1. Starting Line

Suasana hening yang terasa berat melingkupi ruangan berisikan tiga orang manusia yang tengah duduk tegap saling berhadapan.

"Kaa-san tidak akan pernah menyetujuinya," ujar suara feminim yang terdengar tegas tak ingin dibantah, rautnya yang selalu lembut kini tampak tegang, surai putihnya tergerai rapi hingga pundaknya, manik crimsonnya menatap lurus pada sosok di depannya yang sedang duduk seolah tengah di adili

"Kaa-san...," gumamnya lirih tak kuasa mengeluarkan bantahan lebih lanjut saat dihadapkan tatapan tegas ibunya, mencoba strategi lain dengan memanfaatkan manik serupa ibunya ia menolehkan tatapannya pada sosok di sampingnya saat dirasa manik matanya mulai berkilauan dengan air yang menggenang di pelupuknya

Untuk sesaat ia menghela nafasnya, mencoba menutup matanya senatural mungkin berusaha menghindari tatapan yang selalu melemahkannya, "Riku... kami lakukan ini demi dirimu," ujarnya tenang mencoba memberi pengertian pada putranya

"Apanya yang demi diriku," bantah Riku lirih menggigit bibir bawahnya berusaha menahan isakannya, tangannya tampak mengepal erat di atas lututnya menahan emosinya agar tetap terkontrol

"Kalian melakukannya hanya demi diri kalian sendiri," imbuhnya lagi menatap lurus kedua sosok di depannya

"Riku!" seru ibunya mulai tersulut emosi, yang dibalas dengan tatapan serupa miliknya tanpa gentar

"Apa kalian masih tidak mempercayaiku?" tanya Riku lirih, "aku tidak akan pergi dari kalian hanya karena aku menempuh jalan yang sama," imbuhnya lagi

"Aku bukan dirinya, kami berbeda."

"Kami sebagai orang tua tentu mengenal putra-putra kami, aku tau betul perbedaan kalian," ujar sang Ayah bersikap lebih tenang. "Dan kami tau betul kondisimu juga berbeda dengannya," imbunya lagi tampak bijak

"Aku baik baik saja hingga sekarang, dan akan selalu baik," balas Riku tanpa goyah

"Aku tidak mau kehilangan putraku satu-satunya," ujar Sang Ibu menatapnya sendu

Mengerti ke khawatiran orang-orang di depannya, Riku menarik nafasnya dalam untuk sejenak, "Aku mengerti kondisiku dengan baik, aku terlahir dengan ini," ujar Riku menggiring pembicaran yang lebih tenang sekarang

"Apa pun yang kulakukan aku tidak akan pernah terbebas dari kondisi ini," imbuhnya lagi

"Setidaknya izinkan aku berjuang meraih mimpiku selama aku masih bisa bernafas."

"Cukup! Jangan bicara seperti itu lagi," bantah ibunya tegas

"Aku tidak selemah itu Kaa-san," balas Riku lirih, "kau tidak akan kehilangan siapa pun, sebaliknya kau akan mendapatkan kedua putramu kembali," imbuhnya lagi menatapnya lurus tanpa keraguan

Melihat keteguhannya, sosok pria dewasa dengan surai merah yang serupa menepuk pelan pundak orang disampingnya berusaha memberi pengertian, "Berjanjilah pada kami, kau akan baik baik saja dengan kondisimu yang seperti itu," ujarnya tegas menatap putra bungsunya

"Aku berjanji Tou-san," balas Riku tanpa keraguan

"Laki-laki tidak akan pernah mengingkari janjinya," balas Sang Ayah masih mempertahankan suaranya yang penuh wibawa

"Aku selalu belajar itu darimu Tou-san."

Merasa tak bisa berkutik lagi, laki-laki paruh baya itu menghela nafasnya berat, "Kondisimu yang berbeda, bukanlah sesuatu karma atau hukuman yang harus kau terima. Itu karena kau spesial, kau lebih kuat dari orang lain hingga mampu menjalani kehidupan dengan penyakitmu," ujar Sang Ayah memberikan senyuman lembut

"Aku mengerti Tou-san, aku tidak lagi mengutuk penyakitku. Ini sama sekali bukan hambatan untuk mimpiku," balas Riku tenang

"Kumohon percaya padaku Kaa-san, aku akan baik baik saja hidup dengan keduanya," ujar Riku masih membujuk ibunya. "Hidup dengan mimpiku maupun penyakitku, aku bisa menjalani keduanya tanpa kesulitan," imbuhnya lagi

"Pulanglah sesekali," ujar Sang Ibu menghela nafasnya pasrah."Dan jangan pernah menyimpannya sendiri, saat kau kesulitan hubungi kami ataupun orang-orang disampingmu. Kau tidak pernah sendiri," imbuhnya masih tampak sedih

"Aku mengerti Kaa-san," balas Riku penuh rasa syukur atas kepercayaan kedua orang tuanya atas keputusan yang telah ia buat.



Di tengahnya teriknya matahari, kaki jenjangnya melangkah tanpa keraguan membelah keramainan lautan manusia yang tengah menjalani kesibukan mereka. Sesekali manik crimsonnya melirik ke bawah, membaca dengan baik deretan tulisan yang tercetak pada kertas lusuh di genggamannya. Memindai berbagai penanda dan petunjuk jalan yang sesuai dengan arah yang ia tuju membuatnya sedikit bernafas lega karena berhasil mencapainya tanpa masalah. Mengingat dirinya menjadi magnet tersendiri untuk menciptakan berbagai keajaiban yang tak pernah ia harapkan atau ia duga sebelumnya membuat ia terbiasa terjebak dalam sebuah masalah.

Dering ponsel yang terdengar lirih di tengah keramaian masih dapat ia dengar meski samar, "Mosi mosi... Kaa-san," sapanya lembut bersamaan dengan senyum manis yang tersungging di bibirnya saat ia mengangkat panggilannya

"Riku! Apa kau sudah sampai? Apa kau mengambil jalur yang tepat? Kau tidak tersesat bukan??" serentetan pertanyaan terdengar lancar tanpa hambatan dari ponselnya tanpa terjeda sedetik pun

"Mou, Kaa-san," keluhnya mengerucutkan bibirnya sedikit kesal. "Aku baru tiba disini, mana mungkin aku sudah terjebak pada sebuah masalah. Itu konyol," dengusnya lagi setengah menggerutu

Dapat ia bayangkan sosok di seberang ponselnya tengah menautkan alisnya dalam lengkap dengan bibirnya yang maju beberapa centimeter, "Sebaiknya kau hentikan sikap merajukmu itu, Kaa-san khawatir kau akan menarik perhatian orang sekitar secara berlebihan," balasan riang diiringi tawa ringan membuat suasana menghangat seketika tak peduli jarak yang tengah memisahkan keduanya

"Aku tidak merajuk Kaa-san," bantahnya cepat

"Hai hai, Kaa-san mengerti."

Di tengah obrolan keduanya melalui ponsel, kasak kusuk dari kerumunan di sekitarnya juga ikut terdengar. "Imutnya...," bisikan lirih diiringi jeritan tertahan membuat Riku sedikit menegangkan bahunya gugup bersamaan dengan langkahnya yang semakin cepat

"Hora..., apa Kaa-san bilang," seruan dari seberang ponsel berhasil menglihkan kegugupannya seketika."Jangan berlari, cukup berjalan perlahan. Kaa-san akan menemanimu jika tak nyaman."

"Arigatou Kaa-san," balas Riku penuh rasa syukur

Seiring dengan pergerakan langkahnya yang bergerak menjauh, membuat kerumunan di sekitarnya menghela nafasnya kecewa, "Ah, dia pergi." keluhan kekecewaan mulai terdengar

"Kau membuatnya tidak nyaman," seruan dari teman sebanyanya terdengar memperingatkan

"Tapi... aku hanya gemas dengannya," balasnya cepat sedikit kecewa tampak mengerucutkan bibirnya kesal

"Kau juga mengatakan hal serupa beberapa menit lalu untuk idol baru itu," dengus temannya terdengar datar masih sibuk dengan ponselnya mengabaikan sikap merajuk temannya

"Heii namanya adalah Tenn, Kujo Tenn," balas temannya dengan tegas kembali mengingatkan siapa idolanya saat ini. "Dia adalah perwujudan malaikat di dunia modern saat ini," imbuhnya lagi kembali membanggakan idolanya

"Betapa labilnya," dengusnya memutar bola matanya jengah

"Tapi, entah kenapa aura laki-laki imut barusan terasa sangat familiar," gumaman lirih terdengar lengkap dengan alisnya yang bertaut penasaran

"Jangan melantur, kita harus cepat pegi atau kita akan terlambat," balasan dingin tanpa niat untuk melukai menyadarkan lamunannya membuat keduanya segera mempercepat langkahnya agar tidak terlambat

●●●

Tiba disebuah gedung kecil yang tersembunyi di antara gedung-gedung tinggi nan megah di tengah Tokyo, Riku menghentikan langkahnya sejenak menengadah ke atas menatap gedung sederhana setinggi 3 lantai di depannya.

"Takanashi Production," gumamnya lirih membaca deretan huruf balok yang terpampang di ujung jendela gedung itu. "Aku berhasil tiba disini," imbuhnya lagi kembali menetapkan tekadnya

Suara tarikan nafas yang agak kasar kembali terdengar saat ia tiba di daun pintu, tangannya dapat ia pastikan terasa basah dan makin dingin saat memegang gagang pintunya. Gigitan-gigitan gemas di bibir bawahnya ia lakukan untuk meluapkan kegugupannya, "Permisi," sapanya sopan saat membuka pintu dengan lembut, namun terdengar lirih karena rasa gugup yang mendominasi

"Ah Konichiwa...," balasan yang terdengar ramah menyambutnya pertama kali saat ia melihat isi ruangan itu dengan jelas. "Kau pasti Nanase Riku-kun, Presiden telah menyebutkanmu," imbuhnya lagi kembali menyapanya dengan riang

Kerutan dahi yang mengernyit bingung membuat lelaki bersurai panjang itu segera menyadarinya, "Aku Ogami Banri, kau bisa memanggilku Banri. Aku juga bekerja di Takanashi Production." Tambahan cepat kembali ia suarakan untuk memperkenalkan dirinya

"Kalau begitu kau bisa memanggilku Riku, Banri-san," balasnya mulai merasa nyaman setelah melihat aura yang terasa ramah dari lawan bicaranya saat ini

"Tentu saja Riku-kun." Dengan cepat Banri menyetujuinya bersamaan dengan senyum lebar yang menguar. "Ah sebagian dari mereka sudah datang, sebaiknya kau juga segera menyusul," imbuhnya mengingat tujuannya saat ini segera menunjukkan jalan padanya

"Mereka?" tanya Riku memiringkan alisnya bingung

Dengan senyum misterius, Banri menggiringnya menuju suatu tempat,"Kau akan segera tau saat tiba nanti." balasan mengambang tanpa petunjuk apapun membuat Riku kembali merasa gugup karenanya

Berada di sebuah ruangan dengan kaca yang mengelilinya tak membuat Riku terkejut, perhatiannya kini terserap pada sekumpulan orang yang telah memusatkan perhatian padanya sejak mereka melangkahkan kakinya masuk

"Jadi dia yang kita tunggu," gumaman lirih terdengar datar dan juga dingin tertangkap pada pendengarannya hingga Riku menoleh penasaran pada sosoknya. Maniknya menelisik sosok jangkung yang sedikit lebih tinggi darinya dengan surainya yang kelam tampak serasi dengan tatapan mata onyxnya yang tajam, "Orang yang menyeramkan." Dalam hati Riku mengangguk puas dengan hasil penilaian sepihaknya

"Hei apa kau baru saja memikirkan hal yang tidak-tidak tentangku," balasan ketus kembali terdengar lengkap dengan tatapan penuh curiga yang ia layangkan

"Hah? Percaya diri sekali kau,"balas Riku cepat hampir membuatnya panik seketika karena tertangkap basah mengenai pemikiran sewenang-wenangnya

"Lihat, kau mudah sekali terbaca. Kau pasti memutuskan hal yang tidak-tidak tentangku," seruan dingin terdengar ketus langsung membalasnya telak

"Hentikan itu Iori, kau juga tidak sopan karena menuduhnya begitu saja," teguran lembut penuh peringatan tegas segera menghentikan perdebatan konyol mereka

"Maafkan atas sikapnya," ujar sosok bersurai jingga yang tampak sedikit lebih pendek darinya terdengar tulus dan hangat membuat Riku mengeluarkan senyuman lebarnya tampak lebih nyaman dengan sambutannya yang terdengar ramah

"Namaku Izumi Mitsuki, ini adikku Iori," imbuhnya lagi memperkenalkan diri yang tentu saja tidak diiringi sikap ramah khas ajakan pertemanan dari sosok jangkung disampingnya

"Sudah kuduga kau kakaknya, itu sangat cocok untukmu," balas Riku tesrsenyum tulus merasa puas dengan penilaiannya kali ini

Mengharapkan teriakan penuh kejutan membuat Mitsuki mengernyit dahinya bingung dengan reaksi orang didepannya saat ini yang berbeda dengan kebanyakan orang yang ia temui sebelumnya, "Woah kau bisa mengetahuinya sejak pertama," seruan yang terdengar kagum kini mulai masuk dalam pembicaraan karena merasa tertarik

"Semua pasti bisa merasakannya, karena dia memiliki aura yang hangat dan dewasa, ia juga bisa diandalkan, aku sudah tau sejak melihatnya pertama kali, bahwa ia adalah sosok kakak yang luar biasa," jelas Riku ringan sedikit mengalihkan perhatiannya teringat akan suatu hal

Kembali penjelasan dari Riku membuat mata onyxnya menatapnya penasaran berusaha menelisiknya lebih jauh, "Kau berbeda dari orang yang biasa kutemui, tapi aku bisa pastikan kau orang baik," balas Mitsuki tertawa renyah bergerak merangkul lehernya erat meski tubuhnya sedikit terangkat

"Ah perkenalkan namaku Nikaido Yamato, kau bisa memanggilku Onii-san, aku ingin memiliki adik setidaknya satu sejak kecil," jelas Sosok bersurai hijau lengkap kaca mata yang bertengger di hidungnya memperkenalkan dirinya dengan ramah

"Senang berkenalan denganmu Yamato-san," ujar Riku tersenyum lembut, kini perhatiannya menjadi lebih luas menyadari sosok lainnya di ruangan itu

"Namaku Osaga Sougo, 19 tahun. Yamato-san yang tertua disini ia berusia 21 tahun, disusul Mitsuki-san 20 tahun, dan Iori-kun 17 tahun bersama satu orang lainnya yang kini tengah pergi ke konbini terdekat entah untuk apa," jelas Sougo ikut memulai pembicaraan ramah untuk memulai sesi perkenalan mereka

"Padahal aku masih berharap ada seseorang yang lebih tua dariku," gerutu Yamato mendengus lirih

"Ouh sekarang giliranku, namaku Rokuya Nagi, 18 tahun," seruan riang penuh semangat ikut masuk dalam pembicaraan berharap mendapat perhatian dari lawan bicaranya saat ini

"Mohon bantuannya Sougo-san, Nagi, dan aku 17 tahun saat ini," balas Riku tampak sumringah dengan senyuman yang lebih lebar karena merasa diterima dengan baik

"Sebenernya ada satu orang lagi, di sempat keluar untuk urusan yang penting sepertinya," uajr Mitsuki teringat sosok paling tinggi dengan sikap yang kekanakan yang sangat berbeda dengan adiknya

"Dasar, sudah berapa lama ini sejak dia pergi," dengus Iori menahan geram

"Heii apa kau selalu menyeramkan pada orang baru," ujar Riku secara spontan membta Iori menoleh cepat dengan alisnya yang bertaut dalam

"A--ah." Riku kehilangan kata-katanya untuk membela diri karen kelepasan. "Hahaha, Onii-san sangat suka dengan kejujuranmu," ujar Yamato menepuk-nepuk pundaknya bangga

"Iori jika tatapan bisa membunuh seseorang, Nii-san khawatir sudah berapa banyak orang yang mati karenamu," tegur Mitsuki menggeleng lemah melihat sikap adiknya

"Yosh kurasa kalian semua sudah berteman akrab, meski masih tersisa satu orang lagi," ujar Banri menyela mengalihkan perhatian semuanya

"Seperti yang kalian tau, Sachou telah melihat potensi kalian. Beliau mengharapkan sebuah bintang baru dari agensi kami, persiapan debut sebagai Idol grup pria, akan segera dimulai sejak kalian semua berkumpul disini," jelasnya lagi memberikan informasi lebih jelas pada semua orang diruangan itu

"Jadi kita tidak langsung debut," gumam Mitsuki terdengar sedikit khawatir

"Apa tidak masalah kau menjelaskan pada kami meski kita masih kekurangan satu orang lagi," ujar Riku sedikit mengkhawatirkan orang yang belum ia temui saat ini

"Ah soal dia tenang saja Riku-kun, aku akan mengatasinya nanti," balas Banri cepat.

"Perusahaan akan memberi kalian fasilitas dorm saat kalian memulai persiapan debut kalian, dan seingatku karena Riku-kun, Iori-kun, dan Tamaki-kun satu orang yang saat ini tidak berada disini masih harus menyelesaikan sekolah kalian akan mendapatkan pengaturan jadwal khusus dan persiapan kepindahan sekolah agar lebih mudah, dengan catatan khusus jika kalian menyetujuinya soal perpindahan tersebut."

"Aku tidak ada alasan untuk keberatan soal pindah sekolah," ujar Iori mengedikkan bahunya acuh

"Begitu juga denganku, tidak ada alasan khusus yang memberatkanku untuk berada di sekolahku saat ini," imbuh Riku tampak menimang-nimang

"Bagus kalau begitu, aku akan segera mengurusnya kalau begitu," ujar Banri sumringah

"Lagi-lagi kau melewatkan jawaban Tamaki-kun," ujar Sougo tampak prihatin yang diabaikan oleh Banri seolah olah tak mendengarnya

"Yah kurasa begitulah untuk pertemuan hari ini, kalian bisa mempersiapkan barang-barang kalian untuk pindah ke dorm," pungkas Banri

"Kita akan pindah secepat itu," ujar Riku tanpa sadar menyuarakan rasa terkejutnya

"Heehh apa kau tipe anak mama yang tidak bisa tinggal berjauhan dari rumah," sindir Iori meledeknya

"Aku tidak mau mendengar dari seseorang yang masih bisa menempel dengan kakaknya saat ini," ketus Riku tak kalah pedas membuat keduanya saling melempar tatapan tajam diiringi kilatan petir yang tercipta secara imajiner

"Kurasa mereka telah membuat pemusuhan yang sangat ketat," bisik Mitsuki meringis kecil

"Masa muda," balas Yamato ikut beribisik memulai obrolan antar pria dewasa

"Aku juga masih muda Ossan, hanya kau yang berumur disini," ketus Mitsuki masih dalam mode bisik-bisik

"Sialan kau," gumam Yamato menahan kedutan kesal di pelipisnya

"Kuharap tidak akan ada ikatan pertengkaran lainnya dalam grup ini," gumam Sougo menghela nafasnya memperhatikan obrolan lirih keduanya yang tampaknya mulai memanas

"Ouh apa kita juga harus memulai pertengkaran Sougo," tanya Nagi dengan polosnya membuat Sougo menatapnya horror seketika

"Kumohon jangan," ujar Banri memijit pelipisnya lelah merasa energinya terkuras habis seketika

●●●

"Riku, pulanglah sesekali saat kau ada waktu luang," ujar sosok wanita yang masih tampak cantik diusianya yang sudah matang tampak masih berat melepaskan kepergian orang tuanya

"Tentu saja Kaa-san, tapi aku sudah berjanji tidak akan kembali sebelum aku mencapainya. Kuharap kau tidak keberatan soal itu," ujar Riku tampak menyesal

Menghela nafasnya pasrah, wanita itu tampak mengangguk lemah, "Apa boleh buat, kau mewarisi sifat keras kepala dari ayahmu," ujarnya datar

"Aku pasti akan merindukanmu Kaa-san, Tou-san," ujar Riku memberikan pelukan eratnya sekali lagi sebelum melangkah masuk kedalam tempat tinggal barunya

"Meski kau sudah membulatkan tekadmu, tapi tidak masalah untuk bersandar pada kami saat kau tidak ada pilihan lagi. Karena keluarga selalu menjadi tempatmu untuk pulang," ujar Sang Ayah tampak bijak

"Arigatou Tou-san," balas Riku tulus

"Pergilah, temui keluarga barumu saat ini," pungkas Sang Ibu mengusap setitik air mata yang berhasil lolos dari pelupuknya

"Aku ingin melihat kalian sampai pergi," balas Riku menggeleng pelan membuat keduanya memilih untuk segera kembali

Dari balik kaca mobil yang melaju, Sang Ibu meloloskan isakannya yang sedari tadi ia tahan. "Anata, apa ini yang terbaik untuknya," ujarnya masih terisak melirik bayangan putra bungsunya yang masih setia tersenyum lembut mengiringi kepergian mereka dari balik spion mobil

"Aku... aku takut jika harus kehilangan lagi," imbuhnya dengan mata yang berkaca-kaca tak melepaskan pandangannya sedetik pun dari kaca spion

"Seperti janjinya, ia akan kembali. Kita tidak akan kehilangan apapun, justru kita akan mendapatkan apa yang menjadi milik kita sejak awal," balas Sang Ayah menenangkan dengan rautnya yang tampak teduh dari balik stir mobilnya, lengkap dengan tatapan hangatnya yang sesekali ia lemparkan pada kaca spionya berharap sampai pada putranya

"Andai kita berusaha lebih keras untuk mencapai posisi yang lebih tinggi sejak dulu," gumam Sang Ibu terlempar pada ingatan di masa lalunya

"Semua yang terjadi ada alasannya, kepergiannya membuat kita menjadi lebih kuat begitu juga putra kita yang tak kenal menyerah untuknya," ujar Sang Ayah mengutarakan pemikirannya dari sisi lain yang berbeda

Seiring berjalannya waktu, badan mobil yang sedari tadi ia perhatikan makin mengecil membuat tatapannya sedikit menyendu menyiratkan kerinduan yang tiba-tiba melingkupi hatinya

"Riku-kun, kau sudah tiba?" seruan lembut berhasil menyadarkannya dari lamunannya membuat Riku sedikit tersentak kaget

"Sougo-san," balas Riku tersenyum cerah. "Kau sudah tiba?" tanyanya lagi tampak bersemangat, merasa aura hangat yang menguar dari sosok yang lebih dewasa darinya terasa familiar untuk Riku

"Yah kita tinggal menunggu Tamaki-kun dan Nagi-kun setelah menghitung kehadiranmu," ujarnya segera meraih bawaan Riku yang tampak berat. "Tidak perlu Sougo-san, aku bisa mengurusnya sendiri," ujar Riku tampak sungkan menolaknya dengan sopan

"Tidak masalah aku tidak kerepotan sama sekali," tolak Sougo yang sudah mengambil alih bawaan Riku tanpa persetujuannya, membuat Riku menyerah karena tidak ada pilihan lain mengikuti langkahnya masuk kedalam bangunan dua lantai di depannya

"Kupikir akan adegan tangis haru di depan sana," cibir Iori datar menyambut kedatangannya

"Apa kau ada masalah denganku?" balas Riku menyipitkan matanya kesal

"Yahh itu caranya menunjukkan kekhawatiran kuharap kau tidak salah mengartikannya," sela Mitsuki tertawa ringan menyambutnya lebih hangat

"Siapa yang tidak salah paham saat mendengarnya seperti itu," gerutu Riku mengerucutkan bibirnya kesal

"Kami sudah memilih ruangan, tersisa beberapa ruangan di deret sebelah kanan. Kau masih bisa memilihnya kurasa," ujar Yamato mengalihkan topik pembicaraan

Mengangguk pelan Riku menyetujuinya mengikuti langkah Sougo yang menunjukkan jalannya secara sukarela, tanpa pikir panjang ia memilih pintu kamar kedua di deret sebelah kanan

"Ah kau memilih tepat di samping kamar Iori-kun ternyata," ujar Sougo tertawa ringan membuat Riku memucat seketika. Sebelum ia bertindak untuk meralat pilihannya, derap langkah tergesa mendahuluinya menuju ruangan yang tersisa diiringi debum keras karena pintu yang terbanting

"Kurasa kau tidak ada pilihan lain lagi Riku-kun," ujar Sougo masih mempertahankan senyum lembutnya menunjukkan keprihatinannya

"Selamat datang diriku," gumam Riku menghela nafasnya berat, memasuki ruangan sederhana

"Kalau begitu aku permisi dulu, datanglah ke ruang tengah saat kau sudah menyelesaikan semaunya Riku-kun," ujar Sougo segera pamit

"Terima kasih banyak Sougo-san."

Selang beberapa waktu ia telah merapikan pakaiannya membuatnya sedikit lelah hingga bulir bening mengalir di pelipisnya. "Aku sudah merindukan mereka," gumam Riku tersenyum tipis melirik pigura kecil yang terpajang diatas mejanya, silau cahaya matahari yang memantul pada kaca dibingkainya membuat wajah pada potret itu tak terlihat jelas, tapi ingatannya yang tajam membuatnya tak perlu melihatnya lebih dekat hanya untuk mendapatkan gambaran jelas dari potret yang terpasang. Selalu ada tempat tersendiri dalam ingatannya akan potret lengkap keluarga Nanase, dimana sepasang suami istri yang tampak bahagia tersenyum menawan menatap dua bayi seumuran dalam gendongan mereka yang tergambar jelas kehangatan yang tulus bahkan dalam jepretan kamera.

"Iie..." gumam Riku lagi membantah perkataannya sendiri. "Sedari dulu aku selalu merindukannya," imbuhnya lagi menahan gejolak pahit dalam hatinya, memutuskan untuk tidak terlarut dalam pikirannya ia segera keluar dari kamarnya sebelum dorongan keras menghantam tubuhnya membuat ia sedikit oleng

"Woahh, kau mengagetkanku," serunya kaget sedikit terlambat mengerem pergerakan cepat langkah kakinya tadi

"Apa kau member yang terakhir?" tanya Riku mengabaikan nyeri kecil di pundaknya karena tertubruk sosok yang lebih besar darinya

"Heii, aku yang keempat," serunya tak terima menjadi urutan yang terakhir

"Oh maaf kalau begitu," ujar Riku tiba-tiba merasa bersalah, "Aku maafkan," balasnya ringan tanpa pikir panjang

"Namaku Nanase Riku, salam kenal uhm—" ujar Riku mengulurkan tangannya berniat menyalaminya sebagai tanpa pertemanan mereka

"Yotsuba Tamaki. kau bisa memanggilku Tamaki, Rikkun," ujarnya menujukkan cengiran lebarnya membalas uluran tangannya dengan semangat membuat surai aquamarinenya sedikit bergoyang mengikuti gerak tubuhnya

"Senang berkenalan denganmu Tamaki," balas Riku sumringah merasa bahagia mendapati teman yang seusianya yang ramah dibandingkan dengan Si Pemilik Surai Raven yang sangat dingin padanya

"Oh aku lupa, ayo cepatlah Rikkun. Kudengar Mikki sudah membuat makan siang yang sangat enak," ujarnya sedikit berteriak karena teringat tujuan sebelumnya, tanpa menunggu responnya Tamaki menarik tangan temannya menuju ruang tengah untuk bergegas mendapatkan makanannya

"Kalian akhirnya tiba," seru Mitsuki berkacak pinggang masih lengkap dengan apron jingga di tubuhnya. "Anak anak seusia kalian harus makan tepat waktu, cepat ambil tempat dudukmu sekarang," imbuhnya lagi mengeluarkan ultimatum tegas

Dengan canggung, Riku turut menempatkan diri pada tempat duduk yang tersisa. Manik krimsonnya berbinar kagum menatap deretan hidangan yang tertata rapi di meja makan dikelilingi oleh banyak orang, tanpa sadar sudut bibirnya bergerak menjauh menciptakan senyum tipis

"Ouh amazing, aku sangat menyukai makan bersama banyak orang,"seru Nagi riang tampak serasi dengan manik saphirenya yang berbinar cerah

"Yah aku lupa kapan terakhir kali makan bersama banyak orang," imbuh Sougo ikut tersenyum lembut. "Ini sama sekali tidak buruk," imbuhnya lagi

"Apa makan bersama menjadi sesuatu yang spesial?" tanya Tamaki dengan santainya. "Aku selalu makan bersama banyak orang bahkan sering berdesak-desakan di panti."

"Kau besar di panti?" tanya Yamato tampak simpatik yang segera diangguki Tamaki sebagai jawabannya

"Makanlah yang banyak Tamaki, kau boleh tambah jika mau," imbuh Mitsuki mulai terharu mengingat sifatnya yang memang mudah terpengaruh dengan situasi sekelilingnya

"Woah kau sangat baik Mikki," seru Tamaki sumringah seketika

"Dan apa kau juga punya kisah khusus tentang makan bersama banyak orang," ujar Iori mengangkat alisnya heran melihat raut yang berbeda dari orang diseberangnya

"Itu bukan urusanmu, aku tidak ada kewajiban untuk menceritakannya padamu," dengus Riku cepat

"Aku juga tidak begitu tertarik, tapi akan sangat merusak suasana jika kau menangis sekarang," balas Iori pongah

"Kau—" perkataan Riku yang mulai geram dengan nada rendahnya menunjukkan emosi yang terusulut harus terputus seketika karena intrupsi seseorang

"Mou jangan bertengkar Iorin Rikkun, aku sudah lapar," rengek Tamaki kesal menatap datar keduanya

"Heehh kau ada gunanya juga Tama," ujar Yamato mengangkat alisnya tertarik. "Onii-san sedikit khawatir jika meninggalkan mereka berdua tanpa pengawasan," imbuhnya lagi

"Aku bukan anak kecil," seru keduanya serempak merasa tak terima karena dianggap butuh pengawasan

"Oh kalian kompak sekarang," ujar Nagi enteng membuat keduanya hampir mengeluarkan sanggahan lebih lanjut

"Aku lapar, Mikki suruh mereka untuk tutup mulut agar kita bisa mulai makan bersama sekarang juga," rengek Tamaki menatap Mitsuki penuh harap

"Kau mulai bertindak seenaknya padaku," gerutu Mitsuki lirih, "Iori Riku tidak ada pertengkaran di meja makan, dan Ossan kau juga Nagi bersikaplah dewasa jangan menggoda junior kalian," imbuhnya tegas tak ingin dibantah

"Mama grup ini sudah diputuskan kalau begitu," ujar Sougo tersenyum lembut

Tanpa ada bantahan lebih lanjut, makan siang bisa berjalan dengan lancar tanpa pertengakaran lebih lanjut

"Ini keluarga baruku sekarang," gumam Riku lirih mengucapkan rasa syukurnya



Di sebuah kantor megah di Pusat Keramaian Kota Tokyo, beberapa orang tengah duduk dengan serius pada sofa empuk kantor yang tampak serasi dengan pemandangan kepadatan penduduk Tokyo melalui kaca bening di gedung itu

"Konser penutup tur akan diadakan Kota ini, kuharap kalian tidak berpuas diri pada kesuksesan sebelumnya dan berusaha menampilkan yang lebih baik lagi," suara bass dari pria berumur yang duduk dibalik meja kantor memecah keheningan setelah pemaparan rancangan konser yang akan datang

"Serahkan semua persiapannya padaku, kalian hanya perlu menampilkan yang terbaik," imbuh sosok anggun bersurai merah muda dengan buku catatan di tangannya yang menjabat sebagai manajer grup idol

"Aku professional kalian tidak perlu mengkhawatirkan itu. Katakan saja hal itu padanya" dengus sosok termuda diruangan itu menunjuk salah satu sosok di seberangnya

"Ya ya ya... aku hampir bosan mendengar itu dari mulut pedasmu bocah," cibir sosok serupa dengan versi muda dari pimpinan perusahaannya tampak jengah

"Mou kalian berdua, bisakah sehari saja kalian tidak bertengkar," ujar sosok paling tinggi disana menatap lelah kedua member grupnya yang selalu bertengkar

"Apa jadinya jika orang tau tentang Trigger yang seperti ini," gumam sang manajer lemah."Kuharap kalian ingat untuk menjaga image dengan baik Gaku, Tenn, dan untukmu Ryuu jangan pernah melepaskan pandanganmu dari mereka berdua," imbuhnya lagi

"Aku bukan babysitter mereka," gumam Ryuu pasrah tak ada pilihan lain untuk mengelak

"Asalkan karir kalian tetap gemilang dan kalian bisa menarik perhatian banyak orang, aku tidak peduli dengan apapun yang kalian lakukan," ujar pimpinan tertinggi perusahaan tak mau ikut campur pada urusan personal mereka

"Seolah kau pernah peduli pada kami, Pak tua," dengus Gaku yang memiliki sosok serupa dengan lawan bicaranya saat ini

"Aku lelah, karena sudah selesai aku pergi dulu" ujar Tenn segera pamit undur diri tak ingin terlibat dalam obrolan lebih jauh lagi

Memakai masker serta kacamatanya ia berjalan menyusuri lorong kantor, setibanya dalam lift ia kembali menghela nafasnya berat. "Apa ini mimpiku," gumamnya lirih tampak larut dalam pemikirannya

"Lalu kenapa rasanya ada yang kurang," imbuhnya lagi menatap kosong deretan angka yang mulai berhitung mundur seiring pergerakannya ke bawah

Hingga tampilan angka berwarna merah menunjukkan lantai tujuh membuatnya tersenyum tipis, "Itu selalu menjadi angka favoritmu," gumamnya tersenyum lembut, atau mungkin satu-satunya ekspresi tulus yang bisa ia keluarkan saat sendiri

"Apa yang kau lakukan sekarang," ujarnya bertanya pada keheningan di sekelilingnya.

To be continued






______________________________________

HAPPY ANNIVERSARY 6th IDOLiSH7

Huwaaa aku terharu, sebenernya nggak ada niatan buat nambah hutang apalagi aku yang belum bisa aktif sesuai jadwal di story sebelah.

Tapi... Ini hari spesial, aku pengen ikut ngerayain, dan cuman ini yang ready di draft dan layak uplod huhu..

Kalo diliat dari ceritanya mungkin kalian agak familiar, yap ini mirip sama story aslinya cuman sedikit ku ubah dengan alur waktu yang beda juga yang bisa dilihat di gambaran usia mereka. Mungkin ada yang kurang berkenan sama ceritanga its okey itu hak kalian, tapi kalo mau kritik harap diperhalus yak hehe.. Takut aku kebawa baper nanti. Timaciii

Maaf yak pokoknya, kalo nambahin daftar story yang nguji kesabaran buat nunggu updateannya. Nggak memaksa kalian bisa mampir kalo berkenan

PS. Jangan nanya soal lapak sebelah yak pliss,  aku lagi usaha buang beban tugas dulu hehe.. Semoga bisa dapet libur segera

See u babay
Uri~


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top