8. Mereka yang belajar

"Besok kamu ulangan harian 'kan?" Mama bertanya dari tempatnya duduk--sofa depan televisi yang tengah menayangkan berita mengenai pemilu, namun tidak ia tonton. "Belajar sana!" imbuhnya tanpa mendongak sedikitpun dari ponsel di tangannya, jemarinya dengan lincah bergerak di atas layar.

"Udah belajar di bimbel tadi," jawabku sembari menempatkan diriku untuk duduk di samping Mama.

Kepalaku masih terasa berdenyut nyeri akibat angka-angka yang sejak tadi kugeluti baik di sekolah dan juga di bimbel. Rasanya organ tubuhku yang satu itu dapat pecah kapanpun juga, lelah terus dipacu untuk memikirkan angka-angka dan simbol-simbol aneh itu.

"Ya kamu terus belajar lah, jangan main hape terus," timpal Mama, matanya masih terarah pada ponsel. "Kamu jangan mau kalah sama Anisa loh ya."

Anisa adalah temanku. Well, dia adalah anak dari teman dekat Mamaku. Kami sering bertemu ketika Mama berpergian dengan mamanya. Tapi, hubungan kami hanya sekadar itu. Di sekolah, kami hampir tak pernah bertegur sapa, dan berada di grup pertemanan berbeda.

Mama selalu mengingatkanku untuk tidak mau kalah dari Anisa, seolah-olah ada sebuah kompetisi tersembunyi di dalam hidup kami. Aku jadi penasaran apakah Tante Rumi, mama Anisa, mengatakan hal yang sama juga.

"Jangan malu-maluin Mama," Mama berkata.

Aku hanya diam. Tanganku bergerak untuk memainkan ponselku, membuka Instagram dan melihat satu per satu foto yang diunggah oleh teman-temanku.

"Lisa! Belajar! Jangan main hape terus!" Mama berkata, kali ini ia menurunkan ponselnya dan memberikanku sebuah tatapan tajam.

Aku berdecak keras sebelum akhirnya bangkit berdiri dan bergerak pergi menuju ke kamarku.

Di dalam, aku bermain ponsel selama sejam sebelum kembali belajar.

---

Maaf ini pendeknya kebangetan.

Mungkin bakal ada bagian dua.

Dan sepertinya beberapa part ke depan bakalan bahas soal pendidikan.

Selamat hari guru.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top