Your Future || Masunaga Kazuna

"Sore ini tetangga kita akan mengalami kecelakaan yang membuatnya lumpuh seumur hidup." Siang itu, suasana di meja makan dibuat mencekam oleh perkataan Kazuna.

Ayah Kazuna berhenti menyantap masakan yang tersedia, kemudian beralih memandang putranya yang baru berusia enam tahun. "Apa maksudmu, Nak?"

Kazuna mengatakan pernyataannya sekali lagi dengan begitu yakin, seolah dia adalah peramal. "Hari ini, pukul delapan malam." Ia menambahkan sambil meminum segelas air. "Tapi dia selamat, tidak akan meninggal."

Kali ini, giliran ibunya yang terkejut. Kazuna memaparkan kejadian tersebut seolah ia sudah melihatnya. Bahkan, Kazuna sampai menyebutkan nama jalan serta pelat nomor mobil yang akan menabrak tetangganya.

"Jangan bercanda, Nak. Ini tidak lucu." Ibu Kazuna menegur.

Kazuna menggeleng. "Aku tidak bercanda. Aku benar-benar melihatnya ketika aku bertatapan dengannya tadi." 

"Sudah, jangan dibahas lagi. Mungkin saja kau berhalusinasi." Ayah Kazuna berdeham, menginstruksikan Kazuna untuk segera berhenti dan melanjutkan makan siang yang tertunda.

Namun, kejutan yang disampaikan Kazuna seolah belum berhenti sampai sana. Sebab malam itu, tetangganya benar-benar tertabrak oleh mobil dan kembali beberapa hari kemudian dengan kursi roda.

Ayah dan Ibu Kazuna sontak berwajah cemas. Bagaimana mungkin anak mereka bisa memberikan prediksi yang amat tepat?

Your Future
M

asunaga Kazuna x Reader


Sepuluh tahun sudah berlalu sejak ramalan Kazuna yang pertama. Sejak saat itu pula, ia terus-menerus mendapatkan penglihatan yang begitu tak diinginkan, kadang membahagiakan, tetapi kadang menyedihkan. 

Kemampuan ini membuat seorang Masunaga Kazuna memiliki banyak keuntungan, seperti bisa memprediksi soal ujian yang akan keluar, memperingatkan seseorang sebelum suatu kecelakaan terjadi, dan masih banyak lagi. Cara yang ia perlukan pun mudah, cukup melihat ke mata pihak yang bersangkutan, kemudian membuka lembaran masa depannya dan menyusurinya. 

Namun, Kazuna tak pernah menggunakan kemampuannya secara berlebihan. Ia memiliki batas. Setiap kali ia memakai kemampuannya membaca masa depan, pemuda itu akan mengalami sakit yang luar biasa pada bagian kepala dan matanya, seperti dibakar oleh seseorang. Dan dalam kondisi yang paling parah, ia bisa terkena kebutaan sesaat.

Itulah yang membuat Kazuna selalu mengarahkan pandangannya ke bawah, berusaha menghindari kontak mata dengan orang lain. Ia harus benar-benar terfokus pada sekitarnya. Jika tidak, ia dapat tertarik masuk ke dalam penglihatan yang menyiksanya perlahan.

Kemampuan ini seolah menjadi pedang bermata dua baginya. Ia bingung harus menganggapnya sebagai kutukan atau hadiah.

"Kazuna, tolong bawa buku ini ke kantor guru, ya." Pemuda berambut jingga itu sangat membenci momen ketika ada seorang guru memanggilnya. Di saat seperti inilah, akan sangat sulit baginya untuk menghindari kontak mata--ia tidak ingin dicap tidak sopan oleh guru.

Pemuda itu perlahan mengangkat pandangannya, matanya terfokus ke rambut sang guru, masih berusaha untuk menghindari kontak mata. "Baik, sensei." Ia segera mengangkat buku-buku itu, kemudian meninggalkan kelas.

Napas lega diembuskan Kazuna begitu berhasil keluar dari kelasnya. Ia berhasil lagi melewati satu tahap yang amat mengerikan. Mau bagaimanapun juga, ia tidak boleh membaca masa depan siapa pun sampai sore hari nanti. Ia tidak ingin pingsan ketika berolahraga nanti.

Pemuda bermarga Masunaga itu dengan santainya membuka pintu kantor guru, tanpa memikirkan apa pun. Saat itulah, pandangannya bertemu dengan seorang gadis yang baru keluar dari kantor guru.

Ia terkesiap ketika merasakan dirinya tertarik ke dalam masa depan gadis itu. Meski hanya sekilas, Kazuna mendapatkan gambaran kasar mengenai masa depannya. Darah, beberapa polisi, dan rintihan.

"Apa-apaan itu?" Kazuna mengerutkan dahinya ketika ia terbawa kembali ke realita. Wajah pemuda itu langsung berubah ketakutan. Ia sama sekali tidak mengenal gadis itu, tetapi ia merasakan ada sesuatu yang buruk. Ia merasa bahwa ia harus mencegah apa pun yang akan terjadi kepada siswi itu nantinya.

Kazuna meletakkan semua buku yang sudah ia bawa, kemudian bertanya kepada Ryuuji yang juga ada pada ruangan itu. "Hei, Ryuuji. Kau tahu nama gadis yang barusan meninggalkan kantor guru?" Ia berbisik memastikan bahwa tak ada orang lain yang mendengarkan.

"Dia (name), salah satu berandalan di SMA Houou. Tomo sering melihatnya terlibat perkelahian dengan SMA Shishidou." Ryuuji mengulum lolipopnya ketika meninggalkan ruangan.

Kazuna langsung paham. Di sekolahnya, tak ada yang tak mengenali nama (name), seorang perempuan yang sangat senang berkelahi, bahkan dengan lelaki sekalipun. Sebagai siswi, tentu saja ia sering mendapatkan masalah karena perilakunya. Namun, para guru pun sudah tak bisa menanganinya lagi. Ia terlalu sulit diatur.

"Baiklah, terima kasih atas informasinya." Kazuna berkata dengan terburu-buru, lalu meninggalkan Ryuuji seorang diri.

"Ryuuji, aku mencarimu ke mana-mana." Dari kejauhan, Ryuuji dapat melihat sosok seseorang yang amat ia kenal. "Ayo makan siang." Pemuda bernama Kitakado Tomohisa itu tersenyum dengan ramah.

Ryuuji cemberut. Ia masih membiarkan pikirannya bermain dengan pertanyaan Kazuna tadi. Untuk apa Kazuna bertanya soal (name)? "Tomo, tadi Kazu bertanya soal (name). Aku tidak tahu apa yang merasuki Kazu sampai ia bertanya tentang seorang gadis seperti itu." 

Senyum di wajah Tomohisa langsung menghilang. Ia menatap Ryuuji dengan iris birunya yang dingin. "Aku baru saja hendak berbicara mengenai gadis itu.... Ia akan membuat masalah lagi di sekolah ini." Tomohisa mengepalkan tangannya.

"Apa maksudmu?"

Tomohisa tidak menjawab pertanyaan Ryuuji. "Kita harus melaporkannya!"

***

Jam istirahat tinggal sepuluh menit lagi, tetapi Kazuna belum bisa tenang. Ia harus menemukan gadis itu, melihat dengan jelas apa yang sebenarnya terjadi dan berusaha mencegah hal itu.

Ditemukannya (name) di atap, duduk seorang diri sambil memeluk lutut. Dalam diam, Kazuna menghampiri, berharap dirinya tidak diusir karena tiba-tiba datang. Namun, langkah pemuda itu terhenti ketika mendengar isak tangis. Lantas, ia mengintip, memperhatikan siswi kelas dua itu menumpahkan kesedihannya.

"Keluarlah. Aku tahu kau ada di sana, Masunaga Kazuna."

'Peka sekali.' Kazuna tertegun ketika gadis itu terang-terangan memanggilnya. Dengan sedikit ketakutan, pemuda itu akhirnya menghampiri (name).

(Name) bergeser ke arah kiri, memberi jarak antara dirinya dengan Kazuna. "S-Soal tadi, tolong jangan ceritakan kepada siapa-siapa." Ia memalingkan wajahnya, tak berani menatap pemuda itu sama sekali.

"Tenang.... Aku pun tak berniat memberitahukannya kepada siapa pun." Kazuna menghentikan perkataannya sesaat, menarik napas dengan begitu dalam. Kemudian, indra penciumannya disapa oleh aroma lavender yang begitu menenangkan. "Wangi lavender. (Name)-san menggunakan parfum?"

Mitra tuturnya tertawa kencang, seolah Kazuna baru saja mengatakan hal yang tidak masuk akal. "Aku? Memakai parfum? Jangan harap." Ia menyambar dengan dingin.

Kazuna hanya memberikan seukir senyum canggung sebagai balasannya. Setelah menghimpun keberaniannya, Kazuna pun memberanikan diri menatap (name), memasuki masa depannya yang masih menjadi misteri.

Ketika Kazuna tersadar, ia sudah berada di dalam masa depan gadis itu. Ia menepuk pipinya, memastikan diri tetap fokus dan mencari tahu mengenai masa depan (name) secepatnya.

Ia berdiri di lapangan sekolah, melihat sosok berseregam hitam tengah menyergap SMA Houou. Kazuna tidak perlu melihat wajah para lelaki dengan baju gelap itu, ia sudah tahu siapa mereka. SMA Shishidou, yang terkenal dengan perselisihannya dengan SMA Houou. Mereka berjumlah kira-kira tujuh orang, dua orang di antaranya membawa tongkat baseball yang cukup besar, sedangkan sisanya siap bertarung dengan tangan kosong.

"Keluarlah, kau sudah menantang kami." Suara serak itu berkata.

Mata Kazuna terbelalak. Ia kenal betul suara itu. Kaneshiro Goushi, siswa dari SMA Shishidou yang terkenal paling sadis di antara yang lain. Ia kejam dan tak mengenal ampun. Pemuda bermarga Kaneshiro itu memiliki sejumlah orang yang ia jadikan sebagai kelompoknya: Aizome Kento, Ashu Yuuta, Fudo Akane, Shingari Miroku, Teramitsu Yuzuki, dan Teramitsu Haruhi.

Meski hanya beranggotakan tujuh orang, mereka mampu melumpuhkan puluhan orang dengan mudahnya.

Seorang gadis melangkah keluar dari gudang di belakang sekolah. Ia membawa serta tongkat baseball yang besar. Dan ia hanya seorang diri.

Detik itu juga, Kazuna langsung paham. (Name) telah menantang ketujuh siswa dari Shishidou dan hendak mengalahkannya seorang diri. Memutuskan untuk menyaksikan lebih lanjut, Kazuna mundur ke arah semak-semak yang tebal.

'Tomohisa?' Kazuna semakin terheran-heran ketika ia menemukan pemuda berambut putih itu sedang mengamati dengan begitu tenang sambil memegang ponsel di tangan kanannya.

Pemuda bernetra biru itu tersenyum licik. Ia menyaksikan dengan cermat, kemudian mulai menelepon dengan ekspresi puas. "Halo, kantor polisi. Saya ingin melaporkan...."

***

Gelap. Semuanya begitu gelap. Kazuna tidak dapat melihat apa pun. Ia merutuk dalam hati. Ia pasti terlalu lama bermain dengan kemampuannya. Pemuda itu mengepalkan tangannya dengan erat, merasa geram karena belum sempat melihat hingga akhir.

"Leader, kau sudah tersadar?" 

Kazuna mencerna suara tersebut, memastikan bahwa itu adalah suara yang ia kenal. "Hikaru? Kaukah itu?"

"Wah, leader.... Syukurlah kau masih terbangun. Kore-san menemukanmu pingsan di atap." Kali ini, Mikado yang bersuara.

Kazuna mengerutkan dahi. "Ada siapa saja di ruangan ini?"

"Ada aku, Pi-chan, Tatsu, Mikachi, dan Ryu-chin." Hikaru mengedarkan pandangannya, mengabsen satu per satu teman-temannya.

Kazuna hanya mengangguk-angguk. Saat ini, pandangannya masih gelap. Ia butuh setengah jam untuk pulih. "Kazu, ada yang harus kuberitahukan kepadamu. Ini soal (name). Sebenarnya aku tidak berniat memberitahukan hal ini, tetapi kurasa Tomo sudah kelewatan."

Semua yang ada di ruangan itu--terkecuali Ryuuji dan Kazuna--langsung menatap ke arah pemuda yang baru saja angkat bicara.

"Memangnya ada apa?"

Ryuuji menghela napas, meminta maaf kepada Tomohisa karena telah membocorkan niatnya. "Tomo tahu bahwa malam ini anak-anak Shishidou akan datang ke sekolah ini. Dan ia tahu bahwa (name) berencana menghadapi mereka seorang diri. Namun, Tomo merencanakan hal yang buruk. Ia ingin menjerumuskan (name) ke dalam penjara."

"Apa?" Hampir semua dari mereka berteriak kaget melihat kelakuan Tomohisa yang berbeda dari biasanya.

"Aku tidak suka dengan rencananya, makanya aku memberitahukan ini kepada kalian." Ryuuji bersedekap, kemudian memalingkan wajah. "A-Aku butuh bantuan kalian untuk mencegah hal itu terjadi."

***

Langit sudah gelap ketika (name) sampai kembali di sekolah. Ia masih mengenakan almamater kebanggaan SMA Houou, dengan rok yang sudah sedikit koyak. Gadis itu mengendap-endap menuju gudang olahraga sekolah, memilah-milah peralatan yang bisa ia jadikan senjata untuk melawan SMA Shishidou.

Napasnya memburu. Sungguh, (name) pun tak siap dengan hal ini. Rasa takut membayanginya. Bagaimana jika ia kalah dan justru mempermalukan almamaternya?

"Keluarlah, kau sudah menantang kami." Ketika mendengar panggilan tersebut, (name) tahu sudah waktunya untuk menampakkan diri. Ia menggenggam tongkat baseball dengan erat, menekan semua rasa takutnya, lalu keluar dari gedung olahraga.

Baru saja ia menutup pintu gudang, (name) merasakan dirinya ditarik oleh seseorang dan mulutnya dibekap.

"(Name)-san, tolong jangan memberontak, ikut aku, ya." Kazuna berbisik, memastikan suaranya terdengar oleh sang gadis.

"Hei, (name)! Jangan jadi pengecut! Cepat keluar atau kami akan hancurkan sekolah ini." Goushi berteriak dengan tidak sabaran.

(Name) melepas paksa tangan Kazuna. "Dengar, mereka memanggilku! Aku harus pergi dan menghadapi mereka sekarang juga!" Gadis itu bersikeras, ia tidak ingin citranya dirusak karena masalah seperti ini.

Kazuna menggeleng, lantas berdiri di depan (name). "Tomohisa akan menelepon polisi dan hal ini akan sangat berbahaya. Namun, kami punya rencana. Jadi, tolong ikuti permainan kami, ya."

(Name) menggaruk kepalanya dengan heran. "Kami?"

Kazuna tersenyum dengan bangga. "Aku tidak sendirian, kok. Sekarang, kau harus melakukan sesuatu." Pemuda itu menjelaskan rencana mereka dengan cepat dan memastikan bahwa setiap kalimat yang ia keluarkan dapat dimengerti oleh (name).

Setelahnya, (name) mengangguk dan Kazuna pun kembali bersembunyi. 

"Hei, kalian! Kalau kalian adalah pria sejati, datanglah seorang diri dan hadapi aku. Mari kita tentukan siapa yang paling kuat di antara kita." (Name) menjerit dengan cukup kencang.

Mendengar hal tersebut, Goushi hanya tertawa. (Name) sangat meremehkan mereka. Pemuda berambut hitam itu menatap Yuuta, menyuruhnya menghadap (name) dan mengalahkannya dalam sekali pukul.

Pemuda berambut merah muda itu menurut. Ia berjalan pelan, membawa serta tongkat baseball yang dioper oleh Yuzuki. Sepuluh menit berlalu, tetapi tidak ada suara apa pun yang terdengar, Yuuta pun tak kunjung kembali.

"Akan kuperiksa." Akane menawarkan diri. Dengan kemampuan judo yang luar biasa, pemuda mungil itu percaya bahwa ia akan menang. Namun, ia pun tak mampu kembali.

Satu per satu, anak buah Goushi pergi untuk menghadap (name), tetapi tidak ada satu pun di antara mereka yang kembali dan membawa kabar baik. Sampai tersisalah Goushi seorang diri. 

Ia menggeram, merasa ada yang tidak beres dengan situasi ini. Dengan langkah terburu-buru, ia menghampiri (name) yang berdiri dengan senyum penuh kemenangan. "Sudah lama aku menunggumu. Siap untuk kalah?" Gadis itu melangkah maju sambil mengepalkan tangannya.

"Kau yang harus bersiap untuk kalah." Goushi membalas dengan yakin.

(Name) tertawa mengejek. Ia berlari mendekati Goushi, sama seperti Goushi yang berlari mendekatinya. Sebuah tinjuan keras diluncurkan Goushi--yang untungnya meleset. "Hei, dari awal kau sudah kalah. Karena kau seorang diri, sedangkan kami berjuang bersama."

Hikaru melompat dari atas pohon dan mendarat di sebelah Goushi. Dengan sigap, ia meluncurkan tinjunya. Momotaro dan Kazuna keluar di saat yang bersamaan--untuk memastikan (name) tidak terluka. Sementara itu, Tatsuhiro menendang Goushi sampai terjatuh.

"Cepat, lumpuhkan dia!" Hikaru duduk di punggung Goushi, mengunci gerakan siswa SMA Shishidou itu. Terkapar tak berdaya, Goushi hanya bisa pasrah sementara Mikado mengikat tangannya dan Momotaro menutup mulutnya dengan kain putih.

"Aksi yang luar biasa." Tomohisa bertepuk tangan sambil menghampiri gerombolan itu. Di sebelahnya, Ryuuji berdiri sambil berkacak pinggang. "Kurasa Ryuuji menceritakan semuanya kepada kalian. Tak kusangka hal ini akan terjadi."

Semua melihat ke arah Tomohisa dengan tegang, berharap pemuda itu sedang berbaik hati.

"Tomo memanggil polisi untuk menangkap para murid Shishidou atas tuduhan penyergapan sekolah. Kalian bebas dari tuduhan, tenang saja." Ryuuji menjelaskan dengan begitu senang.

Baik (name) maupun siswa SMA Houou yang lain bernapas lega. Setidaknya mereka tidak perlu berhadapan dengan aparat kepolisian yang menyebalkan.

"Pulanglah, biar kami berdua yang mengurus sisanya." Tomohisa menepuk bahu Kazuna dan yang lainnya sambil tersenyum.

"Hei, Kazuna." Pemuda berambut jingga itu baru saja beranjak pergi ketika (name) memanggilnya. Spontan, pemuda itu menatap ke bawah, menghindari kontak mata yang memungkinkan dirinya melihat masa depan lagi. "Terima kasih untuk bantuanmu."

Kazuna tersenyum kecil, menatap (name) dengan begitu lembut. "Aroma lavender itu darimu, 'kan? Tidak usah ditutup-tutupi."

(Name) sedikit terkejut dengan topik pembicaraan Kazuna yang begitu melenceng. Gadis itu langsung memalingkan wajahnya, tak berani bersitatap dengan lawan bicaranya. "Memangnya kenapa kalau aku pakai parfum? A-Apa tidak boleh?"

"Boleh, kok. Aku hanya bingung kenapa kau tidak ingin mengakuinya sejak awal." Kazuna terkekeh.

(Name) meremas jemarinya sendiri. Ia tahu suatu hari akan ada yang sadar dengan hal ini. Dan ia pun masih ragu untuk menjawabnya. "A-Aku...." Ada jeda panjang pada ucapan gadis itu. "Aku hanya tidak ingin dipandang remeh oleh yang lain. Maksudku, aku harus tampak seperti berandalan agar murid yang lain tidak menjahiliku. Kalau aku terlihat seperti perempuan pada umumnya, nanti mereka akan memperlakukanku dengan buruk."

Kazuna menatap dengan iba. Entah mengapa, ia bisa merasakan apa yang dirasakan gadis itu. Ada sesuatu yang mengganjal hatinya, emosi kecil yang mendesak Kazuna untuk berkata, "Tenang, (name)-san, aku akan melindungimu. Karena itu, jadilah dirimu sendiri." 

Gadis itu tersenyum, antara haru dan senang. "Terima kasih!"

Tanpa sadar, tangan mereka tertaut. Dan dalam gelapnya malam yang membungkus angkasa, Kazuna berjanji pada dirinya bahwa ia tak akan meninggalkan (name) untuk alasan yang konyol.

-Omake-

"Ngomong-ngomong, dari mana kau tahu bahwa aku berada di gudang olahraga sekolah?" (Name) bertanya untuk sekadar memecah keheningan.

Mendengar hal itu, Kazuna merasakan ketegangan yang besar. Ia berdeham, pura-pura tidak mendengarkan perkataan (name). Akan tetapi, gadis itu mendesaknya hingga Kazuna tidak memiliki pilihan lain.

"Aku bisa melihat masa depan ketika menatap seseorang. Dan aku membaca masa depanmu ketika kita bertemu."

(Name) berhenti melangkah. Ia terlihat lebih antusias setelah mendengarkan pengakuan kecil Kazuna. "Kalau begitu, bisakah kau membaca masa depanku sekali lagi? Aku ingin melihat apa yang terjadi untuk ke depannya."

Kazuna menatap mata (name), masuk ke dalam masa depan gadis itu. Ia sedikit menjelajah, melihat-lihat masa depan yang menurutnya menarik. Pilihan pemuda itu terhenti pada satu adegan yang membuatnya penasaran. 

Dilihatnya sosok (name) dengan gaun berwarna putih yang indah. Gadis itu memegang buket bunga kecil di kedua tangannya. Tanpa dijelaskan pun, Kazuna sudah tahu mengenai situasi yang saat ini sedang dilihatnya, pernikahan.

Tak jauh dari sana, Kazuna melihat lelaki dengan setelan rapi, yang ia duga sebagai pasangan (name). Awalnya, ia hanya melihat adegan itu dengan santai. Namun, air mukanya berubah ketika mendapati gambaran soal lelaki itu.

"I-Itu, 'kan...?" Kazuna tidak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini. Persis di hadapannya, Kazuna tengah melihat dirinya sendiri dengan jas hitam. Lelaki itu mengulurkan tangannya ke (name). Dialah sosok lelaki itu.

Kazuna tersadar kembali karena terkejut. 

"Apa yang kaulihat?" (Name) menyambut dengan begitu penasaran. 

Pemuda berambut jingga itu menutupi wajahnya yang merona. "L-Lebih baik kau tidak tahu soal itu. Masa depan lebih baik dijadikan misteri." Ia buru-buru berlari, masih dengan wajah yang merah. Namun dalam hati, kebahagiaan menyelimuti pemuda itu. Ia bersumpah akan melakukan banyak hal untuk mencapai masa depan itu.

-END-

Happy new year semuanya! Semoga tahun ini menjadi tahun yang baik.

01.01.2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top