Awal Mula

Tangisan bayi terdengar di kesunyian malam, tawa dan tangis Bahagia menjadi satu. Namun, itu tak berselang lama. Bayi itu dibiarkan tergelatak begitu saja di tempat tidur, di samping ibunya yang sudah tak bernyawa. Dan orang-orang di ruangan itu menatapnya tak percaya.

Sebuah siluet transparan terlihat di punggung bayi merah tersebut, mengepak seiring dengan tangisnya yang semakin kencang. Siluet itu berbentuk seperti sayap yang muncul begitu saja.

Seseorang maju, mengambil bayi itu dan menenangkannya. Sambil menepuk-nepuk punggung dengan siluet transparan itu, dia meneliti apa yang sebenarnya terjadi.

"Bagaimana?" tanya yang lain.

"Benda ini seperti muncul dari punggungnya." Orang yang mengendong bayi itu menunjukkan pada mereka yang ada di ruangan.

"Jangan sampai berita ini bocor, kita harus menyembunyikannya. Kalian tahu pemerintah anti sihir, kelahirannya bisa menjadi masalah untuk kita dan kelompok kita." Salah satu dari mereka mengeluarkan suara setelah reda dari keterkejutanya.

Seorang perempuan yang ada di ruangan itu mengambil alih bayi itu dan membersihkannya. "Kalian urus mayat Dawina, aku akan bertanggungjawab atas bayi ini mulai sekarang," katanya sambil menyebut nama ibu dari bayi tersebut.

"Baik, kita akan memakamkannya dan mengatakan bahwa bayinya tak terselematkan," timpal yang lain, dan diangguki oleh semua orang yang ada di sana.

Ini adalah rahasia yang harus mereka pegang dan mereka jaga. Pemerintah Hiddenland sangat anti dengan sihir, apalagi saat ini pemerintah masih berusaha untuk mengambil hati masyarakat lagi setelah era kejatuhan.

"Icarus, aku akan memberinya nama Icarus." Perempuan itu bergumam.

***

"Icarus!" teriak Jenna kaget saat melihat bayangan transparan di punggung bocah berusia lima tahun itu semakin terlihat saat menaiki bukit.

Bocah laki-laki itu berhenti dan tertawa-tawa karena merasa ibunya itu takut dia tinggalkan. Jenna berlari mendekapnya dan melindungi sayap itu dengan mantelnya.

"Mama takut?" celotehnya saat Jenna menatapnya khawatir.

"Iya, Mama takut kamu hilang," desis Jenna lalu menuntun bocah itu menuruni bukit.

Sesampainya di kaki bukit, Jenna membuka mantel yang menyelimuti tubuh Icarus, dan bayangan sayap itu kembali transparan hampir tak terlihat.

Jenna kemudian membawa Icarus naik, dan semain ke atas, maka sayap itu semakin terlihat, berwarna perak. Jenna masih belum mempercayai penglihatannya, dia mengulangnya berkali-kali dan semakin dia ke atas, maka sayap itu semakin jelas.

Jenna membawa pulang Icarus secepatnya. Dia mendudukkan bocah itu di kursi ruang tengah, menutup semua pintu dan jendela. "Mama," desis bocah itu tak mengerti kenapa Jenna bertingkah aneh.

"Diam di sana, Icarus. Mama ingin kamu diam di sana," kata Jenna.

"Baik," jawab Icarus sambil menggoyang-goyangkan kakinya yang menggantung di kursi.

Jenna menyalakan lampu paling terang di ruangan itu, dan menatap Icarus yang menatapnya tak mengerti. Tak ada perubahan, Jenna memutari tubuh bocah itu berkali-kali dan sayap itu bahkan hampir tak terlihat.

Beberapa kali Jenna berputar dan memastikan bahwa tidak ada yang berubah dari bocah itu. Sayap transparan itu tak terlihat sama sekali.

"Silau," kata Icarus membuat Jenna tersadar dan mematikan lampu, membuka kembali jendela sehingga cahaya matahari memasuki ruangan.

"Kamu lapar sayang?" Jenna mengangkat Icarus dan mendudukkannya di kursi tinggi di depan meja makan mereka.

"Kuah, kuah!" Bocah itu mengulang kata-katanya.

Jenna menyiapkan oat dan susu untuk Icarus. Lalu mengambil benda pipih yang ada di kantongnya. "Kurasa kita harus bicara." Nada bicaranya terdengar khawatir saat mendengar suara laki-laki d seberang sana.

Dia menaruh mangkok di depan Icarus, "sebentar lagi, Paman Step datang. Mama akan berbicara dengannya, jadi tolong Icarus nanti makan dengan tenang, ya?" pintanya.

Pintu terbuka beberapa saat kemudian seorang laki-laki melangkahkan kakinya menuju meja makan.

"Paman Sep," oceh Icarus dengan tak jelas karena mulutnya penuh maknan.

"Ada apa?" Step tanpa berbasa-basi menatap Jenna yang sedang menyusun kalimat untuk memberitahunya tentang apa yang terjadi pada Icarus.

Jenna menarik tangan Step menjauh dari bocah yang sedang menikmati makanannya itu. Mereka menuju sofa di sudut ruangan.

Setelah duduk, Jenna kemudian menceritakan apa yang sudah dia lihat dan dia lakukan pada Icarus tadi.

"Kamu yakin?" Step menatap bocah yang masih asik menikmati makanannya. "Aku ingin melihatnya sendiri."

"Tunggu dia menghabiskan makanannya," kata Jenna.

Begitu Icarus menghabiskan makanannya, Step mendekat. " Icarus mau jalan-jalan Bersama paman?" Bocah itu mengangguk dengan semangat sebagai balasannya.

Step mengangkat Icarus dari kursi tinggi dan meletakkannya di pundak. Posisi yang membuat Icarus tertawa senang. Dia selalu senang saat laki-laki itu mendukungnya di pundak.

Jenna membereskan sisa makanan Icarus sebelum kemudian menyusul mereka dan menutup pintu.

"Bukit!" Icarus berteriak senang karena mereka menuju bukit yang awalnya akan dia daki bersama Jenna.

Begitu menaiki bukit, Step kemudian membiarkan bocah itu berlari ke atas. Dan seperti apa yang Jenna katakan, saat mereka semakin di atas, maka sayap itu semakin terlihat. Semakin jelas. Berwarna perak.

Jenna yang khawatir melihat ke sekeliling, memastikan tidak ada orang lain yang melihat keadaan itu. Walau kemungkinan itu sangat kecil. Bukit ini jarang di daki oleh masyarakat sekitar karena terlalu tinggi untuk ukuran bukit, pun letaknya jauh di pinggir kota, sehingga orang-orang lebih suka ke pantai.

Step menghentikan langkahnya dan menatap Icarus dengan pandangan tak percaya. "Benar apa yang kukatakan, kan?" Jenna mengatakan hal itu dengan khawatir.

"Kita memang harus menjauhkan dia dari siapapun. Termasuk orang-orang kita sendiri. Aku masih harus mencari tahu dari mana dia mendapatkan kutukan ini." Step mulai berpikir keras.

"Dawina bahkan tidak memberitahu siapa ayahnya." Jenna mengingat saudara perempuannya yang bungkam sampai kematian menjemput perihal bayi yang dikandungnya.

Begitu sampai di atas, Icarus berputar-putar sehingga tubuh kecilnya terangkat, dan sayap perak itu mengepak. Jenna dengan sigap mengambil tubuh Icarus sebelum anak itu terbang entah ke mana.

"Kita turun," kata Step.

Mereka menuruni bukit, Jenna menggendong Icarus karena tak ingin anak itu lepas. Mereka menuju danau yang ada di bawah bukit dan duduk di sana.

"Icarus boleh bermain, tapi jangan terlalu jauh." Jenna membiarkan anak itu berlari mendekati air, dan seketika Step menyambar tubuh Icarus data berada tepat di dekat danau. Bayangan sayap Icarus terlihat jelas di danau. Selama ini Jenna tak pernah tahu kalua sayap Icarus akan terlihat di pantulan air.

"Apa aku tak salah melihat?" Jenna bertanya sambil menyelimuti Icarus dengan mantelnya.

"Ini semakin aneh. Bukankah selama ini tidak ada yang aneh saat dia berada di dekat air?' tanya Step.

Jenna menggeleng. "Tapi, aku memang tak pernah membawanya ke sini."

"Apakah perpaduan air dan matahari yang menyebabkan ini?" Jenna dan Step berpandangan penuh tanya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top