku hanya berusaha mencari my waifu!! Uhhh!" Nagi memajukan bibir beberapa senti. "Dan kalau dipikir-pikir, Sougo juga tidak salah!! Ia hanya membela Tamaki!! Bebaskan kami desuu!" tegas Nagi, menghentakan kakinya ke lantai. Layaknya pendemo yang sedang memprotes suatu hal penting.
Iori yang melihat tingkah Nagi saat ini, hanya dapat menyimpulkan jika jiwa kekanakan pangeran Northmare satu itu sedang 'Aktif'. Alias persis sama dengan apa yang Iori alami beberapa waktu lalu. Iori pun hanya menghela nafas panjang, dengan tangan mungilnya menepuk-nepuk sudut kepala Nagi, berusaha menenangkannya. "Rokuya-san, sudah jangan merengek. Cocona...-san..." Iori meringis sesaat berucap nama karakter loli itu sangat formal. "Baik-baik saja, aku dengar Nii-san sengaja menyimpannya agar tidak hilang."
"Huh??" Nagi mengerjap, entah mengapa matanya tiba-tiba saja membulat panik. "Mitsyuki... menyimpan... my waifu...? Mitsyuki... mencuri Cocona dariku... Mitsyuki... love rival?? Mitsyuki... PENJAHAT CINTA!! COCONA SELINGKUH DENGAN MITSYUKI!!! DAMN!!!" Nagi mulai meronta, mencoba melepaskan diri. Bangkit dan mengarahkan tubuh penuh pada Mitsuki yang baru berjalan dari area dapur.
"Rokuya-san...!!" Iori sontak memeluknya kuat, berusaha menahan segala pergerakan wibu akut dari Northmare itu. "Osaka-san! Bantu aku!!" mohon Iori, melirik Sougo yang menegakan tubuhnya.
"Iori-kun..." Bukannya merespon cepat lirih seorang Izumi Iori, Sougo justru menguap. Matanya terpejam beberapa saat, ketika tubuhnya merileks dan santai. "...gomene, aku kurang bersemangat setelah pisauku diambil..." ujarnya, dengan tangan yang masih terikat, Sougo menyandarkan kepala penuh pada dinding. Seakan tidak mempermasalahkan kondisinya saat ini. "...kau urus saja Nagi-kun, sedangkan aku... ingin tidur..." begitu kalimatnya terhenti, Sougo benar 'meninggalkan' Iori yang kesusahan dalam lelapnya.
Sumpah.
Iori ingin sekali belajar memaki dari ahlinya.
Mengapa Sougo tidak mempedulikan sekitar?
Mungkin salah satu member MEZZO itu terlihat sangat acuh dan kalem, seperti di masa kecilnya?
Dan saat ini Sougo telah dikendalikan oleh jiwa kekanakanannya yang aktif.
Mitsuki yang menyadari adik tercintanya sedang kesusahan menahan Nagi pun berlari mendekati mereka. "Iori--"
"--Nii-san, berhenti!!" Namun, dengan lantang Iori menggagalkan niat 'mulia' nan 'tulus' kakaknya itu. "Jangan mendekat!!"
Sesaat mulut Iori tertutup rapat kembali, Nagi menggeram ke arah Mitsuki yang masih mencoba mencerna keadaan di depannya. "You!! HOW DARE YOU TOUCH AND STOLE MY WIFE?!! I thought we are friend Mitsyuki!! You--uhk!!!"
"..."
"Fiuh, selesai," Mitsyuki meniup panci yang selama ini di genggamnya. Tersenyum ramah ke arah adiknya yang menatap horor tubuh Nagi. Tergeletak tak berdaya setelah Mitsuki memukul sudut kepalanya. "Ayo sini Iori, aku membuat cemilan untuk kita. Oh, ada teh juga." infonya santai, tak melirik sama sekali Nagi yang mengerang menahan sakit begitu setengah kesadarannya kembali.
Iori meringis ngeri, "N-Nii-san... Rokuya-san itu... ouji--"
"--kau ingin mengatakan sesuatu Iori?" putus Mitsuki pada kalimat Iori. Membalikan badan sembari memijat tengkuk lehernya yang kaku setelah 'membius' Nagi dengan panci.
"A-Ah," Iori kelabakan, terkekeh... takut. "T-Tidak, N-Ni-san... Y-Yay... cemilan!!"
Canggung Iori berlari kecil.
Teringat pada cerita Riku beberapa waktu lalu.
Mitsuki tidak segan menendang dua orang yang menculik dan menyekap Tenn.
Riku bahkan bilang, Mitsuki seperti kapten amerika yang kemasukan... tupai...?
Ya.
Karena Mitsuki terbang... lalu menendang musuh.
Awalnya Iori tidak percaya kakaknya yang imut, lucu, menggemaskan dan kecil--sedikit tidak tinggi... itu bisa sangat brutal.
Namun... Iori kini melihatnya sendiri.
Dan tidak akan mencoba melakukan hal apapun yang dapat membuat Mitsuki marah lagi.
Di sisi lain ruangan, dua member Zool melihat secara jelas--live broadcasting--pembunuhan di area TKP tersebut. Pemukulan terhadap seorang pangeran. Bisa dikatakan masuk ke dalam pembunuhan berencana.
Haruskah... mereka memberitahukan polisi?
"Uh..." Touma menyikut lengan Minami dan mendengus kasar. "Kau pasti merasa beruntung masuk ke Zool bukan, Mina??"
Tidak langsung merespon perkatannya, membuat Touma menoleh ke arah Minami. Mengernyitkan dahi sesaat melihatnya menuliskan sesuatu pada secarik kertas.
"Oi?" Touma mencoba menarik perhatian Minami sekali lagi. "Hm?" beruntung, lelaki cantik itu berhasil membuyarkan fokusnya untuk Touma.
Namun sayang, Touma sudah tidak ingin melanjutkan obrolan sebelumnya. "Lupakan," ujarnya menghela nafas dalam. "Lagipula... kau sedang apa?"
"Mencatat," Minami melirik beberapa kali pada tubuh pangeran Northmare yang masih tergeletak, lalu kembali meggoreskan tinta pada kertas itu. "...dari hari, tanggal dan waktu kematian Rokuya-san."
Touma menatapnya datar. "Mina... dia... belum mati..."
"Hmm," dehuman Minami mengiringi maniknya bergulir sekali lagi. Mengamati dan memperhatikan gerak ujung kaki dan tangan Nagi. "Oh, oke. Sekarat." dan mengganti status dari pangeran Northmare itu.
Touma menggeleng pelan, memang seluruh member grupnya itu memiliki personaliti yang berwarna-warni. "Terkadang... aku lupa jika kau sama saja dengan yang lainnya..." desahan yang semakin berat itu kembali lolos dari mulut perawakan anak kecil. "...agak... aneh."
"..."
Touma, cukup lama menunggu respon Minami. Tetapi, pada akhirnya ia berpikir jika Minami tidak mendengar keluhnya.
Namun ternyata...
...justru telah terjadi 'hal tidak biasa' di dalam diri Minami. Dan nantinya, berimbas pada Touma sendiri.
"Sampah masyarakat."
"Huh??"
"Hentikan mulut kurang ajarmu itu bergerak, Inumaru-san."
Ketus dan tegas suara Minami sontak menyentak kedua bahu Touma.
Secara tiba-tiba Minami melemparkan tatapan sinis. Meskipun ia memang selalu seperti itu, namun kali ini berbeda...
...Minami seakan jijik berdekatan dengan leadernya sendiri.
"M-Mina...? Apa yang kau--"
"--huh, ini sebabnya aku tidak diizinkan bermain dengan anak kampung."
"K-Kampung?!!" Touma mendelik bingung. Alisnya sudah bertaut dalam saking herannya dengan tingkah Minami. "O-Oi, Natsume Minami--"
"--Jangan bicara padaku!!" sekali lagi, Minami memotong perkataan Touma. Dengan dramatis, lelaki satu itu mendengus sembari membalikan badan. Memberikan Touma punggung dinginnya. "Aku tidak diizinkan berbicara dengan orang asing yang kampungan!!"
"Hey!!" Touma mulai meninggikan suaranya kesal. "Aku Inumaru Touma!! Leadermu dari Zool!! Dan..." ia menggeram ke arah Minami. "...aku tidak kampungan!! Aku pernanhnya tinggal di desa bukan kampung!!" Touma... yang biasanya 'cukup' sabar menghadapi segala ledekan membernya itu kini tersulut emosi. Ia mendorong Minami hingga mundur beberapa langkah.
Minami sendiri tidak begitu mempermasalahkan fakta jika ia didorong oleh leader Zool itu, tetapi... lebih pada hal lainnya.
"Iuuuuh!!" Minami mengibaskan tangan, menepis tangan Touma yang awalnya masih berada pada bahunya. "Jangan sentuh aku dengan tangan dekilmu itu!!"
"D-Dekil?!!" Touma menghentak kuat. Wajahnya memerah menahan malu. "Tanganku tidak dekil...!! Mungkin hanya sedikit kotor!"
"Uh... bakteri," Mendengar itu Minami membuang muka, memeluk dirinya sendiri. Merasa sangat geli--bahkan hanya dengan melihat Touma. "...virus, amuba, protozoa, plankton, cacing kremi..." Minami masih terus menggumam berbagai sel dan makhluk hidup lainnya yang dirasa menjijikan.
Tidak menyadari, jika wajah Touma sudah dipenuhi kerutan. Matanya berair dan bulirnya akan segera jatuh. Bibirnya bergetar, beberapa kali terbuka seperti ingin mengatakan sesuatu, namun... sedih yang teramat membuatnya tidak mampu.
"A-Aku... bukan... pembawa penyakit..." Touma mencengkram kuat ujung bajunya. Setetes demi setetes bulir air mata 'tambun' itu jatuh membasahi pipinya. "...uhh...hhu..." isakan tangis mulai lolos dari bibirnya.
"Hum?" rengekan Touma saat itu membuat Minami menoleh kembali ke arahnya, melihat leader Zool itu dengan dengusan mengejek. "Anak cengeng."
"...?!!!?"
"Huh...huuuuuu...." Minami seakan memencet tombol kesabaran Touma. Perkataan terakhirnya membuat Touma menarik nafas panjang dan... "HUWAAAAA...!!!!" menangis kencang.
Hingga menarik perhatian dua seniornya.
"Oh! Oh!! Ada apa???" Momo dan Ryuu berlari mendekati mereka.
"M-Mina bilang aku dekil, anak kampung dan seperti cacing kremi...!!" adu Touma, layaknya balita sesaat melihat Ryuu. Ia pun langsung membenamkan wajahnya pada perut rata Ryuu. Mencoba mencari perlindungan dari 'anak' yang lebih tua.
Ryuu yang masih belum mengerti situasi yang ada, hanya dapat mengelus punggung kecil Touma. Berusaha menenangkannya. "Minami-kun??" lalu menoleh ke arah Minami yang masih menatap Touma angkuh.
"Jangan salahkan aku," Minami mengangkat kedua tangannya tinggi. "Itu memang fakta, ia dekil dan buluk. Dasar tahi lalat berjalan."
"Huh?!!!" Touma menatap Minami tak percaya dengan linangan air mata. Bak deras rintik hujan, bulir-bulir itu semakin banyak berjatuhan. Ryuu dan Momo pun dibuat panik. Ryuu reflek mengangkat Touma dan menggendongnya. Menepuk pelan bokong gempalnya, selayaknya anak kecil yang mengenakan popok. "Hush, hush," desus Ryuu mencoba meredakan tangisan Touma. "P-Padahal aku setiap hari mandi..." gumam Touma, melingkarkan tangan berisinya pada leher Ryuu. Mendusel mencari posisi nyaman. "Hush, hush, tak apa Touma-kun, Minami-kun mungkin sedang dalam suasana hati yang buruk." jelas Ryuu, lalu mengalihkan pandangan langsung pada Momo yang mengusap pelan kepala Minami. "Momo-san... mungkinkah... mereka...?"
Momo mengangguk, tanpa perlu Ryuu menyelesaikan kalimatnya ia sudah mengerti. "Jiwa kekanakan mereka bangkit," Momo menghela nafas panjang. "Aku rasa tidak menutup kemungkinan kita semua bisa bertingkah seperti anak-anak juga Ryyu, hanya saja... waktu dan intesitasnya berbeda."
"Begitu..." Ryuu mengangguk mengerti. Cukup gelisah sebab tahu fakta jika ia bisa saja kehilangan sisi dewasanya untuk beberapa saat.
Di tengah pikirannya yang mulai semerawut itu, Ryuu merasakan pergerakan dari 'objek' yang digendongnya.
"A-Ano..."
"Ah," Ryuu memberikan Touma senyuman lembut sesaat 'anak' yang lebih muda darinya itu menegakan kepalanya. Memberikan Ryuu tatapan sembab. "Touma-kun."
"B-Bisa kau turunkan aku sekarang, Tsunasi-san?" Touma meringis, menahan semburat merah yang sudah habis menjalar dari leher hingga ke ujung daun telinganya. "Rasa malu ini bisa merusak mentalku."
"..."
Ryuu dan Momo seketika langsung beradu pandang.
Senyum keduanya pun sontak merekah. "Ohhhh, kau kembali...!!" sorak mereka bersamaan.
Ryuu mulai menurunkan Touma, memberikannya tepukan pelan pada kepalanya, tanpa memudarkan senyuman hangatnya. "Syukurlah hanya sebentar, haha."
Kini, Touma yang masih dilanda rasa malu dan... trauma... berjongkok. Meringkuk layaknya anak kecil. Menutup wajahnya yang memerah dengan kedua tangannya. "Ini... m-memalukan... maafkan aku Tsunasi-san."
Bukannya merespon permintaan maaf Touma, Ryuu justru terkekeh dan Momo mentowel-towel pipi lelaki bersurai marun itu. "Awhhh, kawaii neee, kau bisa menggemaskan juga, Touma."
"Uhuk," Touma tersedak air liurnya sendiri begitu mendengar perkataan Momo. "Aku mau... mati suri saja."
Tiba-tiba saja, Touma merasakan tarikan dari ujung bajunya. Ia pun menoleh langsung. "Inumaru-san," Minami memberikan Touma tatapan penuh penyesalan. Dengan wajah manisnya itu, sukses membuat tiga idol lainnya gemas. "Maafkan aku, ternyata efek ini susah dikendalikan."
Touma mengangguk penuh pengertian, tersenyum kecil ke arah Minami yamg masih merasa bersalah. "Iya, tak apa."
Ryuu tersenyum semakin lebar, ditengah rentetan kejadian 'aneh' saat ini, hatinya merasa hangat melihat semua orang masih saling merangkul satu sama lain. "Maa, maa, sekarang kita ke meja tengah dulu. Mitsuki-kun sudab membuatkan kita cemilan dan teh." ujarnya, mendorong pelan Touma dan Minami bersamaan.
Ryuu memang berpikir bahwa kondisi mereka mungkin tidaklah terlalu buruk, namun... tidak dengan situasi yang akan terjadi selanjutnya.
Ketika mayoritas idol yang menyusut itu berkumpul di area tengah, tiga diantaranya lebih memilih melipir...
...mereka 'nyaris' tenggelam dalam jiwa kekanakan itu sepenuhnya.
Si surai merah dari Idolish7 itu berlari kecil begitu melihat Haruka sedang melipat-lipat selimut yang ia ambil dari kamar Yuki.
Hal yang tidak biasa itu, tentu saja menarik perhatian Nanase Riku, salah satu idol paling penasaran akan sekitarnya.
"Uh-oh," Riku berjinjit setelah berhasil mendekati Haruka yang masih berkutat dengan selimut Yuki itu. Ia tidak ingin menginjak apalagi mengganggu niat awal Haruka--yang entah ingin apa. "Apa kau sedang bermain kemah-kemahan?"
Haruka yang memang sudah menyadari kehadiran Riku menggeleng pelan sebagai respon. "Tidak," ia lalu menarik ujung masing-masing selimut, dan mengalungkannya pada lehernya sendiri. Setelahnya, mengikat dan mentautkan ujung selimut menjadi sebuah simpul umum. "Ini jubah hero!!!"
"WAHH!!" Riku menatap kagum Haruka yang tengah berpose dengan mebgangkat satu tangannya ke atas, sedang lainnya berkacak pinggang. "Herooo!! Aku juga mau punya jubah hero!!"
"Uhh," Haruka menggaruk sisi pipinya bingung sebagai respon canggung. "Aku hanya menemukan satu selimut ini saja..." Ia menggembungkan sedikit pipinya seraya berpikir. "Haruskah aku meminjam (--mencuri--) dari lemari Yuki-san...?" gumamnya.
"Yah..." bahu Riku sontak terturun lesu. Wajah riangnya berubah sendu. Alisnya pun bertaut dalam, bibir melengkung ke bawah. Menghilangkan seluruh senyumnya. "...aku juga ingin jadi hero..."
"Hmm, kalau tidak salah..." Haruka menole ke arah sebuah jam digital dengan tanggal dan hari pada sudut ruangan apartemen Yuki. "Besok acara terakhir dari event hero, ada banyak kostum hero di sana, mau pergi??"
"Eh?" Riku mengerjap, "...pergi sekarang??? Di tengah malam seperti ini??"
"Un!" Haruka mengganguk riang.
"Ehhh, haruskah...? Apa kita diperbolehkan keluar??" Riku melirik idol lainnya yang tengah berbincang ringan. "Hmm..." Riku berpikir untuk beberapa saat, dan sisi kekanakannya pun berhasil menang. "Ikou!!!"
Haruka ikut mengangguk, dan langsung menarik tangan Riku. "Cepat, sebelum yang lain lihat--"
"--kalian ingin kemana??"
"Huh!!" Riku dan Haruka tersentak tinggi. Sudah sangat takut jika Yuki, Touma, atau Tenn yang menghadang mereka. Namun ternyata...
"...Uh?? Tora...!! Hushh...!!" Haruka menarik kerah baju Torao dengan kuat. Sembari satu tangannya mendorong pintu apartemen. Riku yang bingung harus melakukan apa hanya mengikuti langkah keduanya dari belakang. "Jangan berisik, nanti kita ketahuan!" protes Haruka berdesus.
Torao mengernyitkan dahi, "Kau yang meninggikan suara," ia lalu mendengus. "Jadi... kalian ingin kemana??"
"Oh, kita ingin ke acara hero Mido-san." sahut Riku, membenarkan sepatunya yang 'secara ajaib' ikut menyusut sesaat tubuh mereka mengecil.
"Hero??" Torao mengerjap, tatapannya berubah antusias dalam seketika. "Benarkah??? bolehkah aku ikut??"
"Cih," Haruka berdecak, "Kau tadi yang nemperolokku ketika ingin menjadi hero!! Sekarang kenapa malah ingin ikut??"
"Hehe, aku perlu menjaga imageku di depan idol lainnya, Haruka..." Torao meringis dengan senyuman kecil. "... "Jadi... ayo berangkat???" cengir Torao.
"Ayok!!!"
.
.
.
Beberapa saat sudah berlalu, para idol yang masih berada di dalam apartemen mulai lelah dan segera ingin tidur kembali--setelah pingsan--berusaha menemukan tempat ternyaman untuk merebahkan tubuh.
Terlebih... Anesagi yang belum sadar juga dari pingsannya membuat mereka sendiri lupa keberadaannya.
Para leader dari masing-masing grup pun, mencoba mengabsen member mereka. Dan akan membagi area tidur sesuai besar tubuh mereka.
Yuki dan Momo, selaku idol senior dan yang tertua menghitung secara keseluruhan.
Dan...
...kening mereka seketika mengkerut. Kejadian 'heboh' baru akan segera terjadi, bahkan sebelum mereka berhasil terpecah menjadi beberapa grup.
"Tunggu, tunggu, tunggu..." Momo berhasil mengalihkan seluruh perhatian mereka. "Kenapa... jumlah kita berkurang...!!!"
"Hah??"
"Hm?"
"Kita baru akan menghitung... Momo-san."
"Tidak perlu!! Aku sudah menghitungnya, kita kehilangan... tiga orang!!"
"Mungkin di toilet atau di kamar--"
"--APA ADA YANG HILANG?!!" belum sempat mereka beradu informasi tambahan, pekikan suara Anesagi yang melengking tinggi membungkam habis mulut masing-masingnya. Sosoknya seketika bangkit dari tidurnya. Menatap lekat para idol tengah menyingkir darinya begitu melangkah. Memberikan area luas untuknya berjalan mendekati Momo. "Tidak... boleh ada yang hilang... manager kalian bisa membunuhku!!" Anesagi lalu memperintahkan semua idol untuk berdiri sesuai dengan grupnya. "Satu... dua... tiga... ah... TRIGGER lengkap," Anesagi mengelus dada. "Aku tahu kalian bukan trouble maker." matanya lalu bergulir pada dua senior Revale. "Tentu saja kalian lengkap, orang dewasa seperti kalian tidak gemar masuk ke dalam masalah." dengusnya. "Selanjutnya... Zool... satu, dua... eh??" kening Anesagi mulai berkerut. "Satu.. dua?? Oi, kemana yang dua lagi???" tegas Anesagi pada Touma selaku leader Zool.
"Haru... Tora..." Touma menepuk keningnya sendiri. "Kenapa diantara banyaknya orang harus mereka berdua!!"
"Uh, oh..." Mitsuki meringis melihat kondisi Touma yang memiliki stress akut. "Apakah mereka trouble maker sekali Inumaru??"
"Hmm... lumayan... kenapa??"
"..."
Seluruh member Idolish7 kini terlihat gelisah.
"Ano..." Yamato terkekeh pahit. "...orang ketiga yang hilang ada di grup kami dan dia... super duper legend dalam hal magnet trouble maker..."
Semua terdiam.
"Jangan-jangan..." Tenn menatap horor grup Idolish7.
Dan mereka semua mengangguk, membenarkan tebakan Tenn, meski belum terucap. "Riku/Rikkun/Nanase-san."
"..."
"AHHHHHHH!!!" Anesagi mengacak rambutnya kasar--menjambak--hingga kulit kepalanya sudah menjerit. "SUDAH KUDUGA MENJAGA KALIAN--selain TRIGGERku--AKAN SANGAT MEREPOTKAN!!" Anesagi menyambar jaket yang sempat ia sampirkan ke sebuah sofa lalu mengenakannya. Bergerak cepat menuju pintu. "Aku akan mencari tiga bocah badung itu! Kalian tunggu di sini!!"
"Kami ikut!!!"
"Gila kalian!!" Anesagi berteriak murka. Wajahnya sudah sangat kusut, dengan mata merah dan kantung mata menebal menatap mereka lekat. "Jangan menambah kerusakan pada sel kulitku yang sehat, huh!! Dengan kondisi kalian saat ini bertemu publik hanya akan menambah masalah!! Kalau ada reporter bagaimana?!! PIKIRKAN BAIK-BAIK!!!"
Anesagi, sialnya, masih terus meracau tanpa henti. Bahkan meski Gaku sudah membuka lebar pintu apartemen Yuki untuk bisa 'menendangnya keluar', manager TRIGGER itu maih mengoceh.
"Inumaru-san."
"Mina..."
Minami menepuk pelan lengan Touma, "Jangan kawatir, meski terlihat sedikit bodoh, Mido-san nyatanya cukup..." ia menjeda kalimatnya beberapa saat. "...bisa diandalkan..." ia meringis menahan rasa gelisah. "...mungkin."
Bukannya menjadi lega, Touma justru semakin dibuat khawatir. "Kenapa kau sendiri ragu mengatakan itu, Mina!!" Touma menggeleng gelisah, "Semoga Tora bisa menjaga keduanyanya..."
Terlalu lama menasehati para idol itu, membuat Anesagi terlambat pergi. Alhasil, empat sosok lain yang awalnya pergi... kini kembali.
"Anesagi-san, tadaima."
Suara Banri yang pertama kali didengar mereka, menciptakan ketegangan baru.
Gaku dan Anesagi yang berada tepat di depan pintu sampai terjatuh saking terkejutnya. Mereka tergagap menjawab membalas sapaan Banri.
"Oh?" Shiro mengedarkan pandangannya, tersenyum kecil ke arah masing-masing dari mereka. "Kalian semua sudah bangun, apakah kalian merasakan hal yang aneh pada tubuh kalian??"
"..."
Tidak ada yang menjawab pertanyaan Shiro, lebih tepatnya menghindari, bahkan tatapan mata mereka membuat ketiga manager lainnya mengernyitkan dahi.
"Yuki, Momo??" Rinto memanggil kedua idolnya yang berusaha bersembunyi dibalik Ryuu. "Apa kalian tidak mengingatku??"
"Huk!"
"...hmm..." Rinto memincingkan mata. "Dari gelagat kalian yang tegang itu... kalian masih mengenaliku, mungkinkah..."
Sebelum Rinto menyelesaikan kalimatnya, Banri sudah lebih dulu berjalan menghampiri Yuki. Menatapnya lekat setelah merendahkan tubuh, "Yuki, sesuatu terjadi bukan??"
"Ban..." Yuki menghela nafas panjang, ia tidak mungkin bisa berbohong lagi. "...tiga diantara kita menghilang."
"Dan siapa itu???"
"Riku-kun, Torao-kun dan Haruka-kun."
.
.
.
TBC
Hehe hope ya like it!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top