Suspection
"Akhirnya kita sampai juga ya Pah" kata perempuan berusia 40 tahun memasukan koper berwarna merah cabe kedalam mobil. Sedangkan suaminya yang berjas hitam terus menelpon seseorang, seperti memastikan sesuatu.
"semua sudah ready kan?" ucap laki-laki paruh baya tersebut memastikan tidak ada yang tertinggal.
"Yiren, barangnya gak ada yang ketinggalan kan ? Coba cek dulu, mamah gak mau tanggung jawab loh ya !" perintahnya terhadap seorang gadis berjacket merah yang duduk di belakang. Gadis tersebut nampak menggunakan airpod nya tetapi tidak menghalanginya untuk mendengar pertanyaan ibu nya yang terkenal dengan ketegasannya.
"Iya , tidak kok Mah, sudah Yiren cek tadi ....tenang aja Yiren gak akan ngerepotin mamah kok" jawabnya dengan pandangan terkunci kearah luar jendela dengan sesekali memindahkan rambutnya yang lurus terurai kebelakang telinganya. Setelah dipastikan siap, sopir pun mulai menyalakan mobil
"Maaf Mr dan Mrs Wang, apakah kita bisa berangkat sekarang?" ujarnya yang dibalas anggukan oleh dua orang yang duduk dibelakangnya. Mobil pun melaju menuju komplek Beirmann, rumah baru yang akan mereka tinggali. Tidak dapat dipungkuri lagi, kebangkrutan akan bisnis restaurant yang keluarga mereka alami di Korea memaksa mereka untuk 'mengungsi' sejenak ke USA. Karena keluarga mereka harus mengurusi beberapa perihal bisnis dan dalam kurun waktu yang tidak dapat dipastikan. Walaupun berat untuk meninggalkan Korea terutama untuk anak perempuan tunggal mereka Wang Yiren.
"You got me feeling like a psycho psycho uril bogo malhae jakku jakku dasi an bol deut ssaudagado......". Yiren membiarkan sisi kiri mobil menompang kepalanya sambil terus memandangi pemandangan kota New York yang tidak pernah tidur. K-poper ? ya, memang benar jika perempuan itu adalah seorang k-poper. Tetapi entah kenapa ia menutupi itu semua.
***
Rumah no. 19 komplek Beirmann
Keluarga adalah harta berharga yang setiap manusia miliki tak terkecuali dengan keluarga John. Rumah yang mereka tempati masih harus dicicil 3 kali lagi, tetapi suasana yang mereka ciptakan tidak kalah seperti rumah orang gedongan. Di malam senin yang hangat itu, mereka memutuskan untuk menonton Sadako. Film tersebut direkomendasikan oleh Michael, anak bungsu mereka yang baru berusia 7 tahun. Seluruh keluarga setuju termaksud kakaknya yang bernama Rose, dia hanya terpaut 3 tahun dengan usia Michael.
" Kenapa harus film horror sih? Action aja udah ... " ujar laki-laki yang sedang memainkan bola basket ditangannya, dilemparnya ke sisi tangan satu ke sisi lainnya dengan memberikan finish spinning (memutar bola dengan 1 jari ).
" Kamu takut ya Ryan ? " kata ibu pelan yang hanya tertawa kecil mengejek anaknya itu. Tidak ada yang menyadari akan ucapan ibunya, daripada itu secara spontan dia langsung berdiri dan bergabung untuk menonton sebelum ada yang menyadarinya. Film tersebut menceritakan tentang kutukan terhadap orang yang menonton video terkutuk, hantu yang berambut panjang menutupi seluruh wajahnya memang menyeramkan. Nampak Michael menutupi sebagian wajahnya dengan tangan kanannya dan yang kiri ia gunakan untuk menutup kupingnya. Ayah dan Ibu John saling berpegangan tangan, (jiwa jomblo author terguncang hehe). Rose yang terkenal dengan keberaniannya itu pun menjadi penyumbang suara jika ada scene yang mengejutkan, tidak jarang juga mereka kaget dikarenakan suara jeritannya Rose. Sedangkan Ryan, yang awalnya tidak ingin nonton film tersebut, seperti terpaku. Mata birunya terkunci tajam ke layar seperti fokus saat ujian. Hanya dia seorang yang tidak mengekspresikan ketakutannya. Hanya ada dua kemungkinan, takut beneran atau pura-pura takut.
"KRING!KRING!KRING!" suara telpon rumah yang bordering hampir sama dengan adegan film yang mereka sedang tonton.
"AAAAAAAAAAAAH GOD ! NGAGETIN AJA SIH !" jerit Rose yang terkejut. Ibu pun langsung berdiri dan menjawab panggilan itu.
1 hour later (spongebob soundtrack) XD
"Akhirnya selesai juga ...." Kata ayah mengangkat tangannya meregangkan otot-otot akibat kelamaan duduk. Menonton film pasti membuat perut keroncongan , dinner yang sudah dipersiapkan memancing air liur mereka. Tak sampai 30 menit, semua makanan itu habis dimakan.
"Aku ke kamar dulu ya Bu " ujar Ryan menaiki anak tangga menuju kamarnya di lantai dua. " Hati-hati kak , nanti ada ......" celetuk Michael iseng sambil cekikikan. Ryan menghentikan langkahnya sebentar dan menoleh sedikit ke adiknya di bawah.
" Ada apa, hah? ". Michael yang masih bocah hanya tertawa dan lari meninggal kan kakaknya yang nampak kesal.
"Kreek......" pintu terbuka dan Ryan langsung meluncurkan dirinya ke kasur ber seprai bendera Amerika. Matanya malu-malu mulai terpejam tetapi pikirannya bertamasya ke adegan-adegan seram film yang ia tonton.
"Ah shut! Kenapa sih ?!" kesalnya sambil merauk wajahnya yang tegas. Tak lupa juga rambut pirangnya dia jambak-jambak karena kesal, mengapa film itu masih menari-nari riang di benaknya.
"Main HP di genteng enak nih, tau aja anginnya bikin ngantuk" ujarnya dengan smirk menggambil handphone dan jacket NBA kesayangannya.
Ryan membuka jendela berwarna putih itu, menaikan satu kaki nya lalu duduk di atas atap yang miring. Karena ayah Ryan memiliki kebutuhan lain, menyebabkan mereka harus memilih rumah yang paling sederhana di komplek itu, dengan tidak memilki balkon lantai dua. Dirinya meluruskan kakinya yang dibaluti dengan training adidas , tangannya memilih YouTube sebagai pilihannya.
Pandangannya fokus ke layar handphone yang memutar pertandingan klub basket favorit nya. Namun, ada sesuatu yang aneh tertutupi layar handphone nya yang ia genggam lurus menutupi wajahnya. Handphonenya pun ia turunkan sampai paha, mencoba melihat dengan jelas. Rumah yang terletak persis di depan rumah nya adalah rumah yang tidak berpenghuni tetapi mengapa Ryan seperti melihat sosok perempuan sedang duduk di depan balkon kamar lantai dua rumah yang gelap itu. Rambut hitam tergerai hampir menutupi seluruh wajahnya, badannya ramping dan yang paling menyeramkan adalah dress putih yang ia kenakan. Dari kejauhan Ryan hanya bisa melihat.
Bulu kuduk nya pun berdiri, mata birunya tidak berkedip sama sekali, mulutnya terkunci, detak jantungnya berdetak sangat cepat dan wajahnya pucat bagai bulan kesiangan. Hawa panas menyeliputi nya , padahal angin berlari-lari kecil. Dengan langkah seribu, ia masuk kembali ke kamarnya lalu dengan pasti mengunci jendela.
"Gila ya ?! Itu film bener-bener hantuin penontonnya apa ?!" hembusan demi hembusan berat keluar dari mulutnya. Dengan bebas keringat mengalir bagai air terjun membasahi tubuh pria yang saat ini berlari menuju ruang keluarga dengan membawa selimut. Ternyata ia memilih sofa coklat di ruang keluarga sebagai tempat tidurnya malam ini.
"semoga gw salah liat" , ujarnya sambil membungkus dirinya dengan selimutnya dan mulai terpejam.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top