🔎Case 4

⚠️ Peringatan terdapat adegan kekerasan serta kata-kata kasar. Tidak untuk ditiru ya, bijaklah menjadi pembaca. Hal itu ku tulis untuk membangun suasana cerita aja. Tapi bukan untuk mempengaruhi dan ngajarin kalian yang gak baik. Pesenku cuman satu gaboleh ngomong kasar oke 👌. Timaci semua

______________________________________

"Hah.. kepalaku pusing karena kebanyakan tidur," keluh Anne mengacak rambutnya kasar, berjalan gontai menuju dapur.

Mulutnya masih menguap lebar, bersiap mencuci muka agar lebih segar. Mengikat rambutnya secara sederhana, ia bersenandung kecil mempersiapkan sarapan pagi. Senyum simpul terbit di bibirnya begitu menyiapkan adonan telur, hingga perlahan senyumnya surut saat membuka tong sampah di dekatnya.

"Sejak kapan kau jadi pembangkang.." gumamnya terkekeh kecil melihat kapsul hijau serta beberapa pil lainnya yang tergeletak di dalam tong sampah.

Dengan tenang ia menegakkan tubuhnya, menyisir rambutnya yang kini ia biarkan tergerai, sebelum terkekeh makin keras. Manik karamelnya melirik pintu di lantai atas yang tertutup rapat. "Kaa-chan tidak mengajarimu jadi anak nakal, Riku.." gumamnya dingin kembali melanjutkan kegiatan memasaknya yang sempat tertunda.

Waktu sarapan tiba, denting tumbukan halus dari sendok dan garpu terdengar nyaring meneyelimuti keheningan di meja makan. Merasa ada yang janggal, manik rubynya menatap khawatir sosok di depannya yang kini tampak tenang.

"Kaa-chan, apa kau masih sakit?" tanya Riku menunjukkan ke khawatiran yang tulus.

Menghentikan kegitan makannya sejenak, manik karamelnya berbalik menatap dengan lembut, "Aku baik-baik saja, kurasa sup buatan mu semalam membuatku pulih dengan cepat," jawab Anne riang menunjukkan senyuman yang lebar

Melihat tanggapan ibunya, Riku dapat menghembuskan nafasnya lega, "Syukurlah kalau begitu, aku senang Kaa-chan,"

"Apa kau akan berangkat kerja hari ini juga?" tanya Riku lagi masih tampak ragu.

"Kaa-chan harus bekerja sweetie, apa kau kesepian di rumah?' godanya menatap jahil Riku.

"Bu-bukan begitu maksudku Kaa-chan, aku khawatir kau akan memaksakan diri lagi," balas Riku meski sempat tergagap diliputi rona merah yang kini menyeruak di sekitar pipi pualamnya.

"Aww aku jadi ingin berlama-lama di rumah melihat responmu, sayang bos botak itu sulit di taklukan," gerutu Anne mulai mendumel kesal

"A-ah.. kurasa kau sudah baik-baik saja Kaa-chan," balas Riku menatap datar sosok di depannya, "jangan pulang larut, dan makan makanan siangmu dengan baik," imbuhnya lagi mengingatkan, melanjutkan kegiatan makannya dengan tenang

"Aku bukan anak kecil Riku," gerutu Anne memanyunkan bibirnya sambil mengeluarkan keluhan-keluhan lainnya.

Kekehan kecil Riku keluarkan untuk menanggapinya merasa lega suasana telah kembali seperti semula hingga sarapan mereka berakhir dengan Anne yang bergegas berangkat ke kantor.

"Aku akan pulang tepat waktu kali ini," pamit Anne sebelum pergi mencium lembut dahi putranya

"Hati-hati di jalan Kaa-chan," balas Riku memberikan senyuman manisnya menyertai kepergian Anne hingga pintu tertutup rapat.

Helaan nafas berat ia keluarkan mendengar bunyi klik dari gerakan kunci, "Aku tidak diijinkan keluar lagi," gumamnya lirih

"Apa hari itu akan datang? Hari dimana aku bisa keluar," imbuhnya menatap sendu pintu di depannya.

......

Beberapa hari berlalu, surat pengumuman penerimaan harusnya telah tiba

'Phoenix-san, beri tahu aku jika sudah melihat pesan ini' ujar Raven mengirimkan pesan untuk memulai obrolan.

Menyelesaikan kesibukan membacanya, kini perhatiannya teralih pada notifikasi pesan di komputernya membuat Riku berhenti sejenak

Raven, ada apa? Aku merindukanmu balas Riku riang

'Aku bertemu Trigger beberapa waktu lalu, dia teman Nii-san, dan aku sudah menceritakan tentangmu pada mereka'

Benarkah?! Kau tidak sedang membohongiku kan? Tanya Riku memastikan tidak ingin berharap lebih

'Tentu saja!! Aku bukan pembohong Phoenix-san, mereka menantikan untuk bertemu denganmu'

Aku senang mendengarnya Raven!!

'Aku sudah menduga itu' balas Raven menyeringai dari balik layar computer

'Aku sudah mendapat suratnya, aku diterima Phoenix-san kita bisa bertemu, bagaimana dengan suratmu' tanya Raven lagi

Entahlah, kurasa milikku tidak akan tiba. Paman berbaju biru yang selalu mengantarkan paket milik ibuku, tak pernah datang ke rumah.

'jangan putus semangat Phoenix-san, kurasa surat milikmu hanya sedikit terlambat,' balas Raven masih ingin berharap, ia yakin ujian masuk milik Phoenix harusnya berjalan lancar. Semuanya telah di analisis dengan baik mengenai presentase penerimaannya

Ne Raven, bisakah aku menanyakan sesuatu? Mengalihkan pembicaraan

'Kau ingin menanyakan apa Phoenix-san?' balas Raven cepat menyetujui untuk berganti topik dan mengalihkan kerisauannya

Apa kau mempelajari terkait obat-obatan? Tanya Riku tampak ragu

'Tentu saja, aku akan menjadi dokter di masa depan,' balas Raven penuh percaya diri

Apa yang kau tau soal Neurotoxin? Bentuknya adalah pil berwarna hijau.

'Kenapa kau tidak mencari tahunya sendiri Phoenix-san, kau bisa mencarinya lewat internet kurasa,' balas Raven datar

Karena aku tidak mempercayainya! Katakan saja jika tidak ingin memberi tahu, aku tidak masalah dengan itu sentak Riku sedikit emosi

'Heii maafkan aku, aku tidak bermaksud seperti itu,' balas Raven menyesal

'Neurotoxin dikenal sebagai toksin yang menyerang saraf. Kenapa kau tertarik dengan itu?' tanya Raven penasaran

'Dan itu bukanlah obat, Aku sangat meragukan itu kurasa,' imbuhnya lagi

Ne Raven, apa mungkin jika itut dapat di gunakan untuk manusia?

'Apa?! Jangan bodoh Phoenix-san, itu untuk itu zat beracun Phoeniex-san, tentu saja akan berdampak buruk jika sampai di konsumsi. Jangan bereksperimen hal bodoh, kecuali kau ingin mati konyol' omel Raven

'Belakangan memang banyak berita yang beredar mengenai produksi neuortoxin untuk diperjualbelikan,  tapi tentu saja itu ilegal. Dan ku yakin yang membelinya sama sekali tidak berniat baik'

Membaca balasan Raven, Riku tertawa keras namun terdengar parau karena putus asa,

Ya kau benar, Aku sangat bodoh bukan

'Phoenix-san, katakan sebenarnya apa yang ingin kau katakan,' bujuk Raven merasa ada yang janggal

Bagaimana jika aku sudah menjadi bahan percobaan itu Raven,apa yang akan terjadi jika di konsumsi manusia?

'Jika ini bercanda ini sangat tidak lucu Phoenix-san, manusia akan lumpuh saat mengkonsumsinya' jelas Raven

Ah begitu, pantas saja. Semuanya masuk akal sekarang

'Phoenix-san!! Katakan yang sebenarnya, aku tidak mengerti'

Aku telah mengkonsumsinya bertahun-tahun Raven,

Aku mempercayainya sebagai obatku. Hingga kemarin aku mengerti sebenarnya apa yang ku konsumsi selama ini!!

'Phoenix-san.. apa yang terjadi, itu tidak mungkin?' tanya Raven tak bisa menyangkal keterkejutannya

Aku mempercayainya, aku selalu mempercayainya, hingga menerima apapun darinya tanpa menanyakan lebih lanjut

Bagaimana bisa satu-satunya harapanku bergantung untuk kesembuhan kakiku ternyata adalah alasan utama kelumpuhanku

'Phoenix-san, siapa yang memberikannya? Apa kau dalam bahaya?' tanya Raven panik

Ibuku

'Dimana tempat tinggalmu?aku akan kesana segera' tanya Raven tanpa ragu

Aku tidak tahu

'Hah apa maksudnya itu?'

Aku tidak pernah tau ada dimana aku tidak mengingatnya, sejak dulu aku tidak pernah menginjakkan kaki keluar, bahkan ke halaman rumah. Aku tidak mengerti ada dimana

'Tunggu, pertahankan jaringanmu, aku mencoba melacaknya' sergah Raven cepat

Ne Raven kita belum benar-benar berkenalan, siapa namamu? Aku Sakurai Riku

'Izumi Iori, aku berjanji akan menjemputmu'

Aku tidak bisa mempercayai orang lagi, tapi entah kenapa aku masih ingin mempercayaimu

'kau harus mempercayaiku, kita akan bertemu, aku akan tiba disana'

Sebelum balasan segera terkirim, jaringannya terputus tiba-tiba. Terlalu larut dalam pembicaraannya, ia tak sadar dengan mobil ibunya yang telah terparkir di halaman.

"Riku-chan, kau terlalu banyak menghabiskan waktu disana. Untuk sementara internet dirumah ini Kaa-chan hentikan," ujar Anne tenang yang telah bersandar di pintu kamarnya

Punggungnya tersentak kaget mendengar suara ibunya, "Kaa-chan, kau sudah pulang? Kenapa tidak memberi tahu?" tanya Riku berusaha bersikap seperti biasa menyembunyikan rasa paniknya.

"Mou Kaa-chan sudah berteriak kencang saat masuk tadi tapi kau tidak mendengarkan," keluh Anne mendekatinya membuat Riku berusaha menutupi kegugupannya

"Kaa-chan bisakah kau memperbaiki jaringan internetnya kembali?"tanya Riku memohon

"Oh tidak, aku sudah memutuskannya kau perlu mengistirahatkan matamu Riku. Aku tidak ingin matamu memburuk," jelasnya tenang

"Tapi Kaa-chan.." sebelum protesannya kembali berlanjut ia segera dibungkam

"Apa kau membantahku?" tanya Anne tenang mengusap lembut pipinya

"Iie, maafkan aku Kaa-chan," ujar Riku menundukkan kepalanya

"Anak baik, sekarang bersiaplah untuk makan malam. Kaa-chan menunggumu di bawah," ujar Anne mengacak gemas rambutnya kembali beranjak bangun menuruni tangga

"Bisakah kau menemukanku, Iori.." gumam Riku tampak berbisik menatap sendu layar komputernya.

.....

"Dapat.." ujar Iori tampak lega mendapatkan sebuah titik di distrik 7, salah satu wilayah di perbatasan Tokyo

"Tidak tidak.. tunggu dulu," ujarnya panik karena jaringannya terputus sebelum ia melihat dengan detail letak pasti koordinatnya

'Sakurai-san apa yang terjadi? Hei jawab aku!!' tanya Iori mengetikkan pesannya namun tak kunjung di terima Riku

"Ini buruk, waktuku tidak banyak," ujar Iori makin khawatir.

Dengan panik ia menyambar jaket, ponsel, serta dompetnya bergegas keluar. Bahkan tanpa berpamitan ia tampak teburu-buru mengenakan sepatunya untuk pergi keluar.

"Tunggu Iori, kau pergi kemana?' sentak Mitsuki segera menahan lengannya

"Nii-san aku tidak punya banyak waktu, aku harus pergi segera," balas Iori ikut membentaknya tanpa sadar

Melihat raut terkejut Mitsuki, Iori segera terdiam tampak menyesal, "Maaf, aku tidak bermaksud membentakmu Nii-san," sesal Iori

Menghela nafasnya sejenak Mitsuki menatapnya lembut, "Lihat dirimu sekarang, kau tampak kacau. Jelaskan padaku, aku akan membantumu," bujuk Mitsuki

"heii aku tidak menerima penolakan otouto," tegur Mitsuki melihat Iori yang tampak keberatan untuk menunda kepergiannya

Merasa sedang diintrogasi, Iori meminum tehnya untuk meredakan kegugupannya mendapati tatapan intens dari Mitsuki.

"Aku harus mencari Sakurai-san, ia butuh pertolongan saat ini," jelas Iori memulai penjelasannya

"Sakurai?" tanya Mitsuki merasa asing dengan nama itu, seingatnya tidak ada teman Iori yang bermarga Sakurai saat ini

"Sakurai Riku, atau yang Nii-san kenali sebagai Phoenix," jelas Iori menjawab pertanyaan Mitsuki

"Baru saja aku mengetahui apa yang di alaminya selama ini," ujar Iori mengepalkan tangannya

"selama bertahun-tahun ia terkurung di rumahnya, bahkan hingga sekarang ia sendiri tak tau alamat rumahnya. Bukankah itu aneh," ujar Iori mengutarakan kekesalannya begitu juga Mitsuki yang menampakkan ekspresi tak kalah terkejut.

"Aku bisa menyimpulkan jika kondisi kesehatannya cukup buruk, dengan alasan itu ibunya melarangnya untuk pergi kemana pun. dalam menjalani hidupnya, ia bergantung pada kursi roda. Percaya bahwa suatu saat nanti ia akan sembuh berkat obat dari ibunya, siapa sangka justru itu penyebab kelumpuhannya," dengus Iori terkekeh frustasi

"Tu-tunggu apa maksudnya itu?" tanya Mitsuki sangat syok

"Sakurai-san akhirnya mengetahui apa yang ia konsumsi selama ini, Neuroxin, zat racun yang dapat menyerang syaraf manusia. Dan menyebabkan kelumpuhan saat dikonsumsi manusia," jelas Iori

"itu gila!! Ibu macam apa yang tega memperlakukannya seperti itu," sentak Mitsuki emosi

"itu sebabnya aku harus segera menemukannya, ada yang salah dengan ibunya. Sakurai-san hanya berdua dengan ibunya, aku khawatir apa yang bisa dialami olehnya saat ini,"

"kemana kau akan pergi?" tanya Mitsuki serius

"Distrik 7," jawab Iori cepat

"Dan dimana tepatnya??" tanya Mitsuki lagi menatapnya curiga

"Aku gagal mendapatkan tempat pastinya," jawab Iori bergumam lirih membuat Mitsuki menghela nafasnya lelah karena dugaannya tepat, "Tapi aku pasti akan menemukannya, tidak peduli jika harus berkeliling sekalipun," imbuh Iori cepat mengutarakan kesungguhannya

"Hah kemana otak jeniusmu itu sekarang? itu akan memakan banyak waktu. Justru kita akan terlambat jika mencarinya secara membabi buta," tegur Mitsuki langsung menyadarkan kesalahan Iori

"Kau benar, aku bodoh.. aku hanya khawatir dengannya, aku sudah berjanji. Ak-aku takut jika gagal memenuhinya," ujar Iori menunduk sedih

"Siapa bilang kau akan gagal, kita akan membantumu Iori," sela Mitsuki membantahnya

"Kita?" tanya Iori tak mengerti

"Tentu saja aku akan membawa pasukan, teman-temanku terkadang memang bersikap konyol tapi saat seperti ini mereka akan sangat berguna," jelas Mitsuki sambil mengetikkan sesuatu di ponselnya

"Ah jadi kau mengundang mereka," ujar Iori membayangkan dua wajah menyebalkan teman Mitsuki yang tampak bodoh.

.....

Tak butuh waktu lama bel rumah keluarga Izumi di tekan dengan agresif, membuat sang tuan rumah kesal dengan keributan yang ada.

"Bisakah kalian datang dengan tenang," ujar Mitsuki menyilangkan tangannya di depan dada menyambut keduanya di pintu masuk

"Siapa yang tidak panik dengan pesanmu Mitsu," sela Yamato terengah-engah, "kami bahkan harus menyeret mereka untuk menumpang kemari," imbuh Nagi sambil mengatur nafasnya menunjuk ketiga orang lainnya di belakangnya

"Bagus kalau begitu kami butuh kendaraan, terimakasih Trigger," ujar Mitsuki tenang menyambut kedatangan Trigger lebih ramah

"Apa yang terjadi sebenarnya? ku dengar adikmu gila Izumi Mitsuki," tanya Tenn datar

"Sebaiknya kita berbicara sambil berjalan,' ujar Mitsuki tenang mendorong semuanya keluar rumah

"Nii-san apa yang kau tulis di pesanmu?" tanya Iori penuh selidik begitu duduk di dalam mobil

"Lihatlah! kami panik setelah membaca ini,"jelas Nagi menunjukkan ponselnya

Dengan mata yang memicing tajam Iori berusaha membaca pesannya, "Tolong adikku mulai gila, cepatlah kesini.." ujar Iori membacanya kini menatap datar kakaknya tidak menyangka ia akan menuliskan seperti itu

"Yaahh aku sedikit panik tadi,"jelas Mitsuki menggaruk kepalanya canggung

"Cepatlah jelaskan, aku tidak ingin mendengar rengekanmu Izumi Iori," sela Tenn mencegah Iori protes lebih lanjut

"Ini soal Phoenix, teman Iori," jelas Mitsuki masuk pada mode serius

"kami butuh bantuan untuk menemuinya, dia dalam bahaya saat ini," imbuh Iori

"Jadi kita akan kemana?' tanya Gaku dari balik kemudi, "Tolong ke distrik 7," jawab Iori cepat

"Iori-kun apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Ryuu

"Ibunya sedikit aneh, aku khawatir ia akan melukainya. Kondisi kesehatannya buruk, selama hidupnya ia terkurung di dalam rumah, bahkan ibunya membuat kakinya lumpuh dengan penyalahgunaan obat yang ia konsumsi selama ini," jelas Iori

"Itu sangat kejam," ujar Yamato bergidik ngeri, "Dimana tepatnya posisi temanmu ini" tanya Gaku lagi tanpa menurunkan fokus menyetirnya

"Aku tidak tau, aku gagal mendapatkan lokasinya, koneksinya telah terputus," jelas Iori tampak murung lagi

"Apa ada petunjuk? Apapun itu??" tanya Nagi tampak serius

Iori tampak berpikir serius menenangkan dirinya, "Petugas Pos dengan seragam biru selalu mengantarkan paket ke rumahnya," ujar Iori mengingat ingat pembicaraannya

"Itu petugas paket di blok 9, di wilayah itu seragam yang mereka kenakan berwarna biru," ujar Tenn menjelaskan hasil penelusurannya mengenai wilayah kerja para petugas pos.

"Bagus itu mulai terkerucut, apa ada informasi lagi?" tanya Mitsuki penuh harap

"Lahan rumahnya luas, tidak ada tetangga di sekitar mereka, dan.. kurasa dia pernah menceritakan soal mawar di halaman rumahnya," jelas Iori

"Apa ada tempat umum yang bisa kita jadikan acuan?" tanya Ryuu kini ikut dalam pembicaraan

Teringat akan sesuatu Iori membelalakkan matanya, "Festival.. pernah ada festival di dekat rumahnya, kurasa ada kuil di daerah itu," jelas Iori

"Disini.. terdapat sebuah kuil di sekitar wilayah itu," ujar Ryuu menunjukkan hasil yang telah ia peroleh

"bagus sekali, sekarang kita bisa menuju kesana, kencangkan sabuk pengaman kalian!" ujar Gaku menginjak pedal gasnya

"Perhatikan tulisan kediaman Sakurai saat kita tiba nanti,"imbuh Iori, "Sakurai Riku, itu identitasnya,"

"A-apa kau bilang??" tanya Tenn terkejut

"Apanya?" tanya Iori kebingungan

"Nama temanmu.. siapa namanya?" desak Tenn mengajukan pertanyaannya

"Sakurai Riku,"

"Riku.. itu nama adikku yang hilang," jelas Tenn kini memucat

"Hah? Kau punya adik?" tanya Mitsuki tak kalah terkejut

"Ceritanya panjang," jawab Tenn cepat, "Apa orang tua kalian bercerai?" tanya Iori penasaran

"Tidak, mereka selalu bersama sejak awal," jelas Tenn singkat

"Ini menjadi masuk akal jika ia bukan putranya," gumam Iori

"Aku tidak tahu harus senang atau sedih, kemungkinan ia adikku, dan kini ia dalam keadaan bahaya," ujar Tenn tampak khawatir

"Kita akan berhasil sampai tepat waktu, tenanglah bocah," tegur Gaku menyadarkannya dari kepanikannya

"Kuharap aku bisa menemukan adikku dalam keadaan baik," gumam Tenn tak bisa mengenyahkan kecemasannya

.

.

.

.

"Riku-chan.. apa kau sudah bersiap, makan malam sudah siap," seru Anne dari lantai bawah namun terdengar jelas di kamar Riku

Mengigiti kuku jarinya ia tampak cemas, "Aku tidak bisa bersikap normal sekarang,"gumamnya lirih.

Dengan tergesa ia menyambar inhaler miliknya, satu-satunya yang ia yakini berfungsi dengan baik untuk kesehatannya dan mengunci pintu kamarnya.

Tak kunjung mendapati balasan, Anne kini menatap dingin pintu kamar di atas. "Ara~ kau mau mengabaikanku?" tanya Anne menyunggingkan senyum miringnya.

......

"Sial kenapa jalanan begitu ramai," umpat Gaku merasa perjalanannya terpakasa berhenti sejenak

"Ck kuso.. adakah jalan lain menuju kesana??!" umpat Tenn kesal menghadapi macet

"Matte Yaotomeshi, berikutnya ikuti arahan dariku setelah ini, aku tau jalan pintasnya," sela Nagi tampak mengenali kawasan sekitarnya

"Nagi-kun, bukankah kau turis? Kau menegenali daerah sekitar sini?" tanya Ryuu heran

"Oh aku pernah janji kencan di sekitar sini, kuil itu salah satu destinasi kencanku," ujar Nagi ringan

"Jadi ada gunanya kau menjadi playboy selama ini," gerutu Yamato

"Kau harus banyak belajar darinya Yaotome," goda Mitsuki yang mati-matian berusaha diabaikan oleh Gaku agar tetap fokus.

"Sekarang Rokuya beri arahannya," tegur Gaku begitu mendapati jalanan sedikit lengang.

......

"Ri-ku-chan.. apa yang kau lakukan di dalam sana hehm," tanya Anne mengetuk pintu kamarnya

"kaa-chan telah memasakkan omurice khusus untukmu," imbuhnya lagi mencoba membujuk Riku

Sayup-sayup terdengar balasan Riku dari dalam kamar, "Gomen Kaa-chan, aku akan langsung tidur," ujarnya menolak untuk keluar

Mendengar penolakannya raut Anne berubah menjadi datar, "Oh benaarkah.. kalau begitu bukakan pintunya kau tetap harus meminum obatmu," ujar Anne lembut

"Tidak!" sentak Riku cepat keceplosan meluapkan emosinya tanpa sadar, "Ah Iie.. maksudku, kali ini saja aku tidak menginginkannya Kaa-chan," imbuh Riku cepat tampak sangat gugup

"Kau pikir kau bisa membohongiku?" tanya Anne dingin dari balik pintu, "Kau sudah tau semuanya bukan?" sentaknya lagi membuat Riku terlonjak kaget di kursinya

"Dasar anak tidak tahu diri, kau seharusnya cukup mengikuti semua perintahku tanpa mencari tahunya!" teriak Anne mulai tak terkendali

"Kaa-chan.." gumam Riku menutup mulutnya terkejut berusaha menahan isakannya karena pertama kali melihat ibunya seperti itu

"Buka pintunya sayang, akan ku maafkan semua sikap pemberontakmu jika kau menurut kali ini," bujuk Anne selembut mungkin

Menahan isakannya Riku menggeleng lemah menepis pikiran untuk menuruti ibunya. Tak kunjung mendapati balasan, Anne menggigit bibirnya geram dari balik pintu.

"KUBILANG BUKA PINTUNYA RIKU!" teriaknya sangat kencang diiringi gedoran keras, di kursinya Riku makin gelisah khawatir pintu itu tidak akan bertahan lama.

Untuk beberapa menit gedoran keras terus berlanjut, membuat Riku makin bergetar ketakutan. Hingga suasana kembali hening, "Baik jika itu yang kau mau, maka kau bisa terkurung selamanya disana," ujar Anne dingin mulai beranjak pergi

Merasa suasana yang kini sudah tenang, Riku mengendalikan nafasnya. Berusaha menghirup inhallernya untuk mengatasi serangan asmananya yang sempat kambuh.

"Sekarang apa yang harus ku lakukan, seseorang tolong selamatkan aku," gumam Riku membiarkan isakannya lolos sejenak.

.

.

.

"Heii apa benar ini tempatnya?" tanya Yamato tak yakin melihat kegelapan di sekelilingnya dengan hutan lebat di samping kiri kanannya

"Rokuya Nagi.. aku akan membunuhmu jika kau menyesatkan kita," ancam Tenn mendesis geram

"Seharusnya disekitar sini kuilnya," jelas Nagi tampak khawatir juga

"Daerah sini sangat gelap, sulit untuk mengenali kuil di sekitar sini," ujar Mitsuki ikut menimpali

"Ini seperti pertaruhan, Apa kau masih ingat arahan pastinya Rokuya-san?' tanya Iori serius

"Yahh kurasa tak lama lagi kita tiba," jelas Nagi, "Jadi kita semua bertaruh untuk Nagi huh," dengus Yamato tampak ragu

"Buat peluang kemenangan ini menjadi 100%, pertaruhan ini pasti akan kita menangkan," sela Iori tanpa ragu

"Aku suka dengan semangatmu bocah Izumi," balas Gaku menyeringai, melajukan mobilnya lebih percaya diri

Tanpa melepas pengawasannya, dalam kegelapan ia bisa menangkap bayangan samar. "Itu kuilnya, kita sudah berada di arah yang benar," ujar Mitsuki bahagia mendapatkan harapan

"Sekarang kita harus memperhatikan kediaman Sakurai, dengan tanaman mawar di halamannya," ujar Ryuu menajamkan pengamatannya ke sekitar

......

Selama beberapa menit berlalu, kediaman Sakurai kini tampak sepi. Di dalam kamarnya kini Riku membulatkan tekadnya, maniknya mengobarkan semangatnya menatap lurus pintu di depannya.

"Aku harus pergi.. aku hanya bisa bergantung pada diriku sendiri," ujar Riku menarik nafasnya dalam sebelum menggerakkan kursi rodanya

Berhenti sejenak di depan pintunya ia menempelkan telinganya di daun pintu untuk mendengarkan suara dari luar lebih jelas. Merasa tak ada suara apapun, ia sekali lagi meneguk ludahnya sebelum menggerakkan kunci kamarnya.

Dengan penuh kehati-hatian ia membuka pintunya agar tidak menimbulkan suara, hingga pintu benar-benar terbuka lebar untuknya maniknya hampir melotot keluar

"Ri-ku aku me-ne-mu-kan-mu," seru Anne riang dengan senyum yang mengerikan

Hampir saja ia berteriak kaget, Riku segera menggigit bibir bawahnya menahan keterkejutannya.

Melihat Riku yang masih terpaku, Anne mempertahankan seringainya melangkah maju. Beruntung reflek cerdasnya kini berfungsi, sesaat sebelum Anne meraihnya Riku melompat keluar dari kursi rodanya.

Anne yang mendapati pergerakan tiba-tiba, menggeram kesal karena terjerembab di dalam kursi roda milik Riku. Merangkak dengan gesit, Riku mengunci pintu kamarnya dari luar. Kini posisi mereka terbalik

"Syukurlah, aku berhasil," gumam Riku menghela nafasnya lelah, tangannya yang dingin meremat dadanya yang masih berdegub kencang, "Atur nafasmu Riku, tarik.. hembuskan.." rapalnya lirih berusaha mengatur nafasnya yang tak beraturan.

"Sedikit lagi kau akan bebas," gumamnya menatap sekeliling yang tampak sepi.

Saat ia menyeret paksa tubuhnya karena kehilangan kursi rodanya, kembali gedoran keras di pintu kamarnya berbunyi. Bahkan bunyi hantaman benda-benda lainnya mulai terdengar.

Keringat dinginnya kembali mengucur melihat pintu kamarnya yang mulai terkikis, bahkan salah satu tangan ibunya yang berhasil lolos keluar. Dengan cepat ia merayap menuju tangga, berusaha kabur. Namun naas harapannya hampir sirna saat melihat elevator di tangga telah di lepaskan.

Menengok sekali lagi ke belakang, keadaan pintunya sudah hampir rusak sepenuhnya Riku memantapkan keberaniannya untuk menuruni tangga perlahan dengan menyeret kakinya.

Setengah perjalan berhasil ia lalui, mengabaikan rasa perih di sekujur tubuhnya karena goresan-goresan yang ia terima saat merangkak. Sebelum hentakan keras tangan seseorang berhasil mencekalnya

"Hehh kau bisa bergerak sejauh ini rupanya," ujar Anne tersneyum meremehkan

"Kaa-chan, kumohon lepaskan aku," ujar Riku menatapnya penuh air mata

Terkekeh kecil mendengar rengekan Riku, Anne menjawabnya tenang, "Melepaskanmu? Kau pikir untuk apa aku mendapatkanmu dulu?" berusaha menyeretnya kembali naik

Dengan sekuat tenaga, Riku memegang pegangan di sampingnya menolak untuk bergerak sedikitpun "Apa maksudmu Kaa-chan?" tanya Riku tidak mengerti dengan ucapan ibunya tadi

"Kaa-chan.. Kaa-chan.. hentikan itu sialan, jangan memanggilku seoalah olah kau adalah darah dagingku" teriak Anne kesal, berusaha menariknya makin keras

Melihat tatapan terkejut Riku, Anne terkekeh puas, "Kau putra si jalang itu tidak akan pernah pantas menjadi putraku!" seru Anne

"Aku mengenalnya lebih dulu, kami selalu bersama hingga akhirnya jala*ng itu mengganggu dan merebutnya dariku. Dia mengkhianatiku hanya untuk jala*ng sia*lan itu, dan seolah keberuntungan selalu menyertainya ia dikaruniai anak kembar, AKU MEMBENCINYA!!" sentak Anne meluapkan emosinya

"Aku tidak mengerti apapun, kenapa melampiaskannya padaku?" tanya Riku merasa hatinya sangat terluka

"Jala*ng itu bisa berbahagia dengan pria yang ia dicintai serta sepasang anak kembar yang sehat, sementara aku, aku harus kehilangan bayiku bahkan pria yang terpaksa ku nikahi bersikap brengsek dan meninggalkanku. Aku tidak akan membiarkannya bahagia sementara aku tidak"

"Aku.. aku tidak tahu itu," gumam Riku terkejut menerima semua fakta yang ada

"Ya kau memang tidak tau apapun, setidaknya ia akan hidup dengan penderitaan karena kehilangan salah satu putranya, dan kau yang akan menebus dosa-dosa orang tuamu disini," jelas Anne menyeringai

"kau sakit.. ada yang tidak beres denganmu," seru Riku menatapnya tajam, menyentak keras pegangan Anne. Bersiap akan resikonya, ia berusaha melindungi kepalanya dengan kedua lengannya sebisa mungkin membiarkan tubuhnya berguling ke bawah.

"Anak bodoh," dengus Anne melihat tindakan nekat Riku

Memar dan goresan dipastikan akan tercipta di sekujur tubuhnya. Meski ia berusaha mencegahnya kepalanya berdenyut sakit dengan cairan merah di pelipisnya. Dengan tenang Anne menuruni anak tangga memperhatikan Riku yang berusaha merayap menggerakkan tubuhnya meski perlahan.

"Segitunya kau ingin mati hah?" tanya Anne memandang rendah tubuh Riku yang masih terbaring di lantai masih berusaha merangkak pergi

Tanpa kesulitan Anne membalik tubuhnya hingga telentang menghadapnya, "Aku dengan senang hati akan membantumu jika kau ingin Riku," ujarnya tenang menggerakkan jemarinya di sekitar lehernya

Karena tekanan yang cukup keras, saluran pernafasannya kini terhambat. Menahan cengkraman erat di lehernya Riku hanya bisa menatap Anne dengan matanya yang mulai memerah.

"Kupikir kau akan selalu menjadi putraku.." uajr Anne tenang masih menatap kosong Riku yang tengah kesulitan meraih oksigen

"Tapi semakin lama kau makin mirip dengan jal*ang itu, wajahmu, perilakumu, semuanya membuatku muak,"

"Aku masih belum puas menyiksamu sebenarnya," ujarnya mengusap lembut pipi Riku yang telah di banjiri air mata.  Hingga tubuhnya membeku mendapati usapan lembut dari Riku.

"Ma-maaf, aku tidak menyadari jika kau selama ini terluka," ujar Riku lirih tersendat sendat di sela nafasnya berusaha menghapus cairan bening yang muncul dari manik caramel di atasnya. Tak lama kegelapan makin kuat menariknya pergi.

.
.
.
.
.
.

"it hurts, I can't handle it anymore"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top