7. Another One
Holaa berjumpa lagi di book ini. Maaf yak karena kelamaan updarte, aku lupa kalo masih ngerjain bab ini setengah jalan dan akhirnya baru bisa ngelarin sekarang huhu.
Kalo kalian lupa alur, nggak apa-apa buat balik baca dari awal hehe. Senyaman kalian aja, andddd happy reading guys!!
Aku kangen cuitan kalian di komen huhu.
-Uri-
___________________________________________________
"Oh aku terkejut dengan apa yang ku lihat, bisakah aku mengetahui namamu?" dengan kerlingan mata, Torao mendekati gadis cantik secara acak yang menarik perhatiannya.
"Atau adakah panggilan khusus yang kau inginkan dariku? Darling, honey, lady, or angel?" imbuhnya lagi mempertahankan senyum percaya dirinya yang seolah-olah sedang mengatakan pria tampan tak terbantahkan sedang di hadapannya.
Sibuk memperhatikan petunjuk jalan melalui rabbimap di ponselnya, Touma tak menyadari ia telah kehilangan seseorang di belakangnya, hingga pekikan dari gadis-gadis yang jatuh di pesona Torao membuyarkan fokusnya.
"Orang itu," gumam Touma tak habis pikir, hanya meleng sejenak temannya itu telah menipu beberapa gadis sekaligus melalui bualannya. "Ah permisi gadis-gadis, tolong biarkan temanku pergi," ujar Touma segera memecah kerumunan.
Mendapati tatapan tak setuju dari Torao karena kebahagiaannya di ganggu, Touma hanya menghela nafasnya lelah, "Mina sudah menunggu dari tadi, kali ini aku tidak akan menyelamatkanmu lagi," ujar Touma dengan tenang, ia tak pandai berurusan dengan tingkah temannya, jadi biarlah orang lain yang menanganinya dan ia hanya mempertahankan posisinya di titik aman untuk bertingkah se-normal mungkin.
Peringatan Touma kini membangkitkan kilas balik mimpi buruk Torao dengan cepat, seringai tampannya yang sedari tadi terpampang kini turun membentuk garis lurus, bahkan bulir keringat sebiji jagung tampak jelas keluar dari pelipisnya, dan klimaksnya wajahnya kini mulai membiru. "Ayo cepat, kenapa kau sangat lama Touma," dengus Torao melimpahkan kesalahan pada orang lain secara otomatis, dengan langkah lebar ia menyeret Touma yang pasrah saja menuju tempat yang di janjikan.
Secara tak sengaja Touma melihat sekelebat penumpang dari mobil hitam yang melintas kebetulan searah dengan tujuan mereka, "Sepertinya aku pernah melihatnya," gumam Touma sedang mengingat-ingat.
"Oi Touma, kali ini jika Minami marah itu akan menjadi salahmu," tuduh Torao berhasil membuyarkan lamunan Touma.
"Ck siapa yang sejak awal menghambat kita hah. Setiap 10 meter sekali kau selalu menipu semua gadis yang kau lihat," balas Touma tak terima begitu saja jika dijadikan kambing hitam.
"Heii salahkan pesonaku, mereka yang menghentikanku untuk menyapa."
"Darimana datangnya kepercayaan diri itu," dengus Touma diam-diam mencibirnya.
Sebelum melanjutkan langkahnya, sejenak Touma melihat sekelabat bayangan dari dalam mobil yang melewatinya, "Sepertinya aku pernah melihatnya," gumam Touma kembali mengingat-ingat
"Oi Touma cepatlah," seruan keras Torao berhasil membuyarkan pemikirannya, memilih untuk mengabaikannya, Touma segera menyusul Torao yang beberapa langkah sudah di depannya.
"Hei darling, Okarin sedari tadi sudah menghubungiku ternyata," ujar Momo sedikit tersentak saat melihat rentetan riwayat panggilan tak terjawab di ponselnya.
Dari balik kemudinya, Yuki menimpali dengan tenang tanpa menoleh ke kursi penumpang di sampingnya, "Katakan padanya kita sedang dalam perjalanan, aku akan merasa buruk jika ia overdosis obat sakit perut."
"Aw darling kau sangat perhatian padanya, aku jadi cemburu," balas Momo mengerucutkan bibinrnya memulai adegan married couple yang seolah menjadi gaya hidup mereka.
Terkekeh geli Yuki sedikit melirik partnernya melalui sudut matanya, "Ahahah hanya kau sepenuhnya memahamiku Momo."
"Tentu saja Yuki."
Hingga obrolan mereka terpaksa terhenti, "Ada apa?" tanya Momo sedikit terkejut karena Yuki mengerem mendadak.
"Entahlah, jalanan di sekitar Sorairo sepertinya macet panjang karena pengalihan."
"Heh kenapa tiba-tiba," gumam Momo sedikit menggerutu.
"Mungkin saja tiba-tiba bom muncul disana," balas Yuki yang jelas-jelas asal menceplos, candaannya memang cenderung menuju ke arah ane—ah maksudnya unik.
"Ahahha nice try Yuki, aku tertawa kali ini," ujar Momo terkekeh pelan, namun hening yang ia terima sebagai balasannya.
"Itu--- tidak mungkin bukan?" tanya Momo memastikan lagi, saat melihat sikap diam Yuki.
Selang beberapa menit, Yuki menyemburkan tawanya ia tak tahan lagi saat melihat raut yang Momo buat, "Tentu saja itu tidak mungkin! Aku benar-benar berhasil kali ini," balas Yuki pongah.
"Yuki!! Kau hampir membuat jantungku berhenti tiba-tiba," Momo merutukinya kesal, "dasar kemampuan aktingmu makin meningkat pesat huh."
"Oh tentu saja Momo, aku selalu mengasah diriku."
---
"Lama sekali," keluh Haruka menyambut kedua temannya yang baru saja tiba. Diikuti Minami yang siap memasang raut datar lengkap dengan tangannya yang bersedekap di depan dada.
"Ah—" sebelum Touma berhasil menyelesaikan perkataannya dengan cepat seseorang memotongnya, "Touma tersesat di jalan," tuduh Torao menunjuk orang di sampingnya.
"Heii!"
"Sudahlah Touma, kami semua mengerti kau agak lambat untuk mengingat-ingat sesuatu," imbuh Torao kembali membungkamnya dengan santai seolah sudah menjadi hal yang biasa untuknya. Biasa untuk melimpahkan kesalahan.
"Hah?" dengan tampang tak percaya, Touma menjatuhkan dagunya menganga lebar.
"Sekarang kau memasang tampang jelek, itu cocok untukmu Touma," sela Haruka meledeknya.
Sebelum Touma berusaha kembali untuk mengeluarkan protesnya, lagi-lagi seseorang memotongnya,"Sudahlah semua tahu siapa yang salah, sekarang bisakah kau memesankan kami makanan. Kami sudah lapar Inumaru-san," ujar Minami memasang senyumnya semanis mungkin.
Menghela nafasnya pasrah, bahunya menurun lesu seoalah Touma tengah mengemban seluruh dunia di pundaknya, "Bisakah aku merekrut teman baru saja," gumam Touma merutuki nasibnya.
"Aku mau banana milkshake dan lava cake," Haruka dengan cepat menyebutkan menu pesanannya.
"Sirloine steak, dan cola." Imbuh Torao yang sudah mengambil posisi duduk entah sejak kapan dengan buku menu yang sudah selesai i abaca.
"Salad dan juga orange juice." Pungkas Minami menyelesaikan rentetan pesanan mereka.
"Kalian benar-benar seenaknya huh," dengus Touma dengan berat hati berjalan dengan lesu untuk memesan makanan.
Sora Café yang terletak di jalanan utama Sorairo kini cukup ramai, desain café yang mengangkat tema alam membuat suasana lebih nyaman. Pelayanan yang gesit membuat mereka dengan cepat menerima pesanannya, hingga bunyi keramaian serta beberapa langkah terburu menarik perhatian seluruh café.
"Ada apa?" Haruka bertanya-tanya.
"Ku dengar ada upaya pengeboman di sekitar sini."
"Itu bohongan kan?" kini Touma ikut mengernyitkan dahinya tak percaya.
"Kita harus pergi kalau begitu," Haruka menimpalinya mulai panik.
"Yah ada beberapa anak muda yang terlibat di insiden itu."
"Apa? Apa mereka pelakunya?"
"Mereka tampaknya korban yang tidak sengaja terseret."
"Hehh itu menakutkan."
"Fyuhh beruntung kita tidak bernasib sial seperti mereka," ujar Minami dengan tenang.
"Heii jangan mengatakannya seperti itu, bagaimana jika berbalik ke kita dan menjadi kutukan," tegur Haruka masih merasa tak nyaman dengan suasana ini.
"Lalu bagaimana sekarang?"
"Mereka membantu polisi dan menaklukkan pelakunya. Sepertinya situasi sudah aman, dan petugas polisi sudah mulai menjinakkan bomnya."
"Woah keren, mereka bisa melakukan aksi super seperti itu. Aku jadi ingin bertemu dengan mereka," ujar Torao kini terperangah.
"Superhero huh, tidak buruk juga," imbuh Touma ikut kagum.
"Aku tidak ingin tertular dengan kesialan mereka," dengus Haruka mencibirnya.
"Isumi-san, hati-hati jika berbalik menjadi kutukan," tegur Minami berhasil membalasnya telak.
.
.
.
"Ah mou dimana Rikkun sekarang, aku sudah lapar," Tamaki yang pada dasarnya tidak bisa diam untuk waktu yang cukup lama kini sibuk menggerutu lengkap dengan kakinya yang dihentak-hentakkan kesal.
"Bukankah Riku-kun sudah bilang ia akan ke toilet, tunggu sebentar saja Tamaki-kun," tegur Sougo sembari menghela nafasnya lelah.
"Tapi ini memang sudah cukup lama," gumam Mitsuki menimpali yang masih dapat di dengar oleh yang lainnya.
Perasaannya yang tak nyaman membuat Yamato ikut mengkerutkan wajahnya, "Tunggu jangan bilang salah satu diantara kita akan terlibat pada aksi criminal lainnya?"
"Oh mungkinkah kita akan terlibat dalam aksi penculikan selanjutnya?" anehnya Nagi justru menimpali dengan rasa antusias yang salah.
"Kalian masih menggunakan candaan tentang aksi heroik penjinakan bom lainnya?" ujar Tsumugi mengangkat alisnya heran.
"Kalian ini, berhenti mengutuk nasib sial kalian sendiri!" ketus Mitsuki menggeplak kepala Yamato dan Nagi secara adil, sama keras dan sakitnya.
"Hahh Riku-kun akan baik-baik saja, kalian semua tenanglah." Sougo menimpali dengan tenang berusaha mencairkan suasana.
"Jika berkaitan dengan aksi penculikan Onii-san jadi khawatir, anak itu memiliki daya tarik sendiri untuk para penculik diluar sana, ditambah ia cukup polos untuk mengikuti seseorang hanya dengan iming-iming permen," gerutu Yamato.
"..."
Tak sadar dengan ucapannya yang terasa masuk akal, mendadak suasana yang hening membuat Yamato mengernyitkan dahinya heran. "Apa?" tanyanya.
"Ahh kurasa Iori-san sudah bergegas mencarinya sejak tadi," ujar Tsumugi tertawa canggung.
"..."
"Tenang saja," imbuh Tsumugi lagi saat merasa perkataannya tidak terlalu berdampak banyak.
"Yahh Iori cukup cerdas untuk mengatasi apapun yang terjadi," Mitsuki turut menambahkan saat melihat raut putus asa Tsumugi yang berusaha meringankan tekanan di sekitarnya.
"Kalian sedang membicarakan apa?"
Pertanyaan polos yang muncul diantara mereka berhasil memecahkan keheningan, "Riku!" sentak Mitsuki memekik kaget.
"Kenapa?" tanyanya lagi saat melihat ekspresi terkejut yang berlebihan.
"Jadi kau belum diculik Rikkun? Syukurlah," kini Tamaki menimpali yang justru membuat Riku makin kebingungan.
"Aku hanya ke toilet, apa yang kalian pikirkan?" saat semua titik-titik terhubung dalam pikirannya Riku menatap semuanya datar, tak habis pikir dengan jalan pikiran mereka.
Dan tersangka yang mendapati tatapan seperti itu dari sosok serupa malaikat seperti Riku mendadak diam tak berkutik, "Ugh entah kenapa tatapan tajamnya kembali membuatku merinding," gumam Tamaki berusaha mengalihkan pandangannya.
"Auch I feel like dejavu," gumam Nagi ikut menimpali.
Berhasil mengendalikan dirinya, Riku menghela nafasnya berat, "Aku sudah berusia 17 tahun kalau kalian lupa. Dan aku cukup masuk akal untuk membedakan mana penculik mana yang bukan," dengusnya menggerutu.
"Jika kau terus mengeluh seperti itu mendadak usiamu menyusut menjadi lima," ujar Iori datar.
"Apa kau selalu menyebalkan seperti ini?" tanya Riku menautkan alisnya tajam.
Mengedikkan bahunya acuh Iori sama sekali tidak terpengaruh dengan tatapan tajamnya, "Berarti kau belum mengenalku cukup baik," balas Iori tenang.
"Oke hentikan sampai disini," seru Mitsuki segera memisahkan keduanya.
"Apa mengirimkan Iori-kun tadi adalah pilihan terbaik," gumam Sougo tampak berpikir serius.
"Yah tenang saja ini bukan pertama kalinya terjadi, mereka harus terbiasa," Yamato dengan tenang menimpali.
"Apa itu artinya mereka harus terbiasa berkelahi?" tanya Tamaki dengan polosnya membuat Yamato tak bisa berkata-kata secara tiba-tiba. Begitu pun yang lain memilih untuk bungkam dan melemparkan tatapan penuh tuduhan pada Yamato untuk bertanggung jawab sepenuhnya.
"Minna-san, sudah waktunya kita pulang," seru Tsumugi memecah keheningan, "Atau kita akan ketinggalan kereta jika berangkat lebih dari ini," imbuhnya lagi menatap semuanya lurus.
---
Pshh
Hawa dingin yang menempel di pipinya secara tiba-tiba membuatnya tersentak kaget, kini tatapan tajamnya terhunus pada Si pelaku yang memasang tampang polos cenderung ke bodoh andalannya.
"Apa yang kau lakukan?" tanyanya dingin.
"Aku sudah memanggilmu berulang kali, dan kau sudah menghabiskan waktumu untuk melamun sejak 15 menit yang lalu." balasnya pongah sembari melemparkan sekaleng kopi dingin yang tadi digenggamnya yang berhasil ditangkap dengan baik oleh Si penerima.
Menghela nafasnya lelah, Tenn tak memiliki banyak tenaga untuk meladeni leadernya itu. "Itu bukan urusanmu," Tenn mendengus acuh.
"Apa kau ada masalah Tenn?" tanya Ryuu yang sedari tadi memperhatikan kini mulai khawatir.
"Tidak ada."
Memperoleh jawaban singkat darinya kembali membuat Gaku naik pitam yang memang memiliki kesabaran minimum, "Apa-apaan itu, kau tidak akan berekspresi seperti itu jika tidak ada masalah apa pun!"
"Jika kau hanya akan membuat gaduh, aku pergi." Ujar Tenn meliriknya sinis, "Kita sudah tidak ada pekerjaan lagi setelah ini bukan?" tanya Tenn kini mengalihkan pandangannya pada Anesagi selaku manajer Trigger.
Mendapati anggukan positif darinya membuat Tenn segera bangkit dari kursinya, "Aku pulang sendiri," ujarnya berbalik pergi.
"Ah terima kasih untuk kopinya," imbuhnya lagi melambaikan sekaleng kopi yang ada di tangannya tanpa membalikkan tubuhnya.
Mereka yang masih mencerna situasi kini tak bisa berkata-kata untuk membalas apapun, "Ada apa sebenarnya dengan bocah itu," sentak Gaku menendang bangku panjang di depannya dengan jengkel.
"Jangan merusak fasilitas umum," tegur Anesagi tenang, ia sudah terbiasa dengan sikap para idolnya jadi tak ada alasan untuk terkejut lagi.
"Tenanglah Gaku," Ryuu yang masih cemas hanya bisa menenangkan leadernya sebisa mungkin.
"Anak itu tak pernah mengatakan apa pun tentang dirinya, dia anggap kita apa sebenarnya," gumam Gaku menghela nafasnya lelah.
Ryuu yang mendengarnya kini tersenyum tipis, dia sadar betul dibalik temperamen leadernya terbesit rasa peduli yang besar, dan ia yakin Tenn cukup cerdas untuk menangkap maksud dibaliknya, "Kepercayaan tidak bisa di dapat semudah itu, mungkin kita perlu bersabar sedikit lebih lama untuk mendapatkan itu dari Tenn," ujar Ryuu menenangkan.
"Aku tidak bisa sesabar dirimu," dengus Gaku menggerutu.
"Ahahaha benarkah?" tanya Ryuu tertawa ringan, "Kurasa yang ku lihat tidak seperti itu," imbuhnya lagi tersenyum simpul.
"Diamlah," ketus Gaku lengkap dengan wajah yang memerah malu.
Anesagi yang sedari tadi menyimak ikut menghembuskan nafasnya lega, sebagai manajer ia memutuskan untuk mengamati dan bertindak ketika situasinya sudah tidak terkendali lagi, "Ayo pulang," ujarnya beranjak bangun dari tempat duduknya, diikuti Gaku dan Ryuu yang mengekor patuh tanpa kata.
Tampilan ketujuh remaja muda yang memukau dalam satu gerbong kereta membuat banyak pasang mata tertuju pada mereka, kasak kusuk obrolan para penumpang saling berbisik turut bertanya-tanya siapa saja mereka yang kini mencuri perhatiannya.
"Ahh aku benar-benar ingin tampil dengan gagah seperti Tsunashi-san," Mitsuki memekik dengan semangat saat mengingat konser yang baru saja dilihatnya.
"Tak hanya itu Mikki, aku jadi tidak ingin kalah dengannya dalam hal menari," imbuh Tamaki menimpali tak kalah semangat.
"Benar-benar, langkahnya sangat lebar dan tegas itu sangat luar biasa!" seru Mitsuki.
"Kau pasti akan bisa mengalahkannya dalam hal menari suatu saat nanti Tamaki, selama kau tidak menyerah." Ujar Riku dengan tenang, "Lagipula kau juga terlihat gagah dengan caramu sendiri Mitsuki, kekuatanmu tak kalah besar terlepas dari penampilanmu yang membuat orang berpikiran lain. Bukankah itu menjadi poin penting yang unik?" imbuhnya lagi mengerling jahil pada Mitsuki yang masih tertegun.
"Pria Yaotome itu lumayan juga, sepertinya ia berhasil membuat banyak gadis berteriak hingga pingsan. Onii-san agak membencinya sekarang," dengus Yamato ikut terlarut dalam obrolan.
"Ouh aku akan membuat para gadis berteriak dengan merdu setelah aku tiba di panggung nanti," Nagi menimpali tak ingin kalah.
"Ahahha aku yakin di masa depan kita akan memiliki duo lady killer yang tak kalah dengan Yaotome Gaku," Riku terkikik geli mendengar antusias keduanya.
"Ouh aku akan menjadi lady's guardian, para gadis terlalu berharga untuk dilukai," balas Nagi menangkupkan tangannya di depan dada seolah sedang bersumpah.
"Aku jadi merasa aman mendengarnya Nagi-san," ujar Tsumugi kini turut menimpali candaannya.
"Seperti yang diharapkan dari Trigger, cukup sulit jika harus memilih diantara mereka," ujar Sougo dengan wajah sumringah tak kalah bahagia
"Kujou Tenn?" tanya Iori menambahkan.
Mendapati nama yang cukup tabu diantara mereka mendadak suasana menjadi hening yang tak nyaman, "Ya dia pantas untuk itu, aku sependapat," ujar Riku menanggapi pertanyaan Iori.
"Kenapa? Jangan terlalu berlebihan untuk menjaga perasaanku. Aku baik-baik saja," imbuhnya lagi terkekeh geli saat melihat wajah teman-temannya yang masih kaku.
"Apa yang kau dapatkan setelah melihatnya di atas panggung?" tanya Iori dengan tenang.
Mengetuk pelan dagunya, Riku berpikir sejenak sebelum mengutarakan pendapatnya, "Yahh dia memukau di atas panggung, benar-benar masih sama seperti penampilannya saat kami kecil," ujar Riku terkekeh ringan.
"Seolah ia melihat orang lain sebagai penontonnya," pungkasnya membuat semuanya kembali bertanya-tanya.
"Apa artinya itu Riku-san?" tanya Tsumugi tak bisa menahan rasa penasarannya.
"Bukankah dia pandai bermain peran? Penampilan sempurna, senyum menawan, nyanyian penuh percaya diri dan langkah kaki yang kuat. Dia selalu menunjukkan semuanya secara utuh tak peduli bagaimana situasinya, yah setidaknya aku belajar banyak darinya," jelas Riku.
"Lalu apa kaitannya dengan kepandaiannya bermain peran?" tanya Yamato.
Tersenyum tipis Riku tak berniat menjelaskannya lebih lanjut, "Apa menurutmu?" Riku justru menjawabnya dengan pertanyaan sambil mengerling jahil. "Kau adalah ahlinya di bidang ini," imbuhnya lagi membuat Yamato terdiam di tempat.
'Aku belajar bahwa ia masih saja menjadi pembohong ulung,'
.
.
.
.
Tok tok tok
"Masuklah," sahutan dari balik pintu terdengar membuatnya melangkah masuk.
Warna merah yang menjadi favorit sang pemilik menyambutnya pertama kali saat ia memasuki kamar, sekelebat ia menoleh pada dua figura kecil yang terpasang apik di atas nakas tempat tidur. Pantulan sinar matahari yang menyeruak masuk membuatnya tak bisa melihat dengan jelas gambaran detailnya, namun ia bisa menangkap sepasang laki-laki dan perempuan yang tengah mengendong bayi kecil, sementara disampingnya terlihat pasangan sebelumnya tengah bersama sepasang balita yang tengah tersenyum manis.
"Ada apa kemari?" tanya Riku begitu mendapati pengunjung di kamarnya.
"Aku hanya ingin bicara," jelas Iori singkat meski otaknya tengah bekerja aktif memikirkan obrolan selanjutnya.
"Apa itu keluargamu?" tanya Iori pada akhirnya mengeluarkan rasa penasarannya dengan figura kecil yang ia lihat.
Terjadi keheningan untuk beberapa saat hingga akhirnya Riku membuka mulutnya, "Ya, bukankah mereka tampak bahagia?" Riku justru kembali bertanya.
"Aku bisa lihat itu," balas Iori masih menjaga ketenangannya.
"Langsung saja, apa yang ingin kau bicarakan?" tanya Riku menatapnya lurus.
"Apa aku sedang berbicara dengan Nanase Riku?"
Mendengar pertanyaan frontal Iori, ia tak bisa menahan tawanya. Gelak tawa yang nyaring terdengar hanya dibalas tatapan datar Iori yang masih sibuk mengamati, "Hahh, dasar kau ini memang kaku," dengus Riku menghela nafasnya setelah puas tertawa.
"Bukankah kau sudah mengamatinya? Aku tahu kau memperhatikanku sedari tadi," ujar Riku tersenyum miring. "Jadi bagaimana kesimpulannya? Apa aku Nanase Riku?"
"Ren? Apa itu benar namamu?"
"Right answer, kau memenangkan kuisnya." Seru Riku(Ren) bertepuk tangan riang.
"Sekarang aku akan bertanya lagi," ujar Iori mulai jengah dengan sosok di depannya, satu hal yang ia pelajari bahwa keduanya sama-sama menjengkelkan.
"Heii itu curang, jangan menyerobot giliranku. Aku juga ingin bertanya agar adil," gerutu Riku(Ren) mengerucutkan bibirnya.
Menarik nafasnya dalam-dalam, Iori merapalkan mantranya dalam hati untuk mengatur emosinya, "Baiklah, biar ku dengarkan pertanyaanmu."
"Apa kau ingin mengenalku?" tanya Riku(Ren) mengerling jahil.
"Ya."
"... dan sekarang giliranku bertanya. Aku pernah membaca dalam sebuah buku tentang psikologi dan kejiwaan seseorang. Kau ini semacam alter ego atau apa?"
Riku(Ren) yang masih mencibir saat mendengar jawaban super singkat yang membosankan dari Iori kembali membuka mulutnya dengan paksa, "Jangan samakan aku dengan potongan jiwa seperti itu, aku adalah keberadaan yang utuh. Dan terlepas dari bagaimana hidup yang harus Riku jalani, Riku masih cukup kuat hingga ia tidak perlu memecah dirinya sendiri menjadi kepingan-kepingan lain," jelasnya menghela nafasnya panjang.
Terjadi keheningan setelahnya saat Iori mencerna penjelasan yang baru ia dengar, "Sekarang giliranku bertanya, apa kau bisa membedakanku dengan jelas?" tanya Riku(Ren).
"Masih ku coba," balas Iori yang membuat wajah Riku(Ren) kembali memberengut tak terima karena butuh penjelasan lain, "Untuk sesaat kau benar-benar mirip seperti Nanase-san atau dengan kata lain 'menjengkelkan', tapi di saat-saat tertentu kau seperti orang yang berbeda seolah mengingatkanku dengan Kujo Tenn," imbuhnya dengan terpaksa menjelaskan.
Merasa puas Riku(Ren) tersenyum tipis, "Tentu saja. Aku adalah keberadaan yang utuh. Seperti orang normal pada umumnya yang memiliki beberapa sisi lain.Bukankah aku semakin menarik karena menjadi perpaduan dari kedua anak kembar itu."
"Sekarang giliranku lagi, Apa kau pernah muncul sebelumnya?" tanya Iori.
"Aku pernah, aku bahkan sudah bermain dengan Yotsuba Tamaki dan Rokuya Nagi," jelas Riku(Ren) tersenyum lebar.
Mendengar penjelasannya Iori mengernyitkan dahinya untuk beberapa saat, kembali memutar memori kuatnya untuk melihat rekaman di masa lalu, "Saat Nanase-san sakit?" tanyanya memastikan.
"Ding dong! Sekarang bukan giliranmu bertanya," tegur Riku(Ren) menyilangkan tangannya.
"Baiklah, cepat berikan pertanyaannya," dengus Iori, ingatkan ia kembali untuk tidak memukul partnernya dengan keras.
"Apa kau takut denganku?"
"Tidak." Jawaban singkat dari Iori yang memang tidak berniat menjelaskannya lebih lanjut, "Apa Nanase-san tahu keberadaanmu?" Iori dengan cepat mengeluarkan pertanyaannya mencegah adanya keluhan lebih lanjut.
"Ya dan Tidak," jelasnya singkat membuat Iori melototkan matanya mendesak penjelasan lebih lanjut, "Ya karena seharusnya Riku mengetahui keberadaanku, dan Tidak karena ia tidak menyadari jika aku bersemayam di dalam tubuhnya untuk beberapa waktu. Riku bahkan tidak mengingat apapun setelahnya," imbuhnya menjelaskan.
"Padahal aku ingin membalas dendam," gerutuan Riku(Ren) tentu dengan mudah Iori abaikan yang kini kembali memasang wajah seriusnya, "Kenapa dia selalu berhasil mendesakku untuk berbicara lebih banyak huh."
"Apa kau yakin bukan Nanase-san?" tanya Iori skeptis
"Apa itu pertanyaanmu selanjutnya?"
"Jadi kau bukan, Nanase-san tidak secerdik itu." Dengus Iori mencibirnya.
"Izumi Iori, aku sengaja menunjukkan diriku padamu dengan suatu alasan.berbahaya jika sewaktu-waktu Riku berubah menjadi orang lain di tengah keramaian. Stress dan dalam tekanan adalah pemicunya, Riku terlalu lama hidup dalam tekanan dan memaksanya harus lebih kuat. Untuk itu aku meminta bantuan padamu, saat waktunya tiba tolong lindungi Riku. Aku hanyalah salah satu keberadaan yang bersamanya, jika kau penasaran tentang kami, kau harus mengetahui bagaimana kehidupan Riku di masa lalu"
"Tentu saja membeberkan hal itu bukanlah hakku, kau perlu mendapat kepercayaan penuh dari Riku."
Iori masih terdiam, mencerna dengan hatih-hati peringatan dari Ren, benar kata Ren, akan berbahaya jika mendadak Nanase Riku berubah menjadi orang lain terlebih jika itu terjadi di tengah acara atau bahkan lebih buruk lagi ada di depan kamera. Meski jika Ren yang keluar tidak akan menjadi masalah, tapi Ren menyiratkan ada keberadaan lain dengan karakter yang masih tidak jelas. Pemicunya saat stress dan tekanan, saat Nanase Riku sakit perilakunya aneh. Kami semua yang menjaganya saat itu mendapatkan respon yang berbeda-beda yang bahkan Nanase Riku sendiri tidak mengingat apapun setelahnya. Mungkinkah mereka adalah keberadaan lain yang muncul?
Jika benar, sosok yang menemuiku dan Nii-san akan sedikit menjadi masalah.
"Aku pergi dulu, Izumi Iori. Senang mengobrol denganmu."
Sesaat setelah Ren pergi, kesadaran Riku turut terenggut bersamanya, beruntung Iori sigap menahan bobot tubuhnya agar tidak membentur lantai. "Bisakah aku mendapat kepercayaanmu Nanase-san?" tanyanya lirih menatap sendu partnernya yang menutup mata. Dengan hati-hati ia menidurkannya di ranjang.
"Pembicaraan rahasia saat camping waktu itu sepertinya bukan apa-apa disbanding seluruh rahasia yang kau simpan, sampai kapan kau kuat memendamnya sendirian?"
---
Obrolan aneh yang Iori lalui bersama Ren masih ia pendam sendirian, sejauh pengamatannya Nanase Riku benar-benar tidak pernah mengingat apapun tentang itu. Sosok lain seperti Ren akan muncul saat Nanase Riku dilanda stress atau bahkan dalam kondisi tidak sadar. Dan saat sosok itu pergi, kesadaran dan ingatan Riku turut hilang bersamanya. Hal ini cukup menganggu Iori, tapi ia saat ini tidak punya pilihan lain selain mengamati lebih dalam dan jika beruntung ia akan mengetahui kehidupan seorang Nanase Riku sebelumnya. Bergantung pada keberuntungan memang bukan gayanya, karena tidak ada perkiraan pasti akan keberhasilannya. Tapi jika berkaitan dengan seorang Riku rasanya keajaiban pun bukan hal yang mustahil, begitulah kesan yang Iori dapat saat bertemu dengannya.
Melupakan sejenak pergolakan batin Iori, kini ia harus fokus dengan persiapan konser mereka yang sebentar lagi tiba, tinggal menghitung hari sebelum melakukan konser outdoor pertamanya. Latihan tarian, vocal, dan persiapan kostum mereka lakukan secara berturut-turut. Dan disinilah mereka, menghabiskan waktu seharian di gym untuk melatih koreografi tarian dan lagu mereka yang telah selesai.
Shaking your heart (Say!)
Shaking your beat (Jump!)
We'll chase after the times
"Yah seperti kata Riku, kita akan terus mengejar waktu." Mitsuki membatin penuh semangat.
Jump! (High!) Jump! (High!)
With you, we'll make a GENERATiON that will never fade
(One, Two, Three, Four, Five, Six, Seven, Jump!!!)
Sesuai irama, mereka turut melompat kecil menunjukkan semangat mereka sebagai generasi idol yang baru.
It's starting now, so don't look back
"Bukankah ini telah dimulai, tidak perlu lagi bagiku untuk menoleh ke belakang." Nagi dengan tulus mengutarakan perasaannya dalam nyanyiannya.
We don't have the time to look away
"Jangan pernah membuang waktu untuk melihat yang lain, aku hanya perlu fokus." Sougo juga telah membulatkan tekadnya, pada jalan baru yang telah ia tentukan.
This chance that we've finally found–
"Bodoh jika aku melepaskan kesempatan ini, mereka adalah berlian berharga yang kini menjadi sosok yang namanya teman." Iori tersenyum simpul melirik teman-temannya, seketika ia merasa beruntung akan posisinya saat ini
We definitely won't let it slip away
Meneruskan lirik Iori, Mitsuki merangkul erat adiknya. Senyumnya tak pernah luntur sepanjang mereka membawakan lagu ini.
Breaking into a run, Non stop!
"Berlarilah, jangan pernah berhenti. Maju ke depan hanyalah pilihannya." Bersama orang-orang ini, Yamato yakin untuk tidak pernah menyerah dan berhenti begitu saja.
A dizzying, constantly changing Vision–
"Pandanganku perlahan berubah, setidaknya ini berubah ke arah yang lebih baik. Bukankah teman-temanku keren," Tamaki membatin penuh kebanggaan.
Just what kind of sights will we see?
"Aku tak bisa berhenti untuk bertanya-tanya, akan pemandangan di depan sana. Tapi yang pasti, selama bersama semuanya, aku bisa menghadapi apapun pemandangan yang menantiku nanti." Riku merasa lega, karena yang pasti ia tidak lagi sendirian.
This melody (Hey!)
Membentuk harmoni yang padu, Iori dan Tamaki menyanyikan liriknya bersamaan.
will flow (Bang!)
Dengan kompak Yamato, dan Sougo turut menimpali seolah saling berkomunikasi.
to you one day (Fly! High! Fly!)
Mitsuki, Nagi, serta Riku tak kalah dalam membentuk harmoni yang merdu.
May it travel the world,
Kini Sougo dan Tamaki mengkombinasikan suaranya dengan apik.
resound and fly away!
Menanggapi alunan merdu barusn, Yamato, Mitsuki dan Nagi bersama-sama mengkolaborasikan suaranya.
(Alright! Here we go!)
Making the dream! (Yeah!)
Making the sky! (Fight!)
We'll move forward
Step! (Yes!) Step! (Yes!) Farther than anyone else has gone
The future is in our hands
"Suara mereka akhirnya menjadi satu," ujar Tsumugi yang sedari tadi memperhatikan dengan seksama penampilan mereka.
"Ternyata memang benar, mereka sangat menjanjikan," Banri menimpali tak kalah bangga. "Sepertinya bento kita akan mengalami peningkatan," imbuhnya lagi terkikik geli.
"Ahaha aku percayakan padamu soal itu Banri-san," balas Tsumugi tertawa renyah.
"Mengenai tiket konser, bagaimana kau akan menarik pengunjung untuk datang?" tanya Banri serius.
"Aku sudah menghubungi pihak penyelenggara untuk menyediakan tiket pre-order. Tapi menjual tiket begitu saja tidak akan menjamin penonton akan datang," jelas Tsumugi yang masih tampak ragu.
"Coba bicarakan dengan mereka, tambahan tujuh kepala untuk berpikir akan terasa lebih ringan. Lagipula mereka adalah kumpulan anak muda yang kreatif, pasti akan ada ide menarik yang mereka berikan nantinya." ujar Banri mencoba memberi solusi.
"Apa itu tidak memberatkan mereka," gumam Tsumugi menatap sendu para idol di depannya.
"Manajer!!! Apa makan siangnya sudah siap!" seru Tamaki dari kejauhan, dengan tubuhnya yang sudah lelah, ia menselonjorkan kakinya begitu saja tak peduli seberapa panjang kakinya itu.
Dengan senyum ramah, Tsumugi dan Banri membagikan porsi makan siang dan minuman dengan cekatan, "Kalian telah bekerja keras. Aku bahkan sangat terpukau dengan penampilan kalian," ujar Tsumugi kagum.
"Bagaimana dengan panggung dan penjualan tiketnya manajer?" tanya Yamato setelah berhasil mengendalikan nafasnya yang terengah-engah.
"Eh." Tsumgi yang tak siap, memasang wajah terkejut untuk beberapa saat.
"Apa terjadi masalah?" tanya Mitsuki cemas, raut wajah manajernya benar-benar membuat jantungnya berdegub kencang.
"Apa itu soal promosi?" Iori menebak dengan tepat.
"Ya, ku pikir membagikan selebaran akan cukup. Tapi ...,"
"Kau tak yakin itu akan membuahkan hasil yang banyak bukan." Nagi menimpali dengan tenang. Tsumugi yang terbaca dengan jelas oleh Idolnya hanya bisa terdiam saat ini.
"Bagaimana jika meletakkan poster di beberapa toko. Aku bisa menanyakan pada Yamamura Ossan untuk rekomendasi tempatnya," ujar Yamato mencoba memberi solusi.
"Hmm,video promosi juga bisa kita unggah. Semacam video pendek teaser dari konser yang akan kita lakukan." Imbuh Riku setelah berpikir untuk beberapa saat.
Tak mau kalah, Tamaki turut memasang wajah antusiasnya, "Aku! Aku juga bisa melakukan pertunjukkan menari di jalanan sambil membagikan poster!" seru Tamaki antusias.
Terperangah mendengar ide-ide dari para idolnya, Tsumugi di buat tertegun. "Sepertinya masalah sudah teratasi," ujar Sougo tersenyum lembut.
"Kalian memang luar biasa. Tolong jaga diri kalian agar tidak terlalu lelah. Ahh biarkan aku mengatur jadwal kalian agar tetap sehat," ujar Tsumugi mulai meracau panik, memikirkan deretan tugas yang harus ia lakukan.
"Manajer, kau juga jangan memaksakan diri," ujar Riku terkikik geli.
"Ahaha aku yakin konser kalian akan sukses," Tsumugi tak bisa menahan air matanya yang menggenang di pelupuk matanya, rasanya ia benar-benar beruntung karena dipercaya untuk mengurus idol luar biasa seperti mereka semua.
"Ada satu hal yang perlu diselesaikan manajer," ujar Banri mengingatkan. "Apa nama grup kalian?" tanyanya tenang.
Dengan wajah percaya diri, Tsumugi membuka suaranya, "IDOLiSH7" tujuh idol masa depan yang tidak akan terpisahkan. "Apa kalian keberatan dengan itu?" tanyanya lagi memandang satu per satu idolnya.
"Tidak sama sekali."
"Itu keren."
"Jadi kita adalah IDOLiSH7 sekarang."
"Mari lakukan yang terbaik."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top