2. One Step Slower

Dalam keheningan ketiganya melangkahkan kakinya secara beriringan, berbekal pada secarik kertas alamat sekolah barunya mereka menggunakan transportasi umum sesuai intruksi yang tertera.

Di dalam padatnya keramaian kereta cepat, mereka berusaha mengalihkan perhatiannya masing-masing dengan kesibukan yang mereka ciptakan sendiri. Sosok tertinggi diantara mereka tengah sibuk mengunyah camilan lembut dari botol kaca kecil di genggamannya dari berbagai posisi yang sama sekali tidak mengganggunya untuk menikmati kelezatan dari makanan olahan susu dan gula tersebut, cara lain diterapkan oleh sang raven yang menjaga ketenangan sikapnya dan membaca buku saku mengenai peraturan sekolah dengan khidmat seolah tengah membaca buku paling menyenangkan ketimbang menganggapnya sebagai buku paling membosankan. Dan orang ketiga memilih mengalihkan perhatiannya menikmati pemandangan yang tersaji dari kaca bening di sampingnya, tanpa menurunkan kewaspadaannya menghindari kontak dengan orang sekitar khawatir akan kemungkinan bau parfum yang menyengat yang bisa tercium tanpa ia sadari.

Kini lokasi beralih pada kondisi dorm yang telah terisi oleh beberapa orang tampak tengah mempersiapkan diri sebelum memulai aktivitas pagi mereka sesuai jadwal latihan yang telah di tetapkan oleh agensi. "Apa mereka sudah tiba di sekolah?" gumam Sougo tampak cemas yang ia salurkan pada cangkir hangat yang tengah ia remat pelan.

"Oh bukankah ini kesempatan mereka untuk cepat akrab," ujar Nagi riang menunjukkan sikap optimisnya tanpa keraguan sedikit pun.

"Jika aku jadi kau, Onii-san tidak akan yakin seratus persen dengan itu," balas Yamato tanpa mengalihkan fokusnya pada koran harian edisi pagi ini. "Untuk Tama dan Riku masih mungkin saja kukira, tapi Ichi dan Riku ... aku sangat meragukannya," imbuhnya lagi.

"Hahh ... begitulah adikku, tapi ia sama sekali tidak bermaksud buruk," sela Mitsuki sambil menyeka tangannya yang sedikit basah setelah kembali dari dapur. "Mungkin kalian bisa menyebutnya orang yang terus terang," imbuhnya lagi meringis kecil.

"Ahaha tenang saja Mitsuki-kun, kami tidak berpikir buruk tentangnya," ujar Sougo menenangkan.

"Kurasa karena Riku juga orang yang terus terang, mereka jadi sering bertengkar." Yamato menimpali saat menyelesaikan bacaan paginya.

"Aku justru beranggapan mereka akan sangat akrab setelah saling mengenal." Dengan senyum cerah Nagi mengutarakan pendapatnya membuat Mitsuki tertawa cukup keras, "Kali ini aku setuju denganmu Nagi," ujarnya sambil menahan perutnya yang sedikit kaku.




Suara peringatan pemberhentian stasiun berikutnya berdengung nyaring, mengingat itu adalah pemberhentian mereka kini keduanya beranjak ditambah Tamaki yang harus sedikit diseret karena sempat lupa mengenai tujuan mereka. Pada jam-jam seperti ini aktivitas penduduk Tokyo sangat padat, mengingat hanya tersedia beberapa pintu dengan lebar yang terbatas membuat orang-orang berdesakan dan saling dorong untuk mengejar waktu.

Menyadari bau yang bercampur membuatnya sedikit sesak hingga ia harus menahan nafasnya sesekali, langkahnya yang sedikit limbung membuatnya tidak dapat berdiri kokoh karena dorongan dari orang-orang di sekitarnya.

"Perhatikan langkahmu." Teguran acuh dengan nada yang konsisten datar membuat Riku sedikit mendongak karena terkejut menyadari lengan kokoh di depannya menahannya agar tidak tersungkur kedepan.

"Rikkun kau akan terluka jika jatuh," tegur suara lainnya dengan nada malasnya yang khas, membuat Riku menyadari ada lengan lainnya yang tegah menahan sikunya secara reflek.

"A-arigatou," balas Riku masih terkejut hingga tak bisa menemukan ungkapan lain untuk diucapkan.

"Dasar ceroboh," dengus Iori kembali melangkah mendahuluinya

"Ck ck ck, kali ini aku setuju denganmu Iorin," imbuh Tamaki menggeleng prihatin ikut mensejajarkan langkahnya pada Sang Raven.

"Heii apa kalian meledekku," sentak Riku kini mengerutkan dahinya kesal.

"Kau pikir saja sendiri," balas Iori acuh.

"Aku masih tidak terbiasa dengan sikap dinginmu itu," gerutu Riku sedikit mempercepat langkahnya yang mulai tertinggal.

●●●

"Aku benar-benar terjebak dengannya sekarang," gumam Riku merana saat melihat papan kelas di depannya bersama dengan kedua orang lainnya di sisi kanan kirinya.

"Hoam, aku ingin segera tidur," gumam Tamaki tanpa menahan diri untuk menguap lebar.

"Kita datang untuk belajar Tamaki, bukan tidur," tegur Riku memukul lengan atasnya pelan agar Tamaki tetap terjaga

"Ini akan merepotkan," keluh Iori.

"Tenang saja aku tidak mengharapkan apapun darimu, kau tidak perlu repot repot,"cibir Riku sedikit meledeknya.

'Oh benarkah?" tanya Iori skeptis, "kita lihat saja nanti,"imbuhnya lagi tenang.

"Ehem ..." Deheman keras dari suara berat khas pria berumur di depannya membuat ketiganya berdiri kaku di tempatnya berpijak. "Apa kalian sudah selesai?" tanyanya lagi sembari memperbaiki letak kacamatanya hingga sedikit berkilap karena pantulan cahaya.

"Maafkan kami," ujar ketiganya serempak dalam satu suara.

"Masuklah, kelas akan segera dimulai," ujarnya tenang menggeser pintu di depannya. "Kalian bisa memanggilku Takemura Sensei, mengingat aku adalah wali kelas kalian mulai saat ini," imbuhnya lagi sedikit menyeringai geli pada ketiganya.

"Ha'i Takemura Sensei," seru ketiganya masih menjaga kekompakan tanpa dikomando.

"Aku menantikan ajaran baru kali ini," dengus Takemura menghela nafasnya berat.

Lagi, bunyi kasak-kusuk dari bisikan antar siswa sontak terdengar begitu melihat ketiganya masuk hingga membuat Takemura perlu mengetuk keras meja di depannya untuk mengendalikan suasana. Sesi perkenalan terjadi seperti biasanya, seolah sudah diatur dengan pihak sekolah bangku kosong tersedia secara berderet saling berurutan membuat mereka sedikit lebih mudah karena tidak harus terjebak diantara kerumunan siswa lainnya yang menatap penuh minat.

Menghela nafasnya berat, Takemura memulai kegiatan belajar mengajar sesuai rencana studi yang telah ia buat. "Ini akan lebih merepotkan saat mereka sudah terkenal nanti," keluhnya lirih membayangkan tugas tambahan untuknya di masa depan "Jika bukan karenamu aku tidak ingin melibatkan diriku pada dunia hiburan meski sedikit saja, Haru," imbuhnya dalam hati tak ingin menyesali keputusannya.

Kegiatan belajar yang berlangsung selama empat jam terasa lebih lama, Takemura harus sesekali mengendalikan suasana saat suara bisik-bisik mulai mengganggu. Kini suara nyaring diiringi pemberitahuan mengenai jam istirahat menjadi suara paling merdu baginya pertanda tugasnya sudah selesai

"Ne ... Ne ... kalian pindah darimana?"

"Kenapa kalian pindah secara bersamaan?"

"Apa kalian sudah mengenal dekat?"

Pertanyaan seputar asal usul mereka paling mendominasi membuat ketiganya kelabakan bingung harus menjawab apa, hingga sebuah pertanyaan yang tak pernah mereka bayangkan mencuat "Apa kalian sudah memiliki kekasih?" kini pertanyaan menyeleweng membuat ketiganya kompak memasang wajah horror.

"Apa itu? Aku bahkan tidak pernah berpikiran kesana?" batin Riku menjerit gemas.

"Uhum," deheman serak yang cukup dikeraskan berhasil mengalihkan perhatian sekelilingnya, "Kami baru tidak saling mengenal sebelumnya, karena suatu keperluan kami harus pindah kemari. Dan untuk pertanyaan terakhir, kurasa masih terlalu dini untuk berpikir tentang menjalin hubungan asmara," jelas Iori panjang membuatnya terdengar se-logis mungkin tanpa membocorkan apapun mengenai kontrak mereka pada agensi idol.

Mendengar penuturan Iori, Riku dan Tamaki kompak menganggukkan kepalanya mendukung pernyataannya dengan semangat. "Jika kau perlu, aku akan menunjukkan wilayah sekolah," kini sosok gadis anggun dengan rambut pirang yang terkepang rapi terlihat cocok untuknya mengintrupsi pembicaraan mereka, "Jangan salah sangka, ini tugasku sebagai ketua kelas. Aku tidak bermaksud apapun," imbuhnya cepat merasa gugup saat mendapati tatapan menelisik dari Iori serasa ingin mengulitinya

"Terima kasih banyak atas tawarannya," balas Riku tersenyum cerah menunjukkan keramahannya, "Eto--," gumamnya lirih di akhir saat bingung harus memanggilnya apa.

"Kawai~" jeritan tertahan sontak terdengar saat disuguhkan ekspresi polos yang Riku tampilkan.

"Takanashi Tsumugi," ujarnya ramah memperkenalkan diri.

"He-h," gumam Riku kaku kehilangan kata-katanya tak menyangka responnya akan seperti ini.

"Ha'i Ha'i, sekarang beri mereka ruang, dan segera nikmati waktu istirahat kalian sebelum berakhir tanpa kalian sadari," tegur Sang Ketua kelas tegas membubarkan kerumunan yang ada. "Sekarang kalian bisa menikmati sisa waktu yang ada, sebaiknya kalian bergegas agar dapat menikmati makan siang," imbunya lagi menatap ketiganya.

"Woah kau keren ," ujar Tamaki tanpa sungkan mengutarakan rasa terima kasihnya tulus. "Mereka langsung pergi begitu saja," imbuhnya lagi merasa lega.

"Takanashi ...," gumam Riku mengerutkan alisnya terasa tidak asing dengan marga itu.

"Kau putri dari Sachou?" tanya Iori saat tersadar dari pemikirannya, "Ah kalian mengingatknya ternyata," ujar Tsumugi tertawa canggung.

"Apa ada alasan khusus kenapa kami dipindahkan disini? Bersamamu?" tanya Iori curiga.

"Yah lebih baik untuk dikatakan sejak dini," ujar Tsumugi mengalah. "Seperti kalian yang bersiap menjadi idol, aku juga tengah bersiap untuk menjadi manajer," jelasnya tenang.

"Hehh manajer---" ujar Tamaki hampir berteriak keras jika tidak dihentikan oleh Riku, "Kita jadi seperti Idol sungguhan," imbuhnya lagi masih syok.

"Bukankah itu memang tujuanmu?" tanya Riku heran.

Tersenyum miring Iori berhasil mendapatkan kesimpulannya,"Jadi kau juga memastikan agar kami tetap pada jalur semasa menjadi trainee heh," ujarnya.

'Iie, aku hanya ingin mengajak kalian untuk sama sama berjuang agar mimpi kita terwujud. Membesarkan bintang hingga menerbangkannya ke angkasa adalah mimpiku," balas Tsumugi cepat.

"Mari berjuang bersama manajer," ujar Riku menawarkan uluran tangan yang tulus.

"Mohon bantuannya Riku-san."

"Ayo berjuang manajer," imbuh Tamaki tak kalah semangat.

"Bukankah ini terlalu awal untuk memanggilku manajer," uar Tsumugi tertawa canggung.

"Kita bisa membiasakannya sedari dini," jelas Iori mengedikkan bahunya pelan.

"Ne Manajer, aku lapar. Dimana kita bisa mendapatkan makanan?" tanya Tamaki cepat.

"Jadi kalian menerima tawaranku untuk berkeliling?' tanya Tsumgi berniat menggodanya. "Yahh setelah mendengar ini kurasa tidak ada alasan untuk menolak," ujar Iori sedikit tersipu.

"Hehh kau memasang respon yang berbeda sekarang? Apa kau selalu seperti ini dihadapan wanita?" ujar Riku menerka-nerka.

"Jangan memutuskan seenaknya Nanase-san, itu kebiasaan buruk," balas Iori acuh.

"Lihat?!! Kau jadi pria brengsek yang dingin lagi," balas Riku menudingnya kesal.

"Heii kenapa penilaianmu tentangku makin buruk!" sentak Iori tersulut emosi.

"Karena kau belum menunjukkan satu pun hal baik di depanku," balas Riku bersedekap di depan dada menatapnya pongah.

"Hah? Apa kau lupa aku membantumu saat di kereta pagi tadi?" ujar Iori mulai mengungkit hal baik yang telah ia lakukan pagi tadi.

"Jadi kau pamrih soal itu??" balas Riku seolah olah terkejut membuat gestur menutup mulutnya diiringi tatapan syok yang ia buat-buat.

"Kau pintar bermain peran ternyata, bagus kau memiliki bekal di dunia hiburan," dengus Iori menahan kedutan kesal di pelipisnya.

"Manajer, bisakah kita pergi sekarang?" bisik Tamaki lirih yang diangguki Tsumugi meski ia berusaha keras menahan tawanya.

Tersadar dengan keheningan yang aneh, keduanya kini melirik sekelilingnya dan mendapati ruangan kosong, "Mereka meninggalkanku?" ujar Riku kesal.

"Ini salahmu,"ketus Iori mendahuluinya pergi keluar ruangan.

"Salahmu," balas Riku tak mau kalah, tentu saja pertengkaran tak berhenti sampai disitu. Sebuah keajaiban mereka bisa tiba di kantin meski perhatian sepenuhnya terfokus pada adu mulut yang mereka tekuni selama perjalanan. Seruan malas dari Tamaki yang terdengar cukup nyaring mempermudah mereka untuk menemukannya, dan selama sisa waktu istirahat yang singkat mereka bisa menyelesaikan makan siang tanpa perdebatan tidak penting yang membuang waktu.




"Oy Minnaa ... apa kalian sudah tahu?" seru Tamaki berteriak kencang dari kejauhan meski belum tiba di gymnasium tempat latihan mereka.

"Aku punya berita super keren!" imbuhnya lagi antusias dengan mata yang berbinar diikuti senyum kecil dari ketiga orang di sampingnya.

"Cepat beritahu saja Tama," ujar Yamato menatapnya malas hingga membuat Tamaki memberungut sebal, "Mou Yama-san, kau harus lebih bersemangat soal ini," gerutunya mengerucutkan bibirnya maju

"Aku sangat menantikannya Tamaki-kun," ujar Sougo menenangkan.

"Apa kalian tau?!" ujar Tamaki mengulang lagi perkataannya dengan antusias yang sama. "Kita sudah memiliki manajer, dia ketua kelasku juga ternyata," ujarnya dengan senyum sumringah

"Ya kami sangat terkejut saat bertemu di kelas yang sama," imbuh Riku dengan semangat yang sama seperti Tamaki

"Oh kupikir apa," dengus Yamato santai

"Kau tidak tekejut?" tanya Riku memiringkan kepalanya heran.

"Kami sudah tau soal itu Riku," jelas Mitsuki tak kuasa menahan gemas dengan sikap member termuda mereka.

"He—"

"Heeehhhh," seru keduanya saling bersahutan dalam irama yang sama, "Itu curang?!" imbuhnya lagi masih tak terima.

"Ouh Banri sudah mengatakan soal manajer sebelumnya, dan tak kusangka ia akan menjadi gadis secantik ini," ujar Nagi mendekati Tsumugi dengan senyum menawannya

"Hai girl, namaku Rokuya Nagi. Mohon bimbingannya mulai sekarang manajer," ujarnya lagi meraih tangan Tsumugi dengan lembut membuat gerakan perkenalan ala bangsawan di abad pertengahan.

Dengan wajah memerah pekat Tsumugi berusaha mengatur kosa katanya, "A-ah etto ... mo-mohon bantuannya juga Nagi-san," ujarnya gelagapan tak biasa diperlakukan seperti ini.

"Nagi jangan asal menyentuhnya seperti itu," tegur Mitsuki segera melerai posisi keduanya yang terlihat dekat.

"Apa itu cara memperkenalkan diri di negara asalmu Nagi-kun?" tanya Sougo penasaran.

"Yes, itu caraku menunjukkan sikap ramah," jelas Nagi riang.

"Kuharap kau tidak asal menerapkannya ke sembarang orang, aku tidak ingin ada skandal di masa depan," tegur Iori datar.

"Yosh minna, sepertinya kalian bisa memulai latihan sekarang," ujar Banri mengingatkan agenda utama mereka. "Ini adalah demo musik dari lagu nanti, mulai hari ini kita bisa melatih koreografi kalian untuk persiapan debut di masa yang akan datang," jelasnya lagi menunjukkan sebuah CD bening tanpa sampul

"Woahh ini terdengar keren," ujar Riku tersenyum lebar saat mendengar alunan melodi yang tercipta begitu CD Player dinyalakan.

Beberapa jam telah berlalu, gerakan kaku mereka mulai terarah dengan baik sedikit dei sedikit, "Hosh ... hosh ... hosh ..." Deru nafas pendek saling bersahutan di dalam gymnasium sederhana yang tidak terlalu luas

"Kita istirahat dulu beberapa menit," ujar Yamato mendekati CD Player yang tengah menyala pada salah satu sisi ruangan untuk mematikannya sejenak hingga ruangan menjadi senyap seketika kehilangan melodi yang sedari tadi nyaring terdengar memutarkan berbagai lagu dari berbagai genre

Hanya butuh beberapa menit nafas mereka kembali stabil kecuali untuk seseorang yang masih terfokus menarik nafasnya dalam-dalam merasakan dadanya seolah diremat kencang, "Apa kau baik-baik saja Riku-kun?" tanya Sougo yang menyadari tingkah berbeda Riku membuatnya sedikit cemas

"Aku baik Sougo-san," jawab Riku membentuk senyumnya kecil setelah menarik nafas sedalam mungkin yang ia bisa

"Menjalani sekolah dengan menu latihan seperti ini," ujar Yamato lirih sambil mencari posisi duduk ternyamannya. "Bukankah terlalu berat," imbuhnya lagi tampak prihatin

"Aku baik-baik saja," gumam Tamaki tenang masih tampak bugar seolah tak kelelahan sedikit pun.

"A--," Sebelum Riku menyelesaikan perkataannya, gesture tangan di depan wajahnya membungkamnya seketika, "Jangan memberi alasan tidak perlu Nanase-san, kita bisa tau dengan jelas kau memiliki stamina yang buruk," ujar Iori tenang.

"Aku tau itu," gerutu Riku makin kesal menatap tajam Iori.

"Heii bukankah kalian sudah bertengkar sedari tadi," tegur Nagi berusaha melerainya, "ini melelahkan hanya dengan melihatnya asal kalian tau," imbuhnya lagi menghela nafasnya berat.

"Staminamu juga sangat jelek Nagi," cibir Mitsuki, "tenanglah Riku kau tidak sendiri," imbuhnya cepat berusaha menenangkan Riku.

Melihat tatapan cemas Mitsuki membuat Riku mengerucutkan bibirnya kesal, "Aku sama sekali tidak senang dengan itu," gerutunya lirih dalam sekali tarikan nafasnya

"Yosh yosh Rikkun, kau masih terus berkembang tenang saja," ujar Tamaki menepuk nepuk punggungnya, "suatu saat nanti kau juga akan kuat sepertiku," imbuhnya lagi bersikap seolah-olah menjadi kakak besar.

"Hentikan ini, kau membuatku makin kesal Tamaki," balas Riku menatapnya jengkel.

"Sebaiknya kau berhenti bersikap kekanakan Nanase-san," tegur Iori yang justru menyiram minyak pada emosinya yang sudah menyala.

Melihat keributan dari ketiga member muda mereka, keempat member lainnya hanya bisa menatapnya pasrah menunggu celah untuk melerai mereka saat pertengkaran semakin memburuk, "Bukankah hubungan mereka semakin buruk," gumam Yamato datar.

"Ouh kupikir sekolah akan membuat mereka berteman lebih baik lagi," balas Nagi sedikit berbisik.

"Kurasa harapan kalian terlalu tinggi." Ucapan pasrah Sougo ikut masuk ke dalam obrolan bisik-bisik mereka

"Cukup! aku ingin mencari minuman, kalian menyebalkan!" sentakan keras dari Riku yang sudah mencapai batasnya menyadarkan keempat member senior mereka tersentak dari lamunannya

"Terus saja merajuk, dasar kekanakan," dengus Iori acuh

"Rikkun tunggu, aku ingin mencari pudding juga" seru Tamaki tanpa beban seolah tak ada permasalahan ikut bergegas mengejarnya.

"Yahh setidaknya dia tidak pergi sendiri, Onii-san akan khawatir jika ia pergi sendiri," ujar Yamato mengedikkan bahunya pelan.

Mendengar penuturan Yamato membuat Mitsuki menoleh cepat padanya kesal, "Justru mereka bisa bertengkar lagi tanpa ada yang melerai," sentaknya emosi mengirim pukulan keras pada punggungnya sebelum beranjak bangun mengejar keduanya.

"Apa?" tanya Yamato datar saat mendapati berbagai pasang mata menatapnya, menahan hawa panas yang menjalar dipunggunggnya yang telah tercetak telapak tangan Mitsuki berusaha bersikap setenang mungkin demi harga dirinya.

"Kerja sama kalian terlalu kacau," gumam Tsumugi yang sedari tadi mengamati proses latihan mereka, "Karena mereka memiliki kekuatannya masing-masing yang memukau, butuh waktu untuk memadukannya menjadi satu kesatuan warna yang saling berdampingan," balas Banri tenang menanggapi penuturan Tsumugi sebelumnya.

"Apa yang harus kulakukan untuk mengatasinya," gumam Tsumugi mengerutkan alisnya berpikir keras.

"Ku harap mereka bisa mencapai kualitas seperti rookie idol saat ini," ujar Banri menerawang.

"Siapa maksudmu?" tanya Tsumugi tertarik.

"Idol grup yang tengah naik daun saat ini, dan mereka akan mengadakan konser penutup dari tur mereka di Tokyo dalam waktu dekat," jelas Banri.

Di jam malam yang mulai larut, mereka mulai terengah-engah kehabisan tenaga hingga mendudukkan dirinya secara acak untuk mengistirahatkan kaki mereka yang mulai gemetar, "Minna aku memiliki berita untuk kalian," ujar Tsumugi meminta perhatian semuanya.

"Tidak ada latihan menari dan menyanyi untuk sementara waktu," jelas Tsumugi membuat semuanya tersentak kaget.

"Oleh karena itu, kalian akan fokus membangun hubungan kalian agar lebih kompak," imbuh Tsumugi ringan mengeluarkan senyum manisnya.

"Bukankah kita harus berlatih sekeras mungkin untuk bersiap, ini akan membuatnya lebih lama," ujar Tamaki sedikit tidak sabar

"Aku tidak ingin idolku tumbuh dengan pondasi yang goyah Tamaki-san, ini adalah keputusanku setelah melihat kalian," jelas Tsumugi membuat Tamaki menelan kembali sanggahannya

"Sampai kapan?" tanya Iori sebagai salah satu yang tak kehilangan ketenangannya.

"Sampai misi penutup kalian untuk berteman, karena tugas terakhir kalian saat itu adalah menonton konser bersama," jelas Banri sumringah ikut membantu menjelaskan situasi mereka ke depan.

"Konser? Konser siapa?" tanya Sougo penasaran.

"Tunggu ... apa jangan-jangan?" tanya Iori menggantung saat ia mendapatkan sebuah deduksi sederhana dari pemikirannya.

"Yap benar sekali Iori-san," ujar Tsumugi menyepakatinya tau betul bahwa Iori cukup tajam saat berpikir. "Kalian akan menonton konser Trigger di akhir bulan," imbuhnya lagi.

"Trigger?!" seru Sougo hampir tersedak dengan perkataannya sendiri saking antusiasnya.

"Ouh tenanglah Sougo," ujar Nagi menatapnya geli.

"Apa itu?" tanya Tamaki masih tak mengerti.

Paham akan kapasitas otak membernya yang satu itu Yamato menghela nafasnya lelah, "Mereka adalah rookie idol saat ini, mereka sangat hebat," jelas Mitsuki mengalah untuk mencerdaskan membernya itu.

"Trigger," gumam Riku lirih masih belum memutuskan harus memasang ekspresi macam apa.

"Yosh cukup untuk hari ini, kalian bisa kembali ke dorm dan beristirahat," ujar Banri mengakhiri pembicaraan mereka, dan memastikan mereka untuk kembali ke dorm dengan aman.

●●●

Di dalam yang redup karena hanya mengandalkan sinar rembulan yang menembus dari balik tirai, ranjang ukuran single di sudut ruangan tak henti-hentinya bergerak pelan karena gerakan dari Sang Penghuni kamar yang bergerak gelisah di atasnya. Kelopak matanya yang masih terjaga melirikkan irisnya pada nakas di samping kanannya. Cetakan garis merah pada jam digital di sampingnya menunjukkan waktu tengah malam, namun sayang kantuk tak kunjung datang menghampirinya meski tubuhnya terasa sangat lelah.

"Aku tidak siap melihatnya nanti," gumamnya lirih menggigit bibirnya kesal

"Tapi aku merindukannya, aku ingin tau apa yang telah ia capai," ujarnya lagi yang justru menimbulkan kontradiksi dengan pernyataan sebelumnya

"Kenapa ia pergi? Apa yang lebih penting untuknya hingga ia melepaskan keluarganya," ujarnya lagi melayang dalam lamunannya

Menyerah dengan usahanya untuk memejamkan mata secara mandiri, ia memutuskan untuk beranjak bangun berniat membuat sesuatu untuk mendapatkan rasa kantuknya. Membuka pintunya perlahan mencegah bunyi berisik yang tidak perlu, ia berjalan dengan pelan beralaskan sandal selop berbulunya yang cukup hangat di kakinya. Mengingat dorm yang tidak begitu luas, ia tidak kesulitan sama sekali karena tidak perlu tersesat untuk menuju dapur.

Dengan gesit ia membuka upper cabinet mengambil kaleng susu bubuk persediaan dorm berikut cangkir merah kesayangannya, namun kegiataannya harus terhenti saat ia berusaha menyalakan kompor untuk merebus air."Uhh apa ini tidak berfungsi?" gumamnya lirih

"Tapi, Mitsuki tidak pernah kesulitan saat memasak," imbuhnya lagi bertanya-tanya sembari memutar kenop kompor secara berulang berharap api dapat muncul dari situ

"Apanya yang salah," gerutunya mulai kesal karena tak kunjung bisa menyalakan kompor

"Kau harus membuka kran gasnya terlebih dahulu," teguran datar di belakang lehernya membuat ia melompat kaget, tangannya bergerak reflek menutupi leher belakangnya yang terasa bergidik saat mendapati nafas hangat disana beberapa waktu yang lalu.

Dengan geram ia menatap garang si pelaku, "Jangan menakutiku Iori!" sentaknya jengkel hampir berteriak jika tidak dibekap oleh Iori secara spontan

"Kau bisa membangunkan seisi dorm, Nanase-san," tegurnya datar

"Apa yang kau lakukan menyelinap di dapur saat tengah malam seperti ini?" tanyanya lagi menatapnya penuh selidik

"Aku ingin membuat susu hangat sebelum tidur," balas Riku setengah bergumam

Pendengarannya cukup tajam tetap saja tidak mampu menangkap perkataan lawan bicaranya saat ini, "Biar ku bantu," ujar Iori mengambil alih membuat Riku sedikit tercengang karena sikapnya yang tergolong baik

"Apa yang akan kau buat?" tanya Iori mengabaikan tatapan kaget Riku

"S-Susu dengan madu," ujar Riku masih setengah melamun

"Kau yakin?" tanya Iori mengernyitkan dahinya ragu, "Ugh itu akan terlalu manis," keluhnya lagi saat mendapati anggukan positif dari Riku

Tak butuh waktu lama kedua cangkir telah siap, harus Iori akui ia sedikit terkejut saat mendapati rasa minumannya tidak buruk juga setelah mengikuti arahan dari Riku saat membuatnya.

"Apa kau sudah mengantuk Nanase-san?" tanya Iori memulai obrolan

"Entahlah, aku tidak yakin bisa tidur untuk malam ini," jelas Riku setengah berbisik. Situasi yang cukup tenang diantara keduanya cukup mengejutkan, tapi Riku juga tidak ada keinginan untuk merusaknya dan segera berbalik ke kamar. Ia butuh pengalih perhatian untuk saat ini,

"Apa yang kau pikirkan sedari tadi," tanya Iori lagi berusaha mengulik lebih dalam tentangnya. "Sebaiknya jangan paksakan otak kecilmu untuk bekerja berat," imbuhnya lagi

"Jika aku baru mengenalmu selama beberapa menit, mungkin aku akan marah," dengus Riku menahan geli

"Yah kita setidaknya baru mengenal beberapa hari lalu," gerutu Iori lirih

"Tapi ... itu cukup lama untuk membuatku tau bahwa kau tipe tsundere Iori," balas Riku telak, beruntung ruangan yang redup menyamarkan pipinya yang kini merona merah

"Caramu menyampaikan perhatian sedikit ... menyebalkan," imbuh Riku lagi setelah menemukan perkataan yang tepat untuk mendeskripsikannya

Memilih untuk mengabaikan ejekan Riku, ia kembali pada topik pembicaraan, "Apa ini ada kaitannya dengan larangan menyanyi dan menari?" tanya Iori

"Saat aku tidak bisa mengatakan apapun, aku meluapkannya melalui hal itu," jelas Riku menerawang, "bisa dibilang larangan itu sedikit mempengaruhiku, karena merasa dibungkam tiba-tiba."

"Kalau begitu katakan saja lewat kata-kata," balas Iori tenang mencoba memberi solusi

Menggeleng lemah Riku menepis sarannya, "Selalu ada saat dimana ada sesuatu yang tidak bisa kita ungkapkan."

"Jadi sesuatu yang kau pikirkan saat ini juga salah satu hal yang tidak bisa kau ungkapkan?" tanya Iori telak membuat manik Riku sedikit melebar

"Kau sendiri yang mengatakan itu sedikit mempengaruhimu, berarti ada hal lain yang lebih mempengaruhimu saat ini," jelas Iori saat mendapati tatapan terkejut Riku

"Seperti kata manajer, secara perlahan saja. Masih ada waktu," ujar Iori menjeda sejenak perkataannya."Mungkin bukan diriku mengingat hubungan kita yang sedikit kacau, tapi aku percaya dengan member lainnya bisa menjadi tempat yang baik untuk bercerita. Tidak perlu memaksakan diri untuk bercerita, ambil sebanyak mungkin waktu yang kau perlukan."

"Dan datanglah saat kau siap," pungkasnya bijak

"Apa aku sedang berbicara dengan Izumi Iori saat ini?" gumam Riku menceplos tanpa sadar membuat Iori mendengus kecil

"Hei bagaimana denganmu? Apa kau juga tempat yang baik untuk bercerita?" tanya Riku tiba-tiba

Menahan senyum miringnya, Iori menatapnya geli, "Jika seperti itu keadaannya aku tidak ada pilihan lain bukan."

"Aku cukup bisa bersikap dewasa untuk menenangkanmu yang kekanakan ini," imbuhnya lagi memulai ledekannya

"Kau kembali menjadi orang yang menyebalkan lagi," dengus Riku menelan kesal

"Yah maka dari itu, kau harus bersiap jika ingin datang padaku. Aku cukup keras dan tidak kenal ampun pada siapapun," balas Iori mengedikkan bahunya pelan

"Sekarang kau sudah bisa tidur bukan? Aku mengantuk, dan kita harus sekolah besok pagi," imbuhnya beranjak bangun

Tersenyum kecil, Riku menyadari bahwa ia sedari tadi berusaha menenangkannya meski tak tau apa masalahnya saat ini. "Aku bukan bayi, aku bisa tidur kapanpun aku mau," balas Riku mengikuti langkahnya

"Oh baru saja kau menunjukkan bahwa kau seperti bayi," balas Iori meremehkannya

Tanpa membalas perkataannya mereka tiba di pintu kamar masing-masing yang terletak bersebelahan. "Ne Iori ...," ujar Riku lirih berhasil mencegah Iori sebelum masuk kedalam kamarnya sendiri

"Terima kasih," imbuhnya lagi tersenyum tulus

Mendengus geli Iori mengedikkan bahunya pelan, "Aku tidak merasa melakukan apapun," ujarnya tenang memasuki kamarnya lebih dulu.

"Justru itu membuatku makin berterima kasih," ujar Riku setengah berbisik menatap pintu kamar Iori yang telah tertutup sejenak sebelum ia memasuki kamarnya dengan perasaan yang lebih baik

"Kurasa aku sudah bisa tidur sekarang," gumamnya menguap lebar saat menyentuh lembutnya kasur miliknya.

"Kau yang sudah melangkah lebih jauh, dan aku yang masih melambatkan langkahku."

"Suatu saat nanti aku akan menyamai langkahmu dan menuju garis finish yang sama."

"Aku merindukanmu, Ten-nii."

______________________________________

To be continued ...

Untuk updatean selanjutnya nunggu story sebelah ada progres dulu yak hehe, udah mulai dapet semangat lagi buat ngetik hehe

Timacii bagi yang udah mampir,  semoga nggak bosen ya huhu

See u babay
Uri

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top