Es Krim || Onzai Momotaro

Momotaro membuka toko kecilnya, menampilkan deretan kudapan dan benda kebutuhan sehari-hari yang tersusun rapi di atas rak. Matanya beralih ke sudut ruangan, mengamati pendingin tempat es krim beraneka rasa diletakkan. Memorinya kembali mengingat, semua yang sudah dilakukannya bersama gadis yang selalu berdiri di dekat pendingin itu, yang senantiasa membeli es krim di tempat Momotaro. Kenangan manis kembali bermunculan di benak Momotaro. Dalam hati, ia berharap bisa menemui gadis itu sekali lagi, meski hanya sebentar

Es Krim
Shop Clerk! Onzai Momotaro x Childhood Friend!Reader
Warning : AU, OOC, typo(s), angst
Requested by : fuse-midori

Momotaro ingat betul kapan gadis itu datang untuk pertama kalinya.

Kala matahari tengah bersinar dengan terik dan pelanggan di toko kepunyaan orang tuanya menjadi sangat banyak, Momotaro berbaring di sofa sambil mengibaskan helaian kertas, guna memberi hawa sejuk. Momotaro tidak menyukai musim panas, musim di mana suhu udara dapat mengalahkan semangatnya untuk pergi ke luar, masa di mana PR dari berbagai mata pelajaran akan menumpuk.

Momotaro kembali menekuni PR Kanji miliknya, menggoreskan pensil secara halus di atas kertas, membentuk huruf yang sangat indah dalam sekejap.

Sedikit lagi PR untuk hari ini akan selesai dikerjakannya dan setidaknya itu berarti Momotaro harus kembali ke bawah, membantu orang tuanya mengurus pelanggan yang datang untuk membeli barang di toko kecilnya. Segera ditutupnya buku tulis tersebut dan Momotaro langsung melesat. Tak lupa, diteguknya terlebih dahulu segelas air mineral. Momotaro meniti tangga menuju lantai satu, melihat betapa ramainya toko hari itu. Pelanggan segala usia berdesakkan, membeli minuman yang dingin atau es krim, dengan harapan hal tersebut bisa mengusir rasa panas yang menyengat.

Momotaro langsung menuju ke sudut toko tersebut, melihat pendingin yang sudah kehilangan semua es krimnya. Tak jauh dari  tempatnya berdiri kala itu, tampak seorang gadis  berbaju lengan pendek dengan garis-garis putih-biru, lengkap dengan celana pendek yang selaras. Tak lupa, sebuah topi menaungi gadis itu dari teriknya hari siang itu. Mata gadis itu memancarkan kesedihan, membuat Momotaro merasa iba. Dihampirinya sosok gadis itu dan dengan lembut, Momotaro bertanya, "Kau kenapa?"

Gadis itu masih menunduk. Tangannya terarah, menunjuk pendingin yang sudah kosong. "Es krim...," gumamnya dengan suara parau.

Momotaro tahu betul apa yang diinginkan (name), es krim. Namun sayangnya, semua stok es krim sudah habis diborong oleh pelanggan-pelanggan sebelumnya.

Momotaro mengusap wajahnya yang dibasahi oleh keringat. Ditatapnya air muka (name) yang sangat sedih. Segelintir rasa empati menyentuh hati Momotaro, membuka pikirannya untuk segera bertindak. Iris heterokromnya menatap dalam-dalam kedua mata (name). "Tunggu di sini sebentar, aku akan kembali. Jangan pergi ya," pesannya sambil bergegas ke lantai dua.

Hanya ada satu hal yang bisa dilakukannya sekarang untuk mengembalikan wajah ceria pelanggannya. Dibukanya kulkas tempat Momotaro menyimpan es krim satu-satunya yang ia miliki. Tanpa membuang banyak waktu, Momotaro kembali ke lantai bawah, berusaha mencari (name) di antara banyaknya pelanggan.

Dengan setia, gadis itu masih berdiri di satu titik yang sama, bahkan tak bergerak satu milimeter pun. Momotaro langsung menghampirinya, menyerahkan sebuah es krim rasa coklat ke arah (name). "Ini, es krim untukmu." Dengan wajah nyaris tanpa ekspresi, Momotaro terucap, membuat (name) meledak dalam tawanya.

"Kau lucu sekali. Kau sangat kaku," ujar (name) sambil menunjuk ke arah Momotaro. (Name) tersenyum lebar, menampilkan sederet gigi susu yang tersusun rapi. "Sepertinya berteman denganmu menyenangkan!"

"Hah...?" Momotaro menatap (name) bingung dengan alis tertaut.

"Maksudku, mari berteman mulai sekarang! Namaku (name)!" Gadis itu mengulurkan tangannya, hendak menjabat tangan Momotaro.

"Onzai Momotaro." Tangan pemuda itu bergerak, membalas uluran tangan sang gadis.

* * *

Hari berikutnya dan hari berikutnya lagi, (name) selalu setia pergi ke Momotaro karena jarak rumah mereka yang dekat dan kegemaran sang gadis akan es krim.

Akhir musim panas telah tiba dan gadis itu datang. Ia datang bukan untuk membeli es krim. Begitu melihat Momotaro, (name) langsung menghampirinya dengan wajah cerah. Tas selempang telah disandangnya, lengkap dengan topi yang selalu setia menaunginya.

"Kau tak seperti biasanya," komentar Momotaro, "kau tak mampir untuk membeli es krim?"

(Name) menggeleng, lalu meraih tangan kanan Momotaro. "Tidak. Kali ini aku datang untuk mengajakmu bermain. Ini 'kan hari terakhir musim panas...." Kalimat sang gadis terhenti begitu saja. Dapat dilihat dengan jelas bahwa (name) tak lagi ceria seperti biasa. Ucapannya jauh lebih pelan dari biasanya, tak ada lagi seruan bahagia yang terlontar dari mulut sang gadis.

"Hm baiklah, aku akan bersiap-siap sebentar." Momotaro bergumam sambil menunjuk ke arah pendingin khusus es krim yang terletak di ujung ruangan. "Ambil saja kalau mau."

(Name) hanya tersenyum lemah. Ia tetap bergeming. Pandangannya menyapu seluruh toko, mengenang kembali semua pembicaraannya bersama Momotaro. Tak disangka waktu berjalan begitu cepat. Ia tak mampu mengucapkan selamat tinggal secepat ini. Ia masih ingin bersama Momotaro, orang yang berharga baginya.

Tangannya tertaut. Ia ingin mengatakan semuanya dengan cepat. Namun, hatinya tidak siap. Pikirannya menolak. Lebih baik, ia pergi tanpa mengabari Momotaro. Itu akan lebih mudah. Tak ada kesedihan, tak ada tangisan, tak ada air mata. Ia bertekad akan merahasiakan soal kepergiannya, sampai detik yang terakhir.

Momotaro kembali dengan sebuah kaus putih polos dan celana pendek berwarna hitam. Langkahnya sangat teratur menuju ke arah (name). "Jadi, kau mau pergi ke mana?" Sang pemuda menatap ke arah luar tokonya.

Menunjuk ke arah laut, (name) berkata," Ke sana. Karena ini hari terakhir musim panas, ayo menyegarkan diri di laut."

Momotaro menatap datar ke arah laut yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri sekarang. Dihelanya napas panjang-panjang dan ditatapnya wajah penuh harap (name), menyiratkan suatu hal yang tak bisa ditolak Momotaro sama sekali. Dengan satu anggukan mantap, Momotaro langsung ditarik oleh (name). "Tak ada waktu untuk dibuang lagi! Ayo ke sana sekarang!"

Kali ini, teriknya matahari tak mematahkan semangat Momotaro. Untuk hari ini saja, ia bersedia ke tempat lain, menikmati musim panas yang menyenangkan bersama orang yang sangat berarti baginya.

Begitu sampai di tepi laut, (name) langsung megeluarkan pistol airnya, berulang kali menyerang Momotaro dengan cipratan air tersebut. Momotaro tidak mau kalah. Seulas senyum terukir di wajahnya saat Momotaro mulai membalas perbuatan (name).

Berbilaskan air laut yang sangat menyegarkan, keduanya masih bertarung, tak ada yang ingin kalah, sampai energi mereka habis. Deru napas mereka saling bersahutan. Hampir dua jam penuh mereka bermain di sana.

Berbaring di atas pasir putih, (name) hanya dapat melihat wajah Momotaro yang tak seperti biasanya. Momotaro tampak lebih ceria, lebih bersemangat dan lebih menawan di matanya. Rona merah mewarnai wajah (name). Berpikir Momotaro adalah pemuda yang menawan cukup memalukan baginya.

Momotaro yang menyadari tingkah aneh (name) langsung menatap sang gadis. Rambutnya yang masih basah menutupi iris heterokrom Momotaro. Tangannya terulur ke arah dahi (name). "Kau sakit ya? Wajahmu memerah," cetus Momotaro sambil menangkup wajah (name). "Mau kembali ke tokoku?"

(Name) memalingkan wajahnya dengan sangat gugup. Gadis itu berdeham singkat, berusaha untuk tidak grogi. Warna jingga dari matahari yang mulai terbenam membuat wajahnya perlahan-lahan tak bisa dilihat lagi oleh Momotaro. "Sudah waktunya aku kembali ke rumah." Suara (name) memecah keheningan.

Momotaro langsung bangkit berdiri seraya mengulurkan tangan ke arah sang gadis. "Mampir dulu ke tokoku," desaknya.

(Name) tak bisa menolak sama sekali. Segera setelah Momotaro selesai dengan urusannya, ia akan kembali ke rumah. Ia akan kembali ke kota asalnya, ia akan menghilang dari kehidupan Momotaro, untuk selamanya.

Momotaro terburu-buru mengambil es krim di pendingin. Hanya tersisa satu. Es krim itu diberikannya kepada (name) secara percuma. "Aku sudah tahu semuanya. Aku tahu ini hari terakhirmu di sini. Aku tahu kau akan pergi. Karena itu, aku berusaha menahanmu, sebisa mungkin. Tapi, aku gagal. Jadi aku ingin kau ambil es krim ini. Dan ingatlah aku setiap kali kau mengingat es krim. Biarkan aku jadi memori dalam kehidupanmu. Meski hanya memori kecil," tutur Momotaro cepat-cepat. Matanya berair, mencerminkan isi hatinya. Namun, Momotaro tetap menyuguhkan wajah datarnya, berusaha untuk tampil yang terbaik, sebelum (name) pergi.

(Name) menatap gamang ke arah Momotaro. Tangannya gemetaran. Tak bisa diterimanya es krim tersebut. Rasa bersalah terus menikam hatinya. Ia seharusnya memberitahu semua kepada Momotaro. Sekarang, (name) menyesal, sungguh menyesal. Kalau dia memberitakan soal ini kepada Momotaro, mungkin semuanya berbeda. Seharusnya, Momotaro mendengar berita itu dari dirinya sendiri, bukan dari orang lain.

Kehilangan kata-katanya, (name) hanya mampu berucap, "Terima kasih."

Langkahnya sangat pelan. Ia juga tak ingin meninggalkan Momotaro seperti ini. Ia masih ingin bersama Momotaro, tersenyum di sisinya. Namun, takdir berkata lain. Dilihatnya sekilas air mata yang lolos dari manik Momotaro. Kemudian, ia tak menoleh lagi.

Memang, kenangan mereka sangat manis, namun bagaikan es krim, lama-kelamaan ikatan itu meleleh, sama seperti es krim yang tidak dimakan (name) hari itu.

  * * *
 
Pintu baru saja dibuka oleh Momotaro, namun seorang gadis telah berdiri di depan tokonya. Momotaro sangat ingat sosok itu.

"(Name)...." Momotaro memanggil dengan lirih, menatap temannya yang kini juga sudah bertambah dewasa. Dipandanginya (name) lekat-lekat, seolah hanya dari tatapan, Momotaro bisa mendekap (name).

Kemudian, Momotaro tersadar. (Name) tak lagi sendirian. Lengan (name) terkait dengan seorang pemuda berbadan tegap, lengkap dengan senyum maskulin yang mampu memikat hati wanita.

"Sudah lama kita tidak berjumpa, Momotaro." (Name) langsung menelusuri isi toko tersebut. "Masih tidak berubah dari dulu." (Name) terhenti saat melihat pendingin berisi es krim, penghubungnya dengan Momotaro bertahun-tahun silam.

Ditarik oleh rasa penasaran, Momotaro memberanikan diri bertanya. "Siapa lelaki yang bersamamu itu?"

(Name) menghentikan aksinya. Senyum cerah terpampang di wajahnya, senyum yang masih Momotaro ingat sampai sekarang. "Oh, dia kekasihku."

Momotaro hanya tersenyum dalam diam. Sudah sepastinya (name) memiliki seorang kekasih. Dan sudah waktunya bagi Momotaro untuk mengubur semua rasa rindu dan cintanya terhadap (name) selama ini.

  - End -

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top