1.
Haiii, ☺️☺️☺️
Semogaa sukaaa yaaaa 💞
Happy reading!
.
.
.
Summary :
"Wha...?" Anesagi mendelik sesaat maniknya menangkap pemandangan tak biasa itu. "...kemana para idol kita? Dan..." manager bersurai merah muda panjang itu menunjuk sekumpulan tubuh mungil yang tergeletak tanpa perlindungan di sekitaran lahan kosong belakang gedung. "...anak-anak siapa ini???"
"Anesagi-san..." Banri berjongkok agar bisa melihat jelas paras masing-masing tubuh mungil itu. "...ini bukan sembarang anak kecil," lelaki yang hampir genap 30 tahun itu mengangkat salah satu anak. "...ini idol kita." ujarnya, meski keningnya mengkerut tetapi ia hafal benar air muka idol dibawah pengawasannya. "Ini... Tamaki-kun."
"HAHH?!!!!!"
.
.
.
"Sialan para polisi itu! Berani mengurungku di sel tidak layak!! Di mana TV, sofa dan kasurku???" keluh pria berparas tegas itu sambil mengendap melewati gorong-gorong. Sesekali membalikan badan, mengantisipasi jika ada segelintir penegak hukum berhasil mengejarnya. "Fiuh, satu-satunya hal yang aku syukuri dari Kami-sama adalah otak jeniusku ini," ia mengangkat sebuah alat yang dapat melelehkan besi sel untuknya berhasil melarikan diri. "Untung saja orang lain terlalu bodoh untuk melawanku. Hukuman penjara 7 tahun lamanya, hanya karena aku berhasil menciptakan banyak alat luar biasa??"
Pria yang sudah agak lusuh itu mengarahkan sebuah alat lain yang berfungsi sebagai pencahayaan ke depan, sedang satu lagi menarik sebuah tas besar. "Apa salahnya menciptakan alat untuk menggandakan uang, membunuh orang jahat secara instan dengan sengatan listrik, kacamata buta, mesin waktu ke era peperangan, dan..." ia menyunggingkan senyum. Melirik tas besar yang diseretnya penuh antusias. "...alat mengembalikan tubuh manusia ke umur 10 tahun ke bawah ini."
Pria itu terkekeh riang. "Bayangkan jika kau dapat kembali ke tubuh kecil, tetapi jiwamu tetap sama... mungkin, tapi...!!" ia melompat-lompat kecil sesaat kubangan air menghadang langkahnya. "...huwahahaha! Mencuri akan lebih mudah!!! Akan kujual alat-alat ini ke para kriminal!"
Pria yang belum diketahui identitasnya itu kini berhasil keluar dari area gorong-gorong. Memasuki daerah dengan perairan buatan besar di sekitarnya. "Uwaaaah, aku muncul di sini?? Benarkah???" tanyanya pada diri sendiri, terpukau dengan gedung megah di depannya. "Uhmmm," pria itu berdehum, mengedarkan pandangan kesegala arah sesaat rasa penasarannya meningkat begitu mendengar sayup-sayup keramaian. "Apakah ada pesta??" langit gelap yang sedang memayunginya menjadi tanda untuk mengetahui waktu terkini. "Fufu, malam memang paling asyik berpesta!! Kalau begitu...!!" pria yang hanya mengenakan sandal rumah itu berlari menuju sumber riuh suara. "Mari memperkenalkan temuan terbaruku kepada mereka!! HAHAHAHA!!"
Pria itu dengan langkah ringan segera berlari ke arah tumpukan siluet. Bias cahaya berupa penerangan remang menjadi patokannya. Begitu ia sampai, sosok-sosok terkenal langsung membuatnya menggidik. 'Idol?!! Wahhh! Pasti akan heboh jika mereka tiba-tiba menghilang!!'
Berbekal niat untuk membuat onar, ilmuwan itu pun berteriak, "HAIIII....!!!" sapanya, hingga kepala 16 idol itu benar tertoleh padanya. "Aku adalah ilmuwan jenius, dan aku akan menjadikan kalian semua eksperimen!! AHAHAAHHAHA...!!!" infonya, mulai membuka tas yang sedari tadi digeretnya.
"..."
"Whos's that???"
"Entahlah Nagi-kun..."
"Ossan, temenmu??"
"Kenapa semua orang aneh selalu kau hubungkan denganku, Mitsu..."
"Jadi... iya apa tidak, Nikaido-san??"
"Tentu saja tidak Ichi!!!"
"Hmmmmmm..."
"Hey!! Berhenti memberikanku tatapan mencurigakan seperti itu!!"
"Bukan teman ne..........."
"OI!! Siapa saja...! Jauhkan Izumi kyodai dariku!!!"
"Nikaido, jadi itu siapa??"
"Masih saja tanya padaku, Yaotome?!!"
"Yamato-kun--"
"--diam, Yuki-san!!"
"Nikaido-san, mungkin dia--"
"--Natsume, juga diam!!"
"Ano... Yamato-san--"
"--Diam kau!!! Eh??? Riku???"
"Uh-Uhh... a-apa aku baru saja berbuat salah Yamato-san?? Aku cuma khawatir... kau dikerumuni lainnya..."
"AHHHH!! Yama-san membuli Rikkun!! Penjahat!! Tidak punya hati!! Pedofil sejati!!"
"HAH?!! Dua penghinaan awal masih bisa aku terima... tetapi p-pedofil?!! Tama! Woi! Itu tidak ada hubungannya!!"
"Sudah kuduga manusia berbentuk ossan itu jahat!!"
"Yap!! Betul Isumin!! Jangan dekat-dekat dengannya nanti kau dimakan!"
"Apa?!!! Bukan hanya pedofil, dia juga kanibal?!!"
"Tamaaaaaaaaa! Hentikan! Kau membuat bocah Zool ini ketakutan!"
"Yamatowh... aku kecewa..."
"Apa yang harus kau kecewakan Nagi?!!"
"Yamato-san... minta maaf pada Riku-kun dan Isumi-san."
"S-Sou?! Jauhkan batu itu! Dan kenapa kau malah ikut-ikutan drama perbocahan ini!!"
Ryuu, Touma dan Torao melirik kumpulan idol yang heboh di dekat mereka dengan terkekehan. Sebelum mengalihkan fokus pada pria misterius di depan mereka.
"Akkk!!!" ketiganya kembali menoleh sesaat Tenn menjambak rambut Yamato setelah membentak adiknya. Ryuu meringis tak tega, Touma menggidik ngeri sedangkan Torao mengacungkan jempolnya. Tenn lalu menghampiri mereka. "Apa tidak ada yang ingin menghentikan pria itu?? Apa yang dilakukannya??"
"Lebih tepatnya, tidak adakah yang ingin menanyakan ia siapa??" timpal Touma, berdehum ringan.
"Kau tahu Touma..." Torao menggosok dagu mulusnya. "...mungkin semacam pertunjukan???"
"Benarkah???" Ryuu bertepuk tangan beberapa kali, tertawa riang layaknya anak kecil. "Senangnyaaaaa."
"Ryuu," Tenn mencubit lengan Ryuu, hingga membuatnya meringis menahan sakit. Meski begitu, Ryuu masih tetap mengulas senyum manis. Menebar tanpa henti. "Tidak usah kau dengarkan maung berotot ini," Torao tersedak air liurnya sendiri mendengar julukan Tenn untuknya. "Kita khusus menyewa area belakang Zero Arena ini untuk pesta para idol setelah MOP," Tenn menghela nafas panjang. "Penjaga tidak mungkin sebodoh itu membiarkan sembarang orang masuk. Pintu 100% yakin dijaga ketat oleh petugas keamanan."
"Ah..." kedua bahu Ryuu perlahan terturun lesu. "Tenn benar..."
Tenn mendengus dengan senyuman melihat ekspresi kecewa member TRIGGER yang paling tua itu. "Kenapa kau terlihat begitu kecewa? Haha."
"Dengan kata lain..." Touma mengernyitkan dahi. "Penyusup...???"
"Woah," Tenn memberikan Touma ekspresi terkejut, "Inu (Guguk) lebih pintar dari Tora (Harimau)." sindirnya
"Sialan kau...!!" Torao mengepalkan tangan erat ke arah Tenn. Namun, tentu saja tidak berniat benar ingin memukulnya.
"Ah.. ha ha..." Touma bersweatdrop. "Kalau begitu," ia menarik nafas panjang dan membenarkan jaket kulit miliknya. "Biar aku yang memeriksanya."
Touma pun mulai melangkah mendekati pria misterius itu. Beberapa pasang mata dari para idol disekitarnya mulai mengalihkan fokus padanya.
Touma berdehum, "Ano..." ia perlahan memberikan gestur sopan. Sedikit demi sedikit mendekati pria yang sedari tadi masih berkutat dengan barang bawaannya. "O-Ojisan...?"
"Hm." beruntung, pria itu merespon meski hanya dengan dehuman halus. Touma menggaruk belakang kepalanya canggung, melirik ke arah idol lainnya sebelum melanjutkan perkataannya. "Oji-san... sedang apa ya?"
"Lihat saja dengan matamu itu."
"E-Eh, uhmm, Oji-san masuk dari mana?"
"Gorong-gorong."
"Go--ehhh?????" kening Touma semakin mengkerut. Pekikannya sempat membuat beberapa idol khawatir. "Go-Gorong-gorong..." Touma meringis bingung. "Lalu... uhm, apa alat yang kau pegang ini, Oji-san??"
"..."
"Oji-san??"
"..."
"Oji-ah?!"
Touma mengerjapkan mata sesaat pria itu mengarahkan alat menyerupai senter yang sudah menyala kearahnya. Cahaya memancar langsung menyelimuti tubuh leader Zool itu.
"Berisik!! Kau jadi eksperimen pertama, hahahahaha!!"
Touma meringkuk bersamaan dengan kepulan asap yang menyeruak disekitarnya.
Idol lain tentu saja memberikan reaksi yang berbeda-beda.
Riku selaku orang yang cukup dekat dengannya, langsung mengambil langkah mendekati pria itu. Tangannya terkepal, pipinya memerah karena kesal, dan alisnya bertaut dalam. "Apa yang kau lakukan pada Touma-san, Oji-san!!! Kau merubahnya menjadi manusia super tak terlihat!!"
Iori sebagai babysitter resmi dari center Idolish7 itu, mulai mengejarnya. "Nanase-san...!! Tunggu! Jangan terlalu dekat!!"
Belum sempat Iori melanjutkan kalimatnya, Riku sudah ikut tertelan asap ungu yang semakin pekat disekitar mereka.
"Nanase-san--?!!!" selang beberapa detik, Iori ikut raip ditelan asap misterius itu. Diiringi suara tawa pria yang semakin membuat idol lain resah.
"IORI!!"
"RIKU!!!
Mitsuki dan Tenn dengan segera berlari kearah adik mereka. Emosi sudah menggebu tak tertahan.
"Sialan kau pria gila!!"
"Kau apakan adikku!!"
Na'as, emosi tentu saja tidak akan membuahkan hasil apapun, mereka berdua ikut terserap asap ungu itu.
"Kouhaiku!!" Momo sudah menyiapkan kuda-kuda untuk melawan pria itu dengan kekerasan. Namun sama seperti sebelumnya, ia yang lebih dulu dilenyapkan asap ungu.
Yuki dan lainnya bahkan tidak sempat melangkah, mereka sudah habis ditelan kepulan asap misterius. 16 idol hilang dalam sekejab.
"AHAHAHAAHHAHA!" pria itu masih menembak ke segala arah. Hingga ia mendengar derap langkah tergesa dari dalam gedung. 'Keramaian' itu datang menghampirinya.
"Oops!!" pria itu menonaktifkan alatnya, "Saatnya kabuuuurrr!!!"
.
.
.
Random Days : Idolish Kids
by : nshawol566
Rated : 13+
Disclaimer : Bandai
.
.
.
Lima siluet mulai terlihat dari area yang tidak diselimuti asap ungu. Masing-masingnya memberikan ekspresi khawatir yang sama. Ada resah dari langkah mereka.
Tsumugi menghentikan langkah lebih awal, mengedarkan pandangan, dan melirik manager Idolish7 lainnya. "Banri-san... suara teriakan apa tadi??"
Banri menggelengkan kepala, "Aku harap sesuatu yang buruk tidak terjadi."
"Jika teriakannya saja seperti tadi," Rinto membenarkan letak kacamata seraya menganalisa sekitar. "Bukankah sudah pasti ada hal buruk??"
"Petasan??" sahut Shiro, merundukan tubuh untuk memeriksa apakah benar ada sisa ledakan petasan. "Aku rasa bukan..." gumamnya menjawab pertanyaan sendiri.
"Wha...?" Anesagi mendelik sesaat maniknya menangkap pemandangan tak biasa itu. "...kemana para idol kita? Dan..." manager bersurai merah muda panjang itu menunjuk sekumpulan tubuh mungil yang tergeletak tanpa perlindungan di sekitaran lahan kosong belakang gedung. "...anak-anak siapa ini???"
"Anesagi-san..." Banri berjongkok agar bisa melihat jelas paras masing-masing tubuh mungil itu. "...ini bukan sembarang anak kecil," lelaki yang hampir genap 30 tahun itu mengangkat salah satu anak. "...ini idol kita." ujarnya, meski keningnya mengkerut tetapi ia hafal benar air muka idol dibawah pengawasannya. "Ini... Tamaki-kun."
"HAHH?!!!!!"
"T-Tamaki-san???" Tsumugi berlari ke arah Banri. Memeriksa tubuh mungil yang kini berada dalam gendongan Banri. "K-kenapa jadi seperti ini!"
"Ahhhh!!" Anesagi memekik panik setelah membuktikan sendiri perkataan Banri. Manik merah mudanya bergetar melihat tiga sosok mungil yang paling dikenalnya. Anesagi tidak mungkin salah!! "I-Ini Gaku..." Anesagi mencolek pipi leader TRIGGER versi mini itu. "...Ryuu..." ia membenarkan baju Ryuu yang tersingkap hingga pusarnya terlihat. "...dan Tenn!! Hah?? Kenapa idolku menciut!!!" Teriak Anesagi hampir jatuh tersungkur saking syoknya. "Apa mereka salah makan?! Huhuuu, idolku yang malang..."
"Yuki...!!" Rinto menyeret idol mungilnya yang berambut panjang, "Momo...!!" dan menyambar satu lagi yang tergeletak sambil mengemut jempol. "K-Kenapa mereka terlihat... sangat... sangat... sangat..." Rinto menundukan kepala, menahan kalimat yang sudah berada diujung lidahnya.
"...mengkhawatirkan??" Sahut Shiro menyambung kalimat Rinto.
"...sangat LUCUUUU...!!!" Rinto memeluk keduanya erat dengan senyuman sumeringah.
"Ha... haha..." Shiro tertawa dengan ringisan canggung. "...ini Isumi-san, Inumaru-san, Natsume-san... dan..." manager Zool itu mulai celingukan. "Dimana Mido-san??"
"Oh, ini Utsugi-san," Anesagi menyeret 'seonggok bocah' dari bawah salah satu idol asuhnya. "Ryuu menimpanya." dengan cengengesan, Anesagi menyerahkannya pada Shiro. "Aku harap kepalanya tidak gepeng..."
"Ah..." Shiro menaruh Torao pada pundaknya. "...memang bahaya jika nanti berefek pada kualitas otaknya, Mido-san sudah cukup merepotkan."
Anesagi mendecak, "Hmm, mulutmu masih saja blak-blakan seperti biasa Utsugi-san..."
"Terima kasih, Anesagi-san." balas Shiro tersenyum simpul seakan baru saja dipuji.
Anesagi pun hanya dapat menepuk jidat, dan berusaha memposisikan tiga idolnya agar bisa diangkat.
"Tsumugi-san," Banri menggendong Tamaki, sembari menepuk bahu Tsumugi. "Kita kumpulkan juga milik Kita."
"A-Ah, baik!!" Tsumugi berlari ke arah lain. Sesaat Banri membuat dagu Tamaki menempel pada bahunya, sosok mini idol itu tiba-tiba saja menggumam. "Pyuuu!! Pyuu!! Monster jelek! Jangan menangkap aku!!!" ujar Tamaki menggeliat. Tsumugi yang mendengar itu menolehkan kepala, mendapati jika idol mereka versi mini itu masih memejamkan mata.
"Hah?? M-Monster?? Aku yang tampan ini...??" Banri mengernyitkan dahi. Bersweatdrop. Namun tidak menggubris lebih jauh gumaman Tamaki.
"Cih," Anesagi mendengus ketika tanpa sengaja mendengar gumaman Banri. "Cukup percaya diri jug manager Idolish7 itu."
"Saa, Riku-san," Tsumugi menggendong Riku ala bayi, "Mitsuki-san," menarik Mitsuki yang kakinya terlipat Tamaki, "Dan Sougo-san." terakhir, gadis berambut pirang semu itu menaruh Sougo pada posisi yang sama dengan Riku namun di lengan lainnya.
"Ah...!! AHHH...!!" tidak seperti Tsumugi yang dengan mudah mengumpulkan tiga member Idolish7, Banri mengalami 'pergeludan' terlebih dahulu. Pasalnya, Tamaki, salah satu member termuda, mulai meronta, meski matanya terpejam. "Toyong akuh di culik monster!!!" pekik Tamaki di tubuh yang sudah menciut. Tangan mungilnya terkepal dan terayun ke segala arah. Banri bahkan dibuat heboh sendiri saking brutalnya. Sudut kepalanya sempat terkena pukulan Tamaki.
Rinto, Anesagi dan Shiro, selaku manajger dari grup lain hanya menatapnya iba dan mensyukuri, fakta mereka bukan manager dari member Idolish7.
Sedangkan Tsumugi hanya menyemangatinya dari sisi lain. Tentu saja, dengan rasa syukur yang sama karena tidak membawa Tamaki dalam gendongannya.
"Tamaki-kun..." Banri bersweatdrop, "Dosa apa yang pernah kuperbuat hingga kau menistakan aku seperti ini..." ia lalu menghela nafas panjang. Mengangkat Tamaki pada punggungnya, dan menarik yang tiga lagi. "Yamato-kun, Iori-kun dan..." sesaat Banri akan mengangkat Nagi, Anesagi dengan sigap menyambar tangan mungilnya. "Ah!! Biarkan bocah berkepala pirang kuning-kuning ini aku yang angkat!!"
"Anesagi-san...??" Banri mengerjap kaget. "Memangnya kenapa??"
"A-Ah... aku, aku hanya bersukarela saja, lagi pula kau kerepotan mengangkat si trouble maker Yotsuba Tamaki." meski Anesagi berkata demikian, Banri dapat melihat kakinya sudah bergetar menahan beban tiga idolnya.
Banri memicingkan mata, melirik Nagi yang masih tegeletak lalu ke arah Anesagi.
"Tidak." tegas Banri, menarik Nagi langsung ke dalam dekapannya. "Kau... entah mengapa terlihat berbahaya." ia mendengus kasar. "Lagi pula ada apa dengan cengiran lebarmu itu? Menyeramkan. Apa kau lupa Nagi-kun seorang pangeran?? Menyentuhnya sembarangan, kepalamu bisa hilang Anesagi-san."
'Karena ia pangeran aku ingin melihat wajah kecilnya!!' pekik Anesagi dalam batin. Frustasi.
Setelah semua memastikan tidak ada 'anak' yang tertinggal, kelima manager itu pun mulai melangkah.
"Hey," Banri memulai pembicaraan lagi sesaat hening hampir mendominasi penuh sekitar mereka, "Bukankah kita terlalu santai dengan keadaan saat ini?" ringisnya canggung, begitu Tamaki menggigit-gigit ujung surai panjangnya yang terikat satu. Tentu saja, secara tidak sadar. "Apa yang menyebabkan mereka menciut seperti ini?"
"Jujur aku hampir pingsan," Anesagi membenarkan posisi Ryuu yang berada di punggung terlebih dahulu sebelum kembali melangkah. "Tetapi karena aku terlalu lelah secara mental, aku hanya mencoba mengabaikan situasi saat ini."
"Hmm," Rinto yang membuat manager lain iri karena hanya membawa dua 'anak' berdehum, melirik ke arah tumpukan alat asing di depan mereka. "Mungkin ada hubungannya dengan alat itu?"
"Ah, biar aku periksa." Shiro tiba-tiba saja memutar tubuh lagi, dan berlari ke arah alat yang dimaksud Rinto. Shiro pun mulai meneliti setiap detail pada alat yang desainnya untuk menembak itu. "Alat ini... ada name tag nya..." Shiro menyipitkan mata agar dapat melihat jelas tulisan kecil di pojok alat. "...alat milik Dr. Jun...?"
"Heh??? Dr. Jun??" Tsumugi sempat mendelik. Terkejut mendengar nama yang tidak asing. "Bukankah ia ilmuwan yang baru saja ditangkap pemerintah Jepang??"
"Oh!!" Rinto ikut menimpali kalimat Tsumugi dengan ekspresi terkejut yang sama. "Sebulan yang lalu benar bukan?" Tsumugi mengangguk. "Ia membuat lorong waktu, makhluk hybrid, mutasi, dan alat lainnya."
"Kenapa di tangkap?? Ilmuwan itu terdengar keren."
"Utsugi-san..." Anesagi menggelengkan kepala. "Kau rupawan tetapi sifat nekat dan naifmu terkadang membuatku meringis. Dr. Jun ditangkap karena temuannya bisa berbahaya. Seperti lorong waktu, memungkinkan manusia menuju masa apapun yang mereka inginkan. Dan merubah masa lalu bukan keputusan yang tepat, apabila semua orang ingin melalukannya. Terlebih,..." Anesagi bergidik ngeri. "M-Makhluk hybrid dan mutasi?? Bagaimana jika mereka lepas lalu menerkam kita!?"
"Oh," Shiro mengangguk lesu. "Begitu... padahal seru." gumamnya kecewa.
"Apanya yang seru?!!"
"Maa, maa," Banri melangkah menengahi Anesagi dan Shiro. "Lebih baik kita memikirkan kondisi saat ini, tanganku mulai mati rasa mengangkat mereka." keluh Banri, terus mencoba menjaga posisi empat idol dalam gendongannya agar tidak jatuh.
"Tentu saja kita akan meminta bantuan polisi untuk menemukan Dr. Jun, tetapi sebelum itu, ayo berkumpul di satu tempat untuk meletakan para idol kita ini."
"Ide yang bagus, Okazaki-san," Tsumugi menganggukan kepala setuju. Senyumannya sudah hampir hilang, berganti ringisan penuh, sesaat Riku mengeces di bahunya. "Ingin menyewa satu tempat baru??"
"Ah, atau kita taruh saja mereka semua di apartemen Yuki."
"Heh? Apa tidak masalah? Dan kenapa di apartemen Yuki-san?"
"Aku mengerti..." Banri memberikan yang lain senyuman tipis. "Apartemennya cukup luas dan nyaman."
"Tepat sekali, ikou!"
"Heh, megane, kau yakin??"
"Yah..." Rinto menghadap Anesagi dengan terkekehan. "...mendengar Yuki mengomel itu sudah biasa, ha ha ha."
.
.
.
"Anesagi-san, kau jaga mereka dulu ya," Banri menepuk bahu Anesagi pelan selagi kakinya melangkah melewati pintu, setelah mereka menaruh para idol cilik itu di apartemen Yuki. "Kami akan membuat laporan ke kantor polisi."
"Ah, tetapi jangan ceritakan soal para idol menciut," ujar Anesagi mengingatkan. "Kau tau... media masa akan sangat heboh!"
"Tenang saja," Shiro mengangkat jempolnya ke arah Anesagi. "Kami tahu cara menjelaskannya."
"Baiklah, sebelum itu..." Anesagi tiba-tiba saja memincingkan mata ke arah Tsumugi. "Kenapa kau tidak tinggal di sini untuk membantuku?? Manager Idolsih7??"
"A-Ah, ma-maaf Anesagi-san," Tsumugi meringis, tidak enak hati karena membiarkan Anesagi harus menjaga 16 idol sendirian. "Karena Banri-san ikut dengan Ustugi-san juga Okazaki-san, aku harus kembali sebentar ke dorm Idolish7. Mengambil obat dan inhaler Riku-san untuk berjaga-jaga jika ia kambuh." jelas Tsumugi, berharap Anesagi mengerti.
Anesagi menghela nafas dalam, "Jika itu alasannya apa boleh buat." senyumnya tipis. "Serahkan anak-anak ini padaku."
"Arigatou!!" Tsumugi membungkuk hingga dua kali.
"Oke, kami pergi," Rinto mendorong pelan tiga manager lain keluar pintu. "Hubungi kami segera jika ada apa-apa, Anesagi-san."
"Tentu saja," dengus Anesagi. "Aku tidak ingin kerepotan sendirian, huh!"
Dengan terkekehan ringan, Rinto dan lainnya pun benar-benar pergi. Meninggalkan Anesagi sendiri dengan 16 idol yang menyusut menjadi seumuran 5 hingga 7 tahun.
Karena manager lainnya terburu-buru untuk keluar, mereka tidak 'meletakan' para idol itu di tempat yang benar.
Alhasil, Anesagi harus memindahkan mereka sendiri.
"Pertama..." Anesagi menggulung lengan bajunya, seraya mengabsen para idol yang masih tertidur itu. Entah efek apa yang membuat mereka sangat pulas hingga tak sadarkan diri meski telah diangkat kesana kemari. "...aku akan pindahkan si pemilik apartemen ini." Anesagi menaruh Yuki diatas kasurnya sendiri, bersama dengan tiga anak paling bontot, Iori, Haruka dan Tamaki.
Si kembar, Riku dan Tenn, Anesagi pindahkan pada sofa panjang. Ia hanya berpikir, ketika Tenn bangun, sudah pasti akan mengecek kondisi adiknya pertama kali. Anesagi hanya memudahkan prosesnya. Memilih repot di awal ketimbang ia pusing mendengar brocon satu itu ketar-ketir.
Lalu beralih memindahkan Gaku, Touma dan Sougo ke atas sofa panjang lainnya. Beruntung, apartemen Yuki memang terbilang cukup luas untuk seorang yang tinggal sendiri.
"Hahhh..." entah sudah berapa kali Anesagi menghela nafas. Ia sempat melirik jam yang melingkari pergelangan tangannya. "Setengah 10 malam... uhh, telat tidur membuat kulitku cepat kering, aku harus segera memindahkan sisanya!" manik Anesagi pun bergulir, kini mendapati... idol dengan kategori 'kelas berat'. Pelipisnya sudah lebih dulu berdenyut sebelum mengangkat mereka. "Ryuu... dan Mido Torao..."
Beberapa saat lalu memang ia sanggup mengangkat Ryuu, tetapi itu karena energi dan staminanya masih cukup full. Kini bisa dibilang hanya ampas tenaga saja di dalam tubuhnya.
Tidak ingin ambil pusing dan semakin lelah, Anesagi hanya menyeret keduanya ke atas karpet. Dan memberikan kepala mereka alas bantal.
Manik lelah Anesagi bergeser kembali pada kloter selanjutnya. Minami, Mitsuki dan Momo, tiga idol yang cukup ringan tubuhnya Anesagi rebahkan pada area bean bag.
"Huuuhhh, harusnya aku minta bayaran saja!" Dumel Anesagi, menghentak kakinya kuat selagi bahu semakin terturun lemas setelah melihat tampang Yamato. "Nikaido Yamato... uh," Anesagi mengedarkan pandangan, mencoba mencari tempat yang sesuai dengan tubuh leader Idolish7 itu, namun... nihil. "Hmm, meja kosong." gumamnya, perlahan mengangkat tubuh kecil Yamato dan merebahkannya di atas meja makan. Layaknya 'mangsa' untuk santapan makan mereka.
Setelah itu, Anesagi berniat untuk menyandarkan tubuh dan beristirahat, jika saja dehuman halus itu tidak tiba-tiba mengalihkan perhatiannya. Surai pirang menyala itu sontak membuat ujung bibirnya menukik tinggi. "Awwwhh," manager TRIGGER itu, kini merangkak kembali, menyeret kedua kakinya mendekati Nagi versi mungil. Ia tidak memindahkan sosok kecil itu ke lain tempat, hanya bersandar pada dinding, meluruskan kaki dan kepala Nagi ia taruh diatas pahanya.
Dengan senyuman lembut, jemari lentiknya menyisir pelan si surai kuning. "Hehehehehe... siapa tahu, setelah aku tertidur disamping Rokuya Nagi..." racauan tegas itu perlahan berubah menjadi untaian halus, sesaat kelopak matanya memberat. "...begitu bangun... aku akan menjadi... seorang..." tangan yang tadinya membelai kepala Nagi mulai berhenti. "...Hime-sama..."
"..."
Keheningan langsung mengambil alih suasana ruangan. Hanya hembusan nafas juga dengkuran halus yang terdengar.
Mengiringi mimpi... bebas mereka semua.
.
.
.
"Uh, oh," keluhan halus terdengar dari arah kamar tidur. Memecah kesunyian yang tak lepas dari beberapa menit. Meski begitu, 'babysitter' dadakan mereka sudah sangat lelah. Menyapu habis kesadarannya. "Mau mpis, mau mpis." gumaman manis bak permen mengiringi tubuh mungil itu turun dari kasur. Kedua kaki gembulnya sempat menjuntai. Tinggi kasur membuatnya hampir terjatuh. Namun, dengan bantuan tangan yang mencengkram kuat sprei ia mampu melompat, dan sukses mendarat.
Helaan nafas panjang kini lolos dari bibirnya. "Hm?" langkah yang sedikit tertatih itu membuat jiwa 'dewasa' yang berada di dalam tubuh 'mungil' tersebut mulai merasa aneh. "Uhm... kenapa aku merasa lucu?" Sosok bersurai raven itu menggaruk kepalanya bingung.
Ia pun mengangkat bahu, dan mulai melanjutkan langkahnya. Izumi Iori, mengedarkan pandangannya. Menatap setiap detail ruangan dengan memincingkan mata. "Ah, kita ada di apartemen Yuki-san?" manik obsidiannya melalang buana, "Mungkin... kita tertidur setelah pesta besar, lalu Yuki-san membawa kita kesini?" racaunya, tanpa tahu ia telah melewati sebuah kaca yang memantulkan sosok mungilnya. "Hm, pasti begitu." Yakin Iori, mata sudah tertuju pada kamar kecil di apartemen Yuki. Beruntung, ia mengingat jelas layout tempat tinggal salah satu seniornya itu.
Namun, jika beberapa saat lalu ia berhasil melewati pintu kamar karena terbuka, kini Iori baru tersadar... kenapa pintu di depannya menjadi sangat besar, bahkan gagangnya pun tidak dapat digapainya.
Iori mengangkat tangannya, "Eh?" dan sesaat ia melihat punggung tangannya sendiri, 'si mungil raven' terperanjat kaget. Pasalnya...
"Hah?!" sentaknya kuat, reflek memundurkan tubuh beberapa langkah hingga punggung menghantam dinding. "Aku menyusut??? Apa aku mabuk...? sehingga pikiranku kacau?" paniknya, mengacak rambut begitu pening tiba-tiba saja menyerang. "Seorang Izumi Iori tidak pernah mabuk... aku masih minor..." Iori menggigit ujung ibu jarinya. Berusaha menahan debaran jantungnya yang tiba-tiba saja menggila. "...apa aku salah meminum milik Nikaido-san??"
Iori berkeluh selagi hembusan nafasnya menerpa udara. Bibir mengerucut menandakan ia sedang gelisah. Ia pun memutuskan untuk kembali lagi ke kamar, "Ah...mungkin aku bermimpi tentang tiba-tiba saja menyusut jadi anak kecil," gumamnya, membalikan badan ke arah kamar, tidak mempedulikan lagi 'hasrat ingin buang air kecilnya'. Iori sempat melongo sekilas ke area ruang bersama apartemen Yuki yang dibatasi partisi. Mendapati banyak samar-samar tubuh mungil tergeletak di segala tempat.
Iori yang kepalang menganggap semua mimpi pun mengerjap kasar. Mengucek mata bahkan menampar pipinya sendiri. "Kacau, aku seperti melihat idol lain menyusut juga... uhh," Iori menarik nafas panjang, dan segera pergi menuju kamarnya. "...sebaiknya aku tidur lagi-"
Sial baginya, Iori tersandung kakinya sendiri.
Ia pun jatuh tersungkur.
Tersandung itu hal biasa, tetapi mengapa saat ini... Iori merasa sangat kesal...?
Dan membuatnya ingin menangis sekencang yang ia bisa.
"H-HUWAAAAA...!!" teriakannya sukses memekak telinga. Beberapa tubuh mungil disekitarnya bahkan tersentak. "K-KENAPA AKU MENANGIS?! H-H-HU HUU...HUU..." tanya Iori bingung pada diri sendiri disela tangisannya.
"IOOOORIIII...!!!"
Insting seorang kakak memang tidak pernah salah. Begitu tangisan Iori terdengar, Mitsuki sudah mendudukan tubuhnya. Dan kini bersiap berlari untuk mendekati adiknya--bersama dengan Minami juga Momo yang ikut terbangun--penganut 'light sleeper'--Menyusuri arah sumber suara.
"Iori?!!" ketiganya pun menjadi orang pertama yang menyadari kondisi Iori. Mata terbelalak, mendapati, seorang anak kecil meringkuk dibalik sofa.
Mata bulatnya mulai bergulir ke arah mereka, menatap dengan sembab yang membuat pipi gembilnya memerah. "N-Nii-cyan...? Kau menyusut juga?" tanya Iori, sambil mengulurkan tangan, seakan ingin digendong.
"Eh?" Mitsuki mengerjap, "C-Cyan?"
"Awhhh, lucu sekaliii," Momo berjongkok di samping Iori. "Apa ini benar Iori??" Momo mentowel-towel gembil pipinya. "Ataukah..." Momo langsung membekap mulutnya sesaat pikiran mencenangkan muncul. "...anak Iori--umf!!"
Mitsuki menyikut kuat lengan seniornya itu dengan melirik sinis. "Iori bukan lelaki bejat seperti ossan!!"
"Oi!!" suara Mitsuki yang cukup keras nyatanya memancing langsung perhatian leader Idolish7 itu untuk ikut hadir. "Kau benar tidak bisa sedetik saja berhenti menghinaku ya Mitsu--howaaah?!!" kalimat Yamato terputus begitu melihat Mitsuki, Minami, Momo dan Iori versi mungil di depannya. "A-Apa yang terjadi dengan kalian berempat?!!"
Minami memutar bola matanya beberapa detik, sebelum menunjuk Yamato dengan ekspresi 'lelahnya.' "Nikaido-san versi mini, coba kau lihat dirimu sendiri di cermin."
Reflek menoleh ke arah dinding cermin, Yamato pun tak dapat menghentikan rasa keterkejutannya. Ia bahkan sempat tersentak tinggi dan membuatnya mundur dua langkah, dan sukses menginjak kaki Momo. "HOAH?! APA INII?!!!" Pekiknya heboh, mulai meraba cepat dirinya sendiri. Mencubit pipi, menjambak rambutnya yang pendek, hingga hampir mencolok matanya sendiri saking paniknya. "Kacamataku bahkan ikut lenyap!!" infonya, menatap pantulan mungil tak berkacamata itu dari cermin. Momo hanya tersenyum semu, sedangkan Minami memilih untuk melipir ke tempat lain, ketika Yamato mungkin akan segera membuat telinganya tuli.
"M-Mitsu...!!!!" Yamato berlutut di depan teman idolnya yang jauh lebih mungil, menarik ujung baju si orange kuat. "KITA KENAPA?!!"
"Uh!!" Mitsuki menepis tangan Yamato kuat, urat pada pelipisnya sudah berdenyut tak henti. Kesal dengan segala hal yang dilakukan Yamato, bahkan suaranya saja kadang sudah mampu membuat Mitsuki ingin menjitak leader Idolish7 itu. "Entahlah Ossan!! Jangan kau tarik bajuku!!"
"Mitsuuuuuu, kita baru saja menciut, menyusut, mengempes seperti sponge kering!! Kenapa kau terlihat biasa saja dan tidak khawatir?!!"
Minami yang kini berdiri di samping Yuki setelah menjauh dari Yamato, tiba-tiba saja... tersenyum dengan dengusan halus.
Seringainya... terbit.
"He he he... situasi ini cukup menarik."
"Hmm," Yuki meringis ngeri menatap Minami, "Kau memang agak... 'unik' ya Minami-kun..." dengan helaan nafas, ia mengedarkan pandangan. Menatap sosok-sosok mungil dengan Anesagi yang masih tertidur. "Entah kenapa apartemenku dijadikan basecamp untuk situasi ini..." Yuki mulai mengepalkan tangannya erat begitu teringat pada seseorang, "...manager Revale itu memang perlu diberi pukulan kasih sayang sekali-sekali," Yuki terkekeh. "Nee... Okarin..."
Mitsuki mendengus kasar, kini tidak segan menjitak sudut kepala leadernya sendiri. "Situasi kita tidak penting Ossan!!! Yang penting... Iori?" ia lalu mengalihkan pandangan pada adiknya kembali. Berjongkok, sambil mengusap lembut kepalanya. "...Kenapa kau menangis??"
"Eh... uhh," Iori dengan cepat berusaha menghapus jejak air matanya. "Aku tidak menangis Nii-cyan!!" perkataan dan penampilannya tentu saja berbeda. Mata sembab dengan bibir yang bergetar, lengkap pipi chubby yang memerah itu... sukses membuat Mitsuki... terkena penyakit diabetes dadakan.
"Hah..." Mitsuki menepuk pelan kepala Iori. "Tetapi kau mengeluarkan air mata."
"Ti-Tidak!!" Iori menepis tangan Mitsuki dan mulai bangkit, menutup wajahnya yang memerah. "Ini ingusku!! Aku pilek!!"
Sejujurnya... Iori pun agak bingung sendiri dengan sifat kekanakannya saat ini... apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya? Mungkin ia... puber? Tetapi seorang remaja puber tidak menciut...
...kenapa hari-harinya menjadi seorang idol semakin aneh saja.
"Hey..." sapaan halus itu datang dari sosok anak kecil lainnya. Bertubuh sedikit lebih tinggi, dengan kulit tan dan senyuman kecil. "...apa kita terkena sihir??" kekehnya setengah bercanda dan tidak.
"Ryuunosuke-kun," Yuki bersweatdrop. "Kau sama saja dengan Minami-kun," senior Revale itu menggeleng pelan. "Tidak ada yang namanya sihir."
"Hehe, gomen..." Ryuu menggulum senyum kikuk. "... lalu apa yang terjadi dengan kita?"
"Entahlah Tsunasi-san," Minami melipat lengan di depan dadanya. "Tetapi apapun itu, aku sudah menganggap ini menarik sejak awal." Minami menyunggingkan senyum.
Yuki dan Ryuu kembali meringis mendengar perkataan Minami.
Bahkan, Momo yang baru saja datang menghampiri mereka ikut mengambil jarak dua langkah dari Minami. "... meski begitu, kenapa jiwa atau pemikiran kita masih tetap dewasa?"
"Kau benar Momo," Yuki mengernyitkan dahi. "Hanya tubuh kita yang mengecil--"
"--Nii-cyan jahat!!" suara lantang Iori menyita langsung perhatian mereka. "Bilang saja... jika aku cengeng kan??? Hu-Huwaaaa!!"
"Eh??? Iori??? IORI!!!"
Kini mereka melihat Iori yang berlari menjauh, dengan Mitsuki juga Yamato yang diseret berada tepat dibelakangnya.
"Atau... mungkin sebagian dari kita benar sudah berubah seperti anak kecil." sambung Yuki, melengkapi kalimatnya kembali yang sempat terputus.
"Hm," Ryuu menggosok dagunya seraya berpikir. "Mungkin umur asli kita mempengaruhi?"
"Ah, kau bisa saja benar Tsunasi-san, dan..." Minami menunjuk ke arah sumber kegaduhan. Dimana Riku, Gaku dan Tenn berada saat ini, tepat di area TV. "Lihatlah." perintah Minami mendapatkan respon cepat, karena mereka secara bersamaan menoleh.
Entah mengapa suasana didalam ruangan mendadak hening, dan...
*Tut*
Suara asing tiba-tiba terdengar.
"Ada yang kentut ya???" sahut, Yamato dari jauh.
Jauh namun 'suara asing' itu bisa terdengar saking kerasnya.
"Tenn." Gaku menunjuk Tenn.
"Tenn..." Ryuu ikut menyuarakan nama 'tersangka' saat itu.
"Tenn-nii!!" jawab Riku dengan riang.
"Ih," Tenn menyikut adik kembarnya. Wajahnya sudah memerah karena... malu. "Aku tidak tutut Riku!!"
"Eeehh??" Riku mengernyitkan dahi. Mata crimson bulat itu mulai menatap lekat Tenn. Riku lalu memutar haluan, berdiri di belakang tubuh Tenn. "Tetapi tadi Riku mendengar begitu kok! " ia kini menunjuk belakang tubuh Tenn. "Ada bunyi 'tuuut' dari sini."
Tenn yang merasa terpojok, mulai mencengkram ujung bajunya kuat. Berusaha menahan tangis.
Ryuu menghampirinya untuk menenangkan. "Tenn, itu bukan hal yang memalukan, tidak apa untuk jujur."
"Pftt!!" kalimat manis itu berubah pahit seketika setelah Gaku mulai terkekeh geli. "Memalukan! HAHAHA!! Tenn kentut!! Seorang Kujou Tenn?? HAHAHAHA!!"
"Uh!!!" Tenn menghentak kuat kakinya, ia bahkan mendorong kasar Gaku yang masih saja tertawa lebar. Dengan bahu yang sudah bergetar menahan tangis, Tenn pun berlari menjauh. "Aku tidak tuuuutuuuuttt....!!!!!"
"Ng??" Riku mengerjap beberapa saat, terkejut melihat saudara kembarnya lari masuk ke dalam kamar dan membanting pintu. "T-Tenn-nii...!!! Tunggu Riku...!!"
"...eh?" Gaku menaikan satu alisnya. Mendengus dengan mengangkat bahu. "Kenapa Tenn menangis hanya karena kentut? Dasar aneh--"
"--Gakyun." Yuki, tiba-tiba saja muncul di belakang Gaku.
"Hikk?!!" Gaku terperanjat dari tempatnya, begitu Yuki menjewer telinganya. "Sini kau." Yuki menarik Gaku paksa untuk memasukannya ke dalam kamar kecil. Mungkin ia akan memberinya hukuman beberapa saat dengan mengunci Gaku di dalamnya.
Namun, niatnya berhasil diurungkan sesaat Gaku merengek meminta maaf sambil memeluk kaki Yuki, berjanji tidak akan mengulanginya lagi.
"Wah..." Yamato menggelengkan kepala, memberikan reaksi atas kegaduhan yang ada. Sembari kakinya melangkah ke arah dapur. "...Mitsu dan Riku benar-benar kesusahan menghadapi saudara mereka masing-masing." gumamnya, perlahan membuka kulkas, dan mengeluarkan sekaleng bir. "Sangat merepotkan--uh???" Yamato terdiam, begitu bir yang tadinya ia genggam, berhasil dirampas Momo. "Kami yang akan kerepotan kalau kau mulai minum bir!!"
"Hehhhhh, tetapi kan hanya fisik kita yang mengecil Momo-san!! Jiwa kita tetap dewasa!" Yamato mengulurkan tangan. "Berikan padaku...!!"
"Dengarkan saja apa kata Momo-san, Mato," Gaku menghampiri keduanya. "Tubuhmu tidak akan kuat."
Yamato mengernyitkan dahi, "Mato...?? Siapa itu Mato??"
"Kau," cengir jahil Gaku. "Mato-Nikaido Yamato, lucu bukan? Seperti nama bocah sungguhan."
"Ooohh," Yamato mendengus kasar. "Kau pikir ini lucu ne, Tome??"
"Hah?! Siapa itu?!!"
Momo yang mulai merasakan awal mula dari kegaduhan lain, kembali melipir mencari Yuki.
"Kau, Yaotome."
"Hahaha," Tamaki terkekeh di dekat mereka. "Nama kalian seperti turunan tomat!" sahutnya, sambil mendorong kursi dengan susah payah, agar bisa mengambil sebuah barang diatas kabinet dapur.
Tak jauh dari Tamaki, Minami menghampiri tiga membernya yang baru saja bangun. Satu yang termuda, saat ini tengah menaiki meja dan berpose. Mengepalkan tangan ke udara, sedangkan satu lagi berkacak pinggang.
"Aku mau jadi..." Haruka menarik nafas panjang, "...SUPERHEROOOO!!" teriaknya lantang. "Aku mau terbang bebas!! Touma, Tora, Minami!! Ayo pergi bersamaku!!"
"..."
"Ke alam baka...?" Touma meringis ngeri.
"Rumah sakit jiwa?" Minami ikut merespon.
"Oh, club malam?" cengir Torao.
"Ahhh! Bukan bodoh!!" Haruka meraung kesal. Hidungnya kembang kempis dan dadanya terbusung tinggi menahan emosi. "Kalian bertiga terlalu bodoh!! Huh!!" ujarnya membuang muka.
Touma, selaku leader Zool, hanya dapat menghela nafas panjang. Ini bukanlah situasi baru. Dia sudah sering berada pada keadaan absurd. Termasuk tubuh mereka yang menyusut. Begitu bangun, ia tidak banyak ambil pusing dan hanya menunggu instruksi senpai mereka saja.
Lagi pula, mengurus tiga member yang kepribadiannya sangat berwarna-warni sudah cukup membuatnya ingin menarik rambutnya hingga botak, alias stress.
"Haru," Touma menepuk-nepuk lengan Haruka. "Turunlah, nanti kau jatuh, terlebih..." Touma terkekeh. "Bokongmu terlihat lebih besar dari sebelumnya, apa kau mengenakan popok sekarang?"
"Hah Touma," Torao menggeleng tak percaya. "Kau banyak sekali tidak tahunya. Anak ini baru saja pup, kau tidak pernah merawat anak kecil ya??"
"Memang kau pernah, Mido-san?" dengus Minami meremehkan.
"Hey! Apa-apaan tatapan merendahkanmu itu, Minami!! Aku pernah merawat seekor anak anjing ya!!"
"Kan...bukan anak manusia... Mido-san."
"SAMA SAJA! Intinya Haruka pasti pup!!"
"Aku tidak pup!!" Protes Haruka sambil memanyunkan bibir. "Ini... ini hanya lemak pada vantat bayiku!!!"
"AHHHHHHH...!!!"
Belum sempat anggota Zool lain merespon, teriakan lain terdengar dari arah kamar Yuki.
Yuki dan beberapa idol lainnya pun bergegas memasuki kamar.
"Nagi-kun?? Ada apa??" tanya Yuki penuh kekhawatiran.
"Nagi???" Mitsuki dan Yamato ikut berjalan mendekati Nagi yang tengah memperhatikan pantulan dirinya pada cermin. Sesekali memainkan helai rambut tidurnya yang mencuat.
"Kenapa ini... terjadi..." Nagi terlihat sangat terkejut sesaat menatap pantulan dirinya. Membuat Yamato merasa harus menjelaskan tentang kondisi mereka saat ini. "Nagi... kau harus tenang--"
"--tenang?!! How aku bisa tenang dengan ini!!" Nagi menunjuk cermin.
"Nagi," Mitsuki menepuk pelan lengan Nagi. "Aku tahu ini sulit dimengerti, tetapi bukan hanya kau yang mengecil, jadi terima saja dulu, dan kita cari bersama-sama solusinya."
"Memang ada solusi untuk ini???"
"Ada, Nagi-kun, nanti kita cari bersama ya." senyum Yuki, mencoba menenangkan Nagi.
"Tidak!!" tetapi, bukannya tenang, Nagi justru semakin berteriak. "Aku tidak butuh solusi! Ini sama baiknya!!"
"Apa... maksudmu...??"
"Ouh?? Kalian tidak see diriku ini??" Nagi menunjuk wajahnya sendiri. "Aku kesal kenapa aku baru menyadarinya..." Nagi mengelus pipinya sendiri penuh kelembutan. "Aku handsome dari kecil!!!"
Mendengar itu, Yuki hanya menatap Nagi datar, membalikan badan lalu membanting pintu.
"Oi," Mitsuki menyikut Yamato kuat. "Bocah tua."
"Siapa yang kau maksud bocah tua itu, sialan?!!"
"Kau," jawab Mitsuki tegas, "Ambilkan panci sakti milik Yuki-san di dapur, aku ingin meratakan kepala Nagi."
"M-Mitsu...."
"Ouh, btw Mitsyuki," Nagi berkacak pinggang ke arah Mitsuki. "Why kau terlihat semakin menyatu dengai lantai Mitsyuki?"
"Kau...!!!!" Mitsuki kini dengan brutal menjambak, bahkan menarik kedua pipi Nagi kuat.
"Noooooo!!! My pretty faceu!! Don't touchey touchey mehh!!!" pekik Nagi histeris berlari keluar kamar, ke arah area sofa di mana Sougo baru bangun dan Tamaki menghampirinya.
"Souuu-chaaan, Souuu-chan," Tamaki melompat-lompat riang sambil menyembunyikan barang yang tengah digenggamnya dibelakang tubuh. "Hm?" Sougo pun menoleh, selagi membalutkan sebuah selimut kecil pada tubuh Anesagi yang masih 'tepar'. "Apa Tamaki-kun?" senyumnya santai, meski mengetahui fakta mereka semua menyusut.
"Hehe," Tamaki terkekeh, sebelum pada akhirnya menyerahkan 'temuannya' itu. "Aku bawa ini untukmu!!"
"Dan apa ini...?" Sougo membuka bungkusan dari kain lap tersebut.
"Pisau!!" ujar Tamaki masih dengan nada riang. Tidak menyadari keheningan sukses melanda sekitar.
"Untuk apa... Tamaki-kun?"
"Untuk kau berlatih dari kecil!"
"..."
"Jadi ketika kita kembali ke wujud semula, kau tidak akan membunuh orang lain tanpa sengaja--umf!!!"
Yamato dengan sigap membekap mulut Tamaki. Menatap Sougo yang sudah menggenggam pisau dengan tatapan horor. "RED CODE! RED CODE!! MINNA! BUANG BENDA ITU!! BUANG!!!"
"MAYDAY MAYDAY!!"
"Kita hanya akan membuat Sougo semakin kuat jika begitu!!" sahut Mitsuki, berdiri dengan panik sambil menarik Iori, Riku dan Tenn yang baru datang-- 'entah dari mana setelah menangis'-- ke posisi aman.
Ketiga bocah itu pun hanya plonga-plongo, melihat kegaduhan yang ada.
"Hiyah!!" Momo membantu Yamato dengan merampas pisau Sougo. "Aku dapat!!!"
"Hancurkan saja!! Musnahkan pisau itu!!" sahut Mitsuki, setelah mendapatkan izin dari Yuki, 'si pemilik asli pisau legend itu'.
Ryuu yang merasa bertanggung jawab untuk 'memusnahkan' pisau itu--karena memiliki tubuh paling besar(?)walaupun mereka menyusut--langsung menyambarnya dari tangan Momo, lalu dimasukan ke dalam kain lap, setelahnya ke kantong plastik, terakhir... benar ia 'hancurkan' dengan cara diinjak-injak.
Padahal, pisau itu hanya... pisau roti kayu.
Namun, ini adalah kehidupan para idol normal yang mempunyai plot abnormal setiap harinya, Iori pun membenarkan fakta itu.
Sehingga, tidak afdol rasanya jika sehari tidak heboh.
Seperti sekarang.
Dengan penuh efek slowmotion yang dramatis, Tamaki versi mini menatap horor pisaunya, sesaat Ryuu menaruh kantong tersebut pada tempat sampah.
"Kenapa... kenapa kalian sangat jahat!!!" kedua mata salah satu idol bontot itu mulai berkaca-kaca. "Aku ambilkan khusus untuk Sou-chaaaan!! H-Huwaaaa!!" pada akhirnya, Tamaki menangis.
Lengkingan suaranya yang tinggi dan histeris itu membangkitkan, 'sisi lain' Sougo.
"O-Oi...!!!" Torao menunjuk ke arah Sougo dengan tangan bergetar. "A-Aku rasa kalian membuat kesalahan besar!! L-Lihat apa yang diangkat Osaka!!"
"...berani kalian membuat Tamaki-kun menangis...!!" Sougo mengangkat sebuah vas bunga di samping pintu masuk apartemen Yuki.
"W-WO-WOI?!!" Gaku mendelik ngeri, dan langsung melemparkan tatapan sinis ke arah Yamato. "Apa grup mu memang tidak ada satupun yang normal, Nikaido?!!"
"Aku!!" Yamato menunjuk dirinya sendiri. "Aku yang paling normal!!"
"..."
Mitsuki mengernyitkan dahi dengan dengusan kasar, Tamaki mengerjap tak setuju, Nagi tak sengaja mengumpat 'bulls*hit', Iori dan Riku hanya saling membalas bahu yang terangkat--tanda mereka masih belum mengerti apa yang terjadi--sedangkan Sougo... entah mengapa semakin ingin... meledak.
"Justru kau yang paling abnormal ossan!!" protes Mitsuki sambil memeluk, Iori, Tenn dan Riku bersamaan. "Sampai vas bunga Sougo mengenai salah satu dari kita... habis kau!!"
"Bisa jelaskan kenapa aku ikut berada dalam pelukanmu, Izumi Mitsuki?" Tenn mendusel, berusaha keluar dari dekapan Mitsuki. Namun, Mitsuki dengan segara membenamkannya lagi, "Hushhh! Kau diam saja Kujou! Kita sedang dalam medan perang!"
Kapan lagi dapat memerintahkan seorang Kujou Tenn bukan?
"Uhhh...!!!" Sougo semakin mengangkat tinggi vasnya... lalu... ia mulai mengejar satu per satu dari mereka! Mengganti target pada orang di dekatnya.
"L-LARII...!!!"
"AHHHH....!!!'
"Yuuuukiii...!!" Momo berlari menghindari Sougo. "Apartemenmu bisa hancur...!!"
Yuki menghela nafas panjang, "Sudahlah, aku tak peduli lagi," ujarnya lelah. Disaat yang lain berlarian, Yuki justru memilih merebahkan dirinya di sofa. "Pasrah saja."
"Bukankan ini salah Izumi Mitsuki-san, Nikaido-san, Momo-san dan Tsunasi-san??" Minami melirik sinis ke arah keempatnya. "Kenapa kita juga dikejar?" tanyanya, setelah berhasil melompati kursi makan sesaat Sougo mengejarnya.
"AHHHH!! SOS! SOS!!" Nagi kini menolehkan kepala ke segala arah. "Di mana COCONA?!! COCONA!! HONEY! KITA HARUS BERSEMBUNYI!!!"
"Tidak ada waktu untuk mencari bonekamu itu Nagi!!" Mitsuki menarik Nagi paksa ke bawah meja, bergabung bersama Iori, Tenn dan Riku. Riku, yang sudah kepalang tidak mengerti dengan situasi saat ini, memilih tidur dipangkuan sang kakak. Merebahkan kepala pada paha Tenn. Tipikal anak kecil, mengantuk setelah bermain. Sedangkan Iori memeluk lengan Mitsuki sedari tadi. Merasa terganggu dengan gaduh yang terus terdengar.
"Ouh Mitsyuki!!" Nagi menepis tangan Mitsuki dramatis. "Itu bukan sekedar boneka!! She's my kanojo!!"
"..."
Mitsuki yang tercengang dengan kalimat Nagi, hanya dapat tergagap beberapa saat, hingga...
".... TARIK YANG KUNING INI!! KURUNG DIA! MEMBUAT PUSING SAJA!!" Mitsuki menoleh ke arah Gaku dan Ryuu. "Yaotome! Tsunashi-san! Bantu aku!!"
Gaku dan Ryuu reflek memegangi Nagi.
"Uhm??" Nagi tersentak begitu lengannya dicengkram kuat oleh dua idol versi mini lainnya. "AH?? NOOOOOO....!!!" pekik Nagi, sesaat berhasil diseret paksa kepojok ruangan.
"Minta maaf ke Tamaki-kun!!!" Sougo masih dirasuki oleh amarahnya sendiri--perkara bangun tidur sudah mendapati situasi gaduh--membuatnya pusing dan jauh lebih sensitif. Terlebih, jika ada orang lain yang membuat, 'anak asuh-nya' a.k.a Yotsuba Tamaki menangis.
"Sougo-kun!! Kumohon... kembalilah normal!" Ryuu menatap sosok Sougo khawatir. Sebab kini ia sudah menjatuhkan perabotan yang dimiliki Yuki pada apartemennya.
Sedangkan Yuki sudah terkulai lemas sejak tadi. Momo selaku partner yang setia, mendampingi Yuki dengan terus memberikan 'kabar terkini'. "O-Ohhh! Yuki! Gitar kesayanganmu baru saja patah! A-Aaah! Dan itu Sougo menjatuhkan sebagian piring cantikmu! Wah! Sekarang ia menyenggol tanaman estetikmu!" Momo mendelik begitu melihat Sougo menginjak beberapa kertas. "U-uh... Yuki, kumohon jangan membunuh Sougo... karena ia menginjak draft... lirik lagu baru kita..."
"..."
"TAMAT KAU OSAKA SOUGO-KUN!!" Yuki seketika bangkit dan mulai melempar bantal sofa.
Di sisi lain, Tamaki bersorak dalam dekapan Mitsuki untuk Sougo. "Yayyy! Lawan mereka Sou-chaaaaan!!!"
"Diam kau bocah!!" Mitsuki mengerahkan seluruh tenaganya untuk menahan Tamaki tetap berada di bawah meja, setelah ia berhasil menyeret idol bontot itu. "Iori! Bantu aku!!" Iori yang mendapatkan perintah langsung dari kakanya pun reflek memegangi Tamaki. Fokus yang terpecah membuat Mitsuki tidak sadar, dua anak kembar keluar dari persembunyian mereka.
"SOU-CHAAAANN! TOLONG AKUUU!!"
"TAMA DIAMLAH!!!" Yamato kini tak sengaja menyikut Torao--yang jelas-jelas hanya berdiri di pojokan--hingga terjatuh. Pipi sukses mencium lantai. "O-Oi!! Wajahku adalah aset terbesar dunia karirku, sialan kau leader Idolish7!!"
"Sudahlah, Mido-san," Minami yang berdiri tak jauh darinya terkekeh geli. "Aku yakin wajahmu sudah diasuransikan."
"Nikaido! Aku ikat saja membermu ini ya???" Gaku membawa sebuah tali yang ia temukan di daerah dapur.
"IKAT DAN TARUHLAH DI POJOK DENGAN NAGI!!"
"T-Toumaaa," Haruka membenamkan wajah bayinya pada punggung Touma. "Aku mau pulaaaanggg! Pulangkaaan aku!"
"Kenapa kau menangis juga Haru..." Touma menghela nafas panjang. Menepuk-nepuk lengan Haruka dari arah depan. "...uhh... awas jika ingusmu menempel dibajuku..." ancam Touma, meski masih dengan nada halus.
Haruka mengangkat kepalanya, dan terlambat... Haruka sudah menciptakan lukisan abstrak dari ingusnya pada baju Touma.
"Hehe... ini galaxy berbintang..."
Belum selesai mengurus satu anak, Touma harus mengurus 'anak nyasar' baru.
"Huweee!" si surai merah melesat dan ikut membenamkan wajah pada baju Touma. "E-Eh?" Touma mengerjap. "Kenapa kau menangis juga Riku...??"
"T-Tidak tahuuu, huwaaa!!" bukannya mereda, tangisannya malah semakin kencang.
"Hu-uh?" Tenn yang melihat Riku lebih memilih orang lain ketimbang dia untuk menenangkan situasi pun ikut... menangis. "Kenapa Riku... milih si Inu sih... uhh...hhh...!"
"Tenn?!!" Ryuu, yang memiliki jiwa kebapakan sekitar 60% langsung berusaha menghibur Tenn.
"Kenapa kalian semua menangis..." Yuki melirik Gaku, Yamato dan Torao yang sudah berhasil mengikat Sougo ke pojok ruangan. "Baiklah, semua berkumpul!" titahnya tegas, menepuk tangan beberapa kali untuk menarik perhatian mereka.
Beruntung, sekali perintah, mereka patuh pada senir, dan idol paling tertua itu. Duduk melingkar dengan formasi acak, dan Yuki berada ditengah semuanya.
"Menurut kalian... situasi apa yang sedang kita hadapi ini?" tanyanya, mengedarkan pandangan. Menatap satu per satu juniornya.
"Mungkin..." Minami bersukarela menjawab pertanyaan Yuki pertama kali. "... kita semua terkena penyakit langka, yang menyebabkan tubuh kita menyusut. Tidak menutup kemungkinkan akan berimbas pada sistem tubuh lainnya, hingga nanti virus itu menggerogoti otak kita, dan kita mati."
"..."
"..."
"TUTUP JUGA MULUT YANG SATU ITU!! IKAT DIA BERSAMA SOU, TAMA DAN NAGI!!"
Berkat suara Yamato yang terlalu vokal, mereka pun benar mengikat Minami dan menyatukannya di pojokan bersama Tamaki, Nagi dan Sougo.
"Baiklah..." Yuki megurut pelipisnya yang sudah terasa nyut-nyutan. "...untuk mengurangi segala stress ini, sebaiknya kita makan dulu. Aku pesan sekarang."
.
.
.
-Waktu makan-
Makanan yang sudah mereka pesan pun datang. Sangat beruntung tengah malam mereka masih bisa menemukan restoran yang buka.
Meski memiliki kendala saat menerima pesanan, karena pengantar makanan meminta mereka memanggil orang dewasa.
Dan merasa curiga jika apartemen itu adalah base perdagangan anak.
Yuki hampir menendang keluar pengantar makanan itu saking kesalnya.
Apartemen cantiknya--sebelum hancur-- dibilang base perdagangan.
Pada akhirnya mereka berhasil mengelabui orang itu.
"Minna!!" Tamaki memberikan mereka semua cengiran lebar nan tengil. Membiarkan 'cacing tepung' itu menjutai dan jatuh bebas dari lubang hidungnya. "Lihat!! Bulu hidungku berubah menjadi soba!!"
Beberapa orang meringis geli melihat Tamaki, sedangkan lainnya terkekeh karena tingkah lucunya.
Sougo memukul pelan paha Tamaki, "Jangan bermain dengan makananmu, Tamaki-kun."
"Oh, okeh," Tamaki dengan patuh duduk kembali. "Buat kau saja Gakkun, aku tidak mau." ujarnya, sambil menaruh soba itu ke dalam mangkok Gaku.
Dari hidung LANGSUNG ke mangkok.
"...?!!"
Gaku esmochi.
"Pffr.... ahahahahahaha!!!!"
"HAHAHAHAHAHA!!"
"Iuuuuhhh, ahahaha!!"
"Yotsuba...!! Kau!!" Gaku ingin menjitak kepala Tamaki, namun perkataan Sougo selanjutnya membuat tawa di dalam ruangan semakin pecah.
"Tamaki-kun kau tidak boleh menyia-nyiakan soba di depan orang yang bercita-cita menjadi penjual soba!!"
"HAHAHAHHAHAHA!!"
"AHAHA, ADUH PERUTKU!!"
Sial bagi Gaku... kirinya Tamaki dan kanan Riku.
Ketika Riku mencoba menyumpit sobanya, malah terpental dan sukses menghiasi wajah Gaku.
"...?!???!?? Huhk...?!!"
"HAHAHAHAHAAHAHAHAHAHAHAAHAHAHAHA!!!"
"JANTUNGKU!! PERUTKU! USUSKU! LAMBUNGKU! AHAHAHA BISA TERGUNCANG!"
"YAOTOME! BERHENTILAH MENJADI BADUT! AKU INGIN MAKAN!"
"Uuh...!!" Gaku menggebrak meja. "Tenn! Urusi adikmu!!" protes Gaku, menatap Tenn sinis dari seberangnya.
"Yaotome-san! Maafkan aku!!" Riku membungkuk penuh. Terlalu merasa bersalah, Riku dengan sengaja menguyur dirinya sendiri dengan kuah soba. "Hehehe, sekarang kita impas!!" senyumnya riang.
Paras suka cita itu nyatanya berhubungan erat dengan takdir kesialan untuk Gaku.
"Oi sobaman..." Tenn mengeratkan genggamannya pada sumpit hingga patah. "...minta maaf sama Riku. Kau baru saja membulinya."
"MATA KAU DI MANA TENN?!! Aku korbannya di sini!!!"
"Minta maaf!!" Tenn sudah mengarahkan ujung lancip sumpit pada Gaku.
"W-Woi!!"
Kegaduhan itu, saat ini sukses membangunkan manager TRIGGER.
"Ah, Kaoru-chan bangun!"
"Yo, Anesagi-san."
"Morning."
"Pagi--ah, malam."
Di sapa banyak sosok kecil membuat Anesagi langsung terbelalak.
"Sial... ternyata ini bukan mimpi..."
...dan Anesagi kembali 'tidur'.
"WAH DIA PINGSAN!!!"
.
.
.
TBC
Yayy, senangnya bisa balik. ☺️
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top