7. Mereka yang Menuntut

"Aku pulang dulu ya! Bye!" ujarku sebelum berbalik dan berjalan pergi.

Aku menghela napas, mengeluarkan segala rasa lelah yang menerjangku akibat kelas yang dimulai dari pagi hingga malam. Aku memandang teman-temanku, mereka masih belum dapat kembali pulang akibat sebuah rapat besar yang harus mereka ikuti. Kebanyakan temanku adalah panitia untuk sebuah acara besar di jurusanku, meninggalkanku sendirian yang memang tak suka mengikuti acara seperti itu.

Kakiku berhenti bergerak begitu mataku menangkap sosok Rahmat yang tengah berdiri di belakang bangunan khusus BEM U dengan kedua tangannya yang bersembunyi di balik saku celana. Tubuhnya agak tak terlihat akibat sebuah pohon besar, tapi aku yakin bahwa itu adalah Rahmat. Apa yang dia lakukan di situ?

Rahmat adalah ketua BEM U. Banyak sekali yang mengidolakannya akibat wajahnya yang tak dapat dikatakan jelek itu. Selain itu, banyak yang mengatakan bahwa dia adalah sosok pemimpin yang baik--aku juga tidak tahu mengapa.

Jika aku tidak salah, tadi pagi Rahmat pergi ke balai kota untuk berdemo. Aku kurang tahu apa yang membuatnya berdemo, mungkin harga-harga yang mulai naik, atau mungkin hanya ingin mengkritik pemerintahan. Aku tahu mengenai demo ini akibat banyak temanku yang membicarakannya, beritanya juga sempat muncul di internet. Foto Rahmat yang terlihat tengah berorasi disematkan di bawah headline.

Aku mengedarkan pandanganku dan menyadari bahwa beberapa mahasiswa yang ikut berdemo sedang bersantai di depan ruang BEM. Ada beberapa di antara mereka yang merokok sambil berbincang, ada juga yang tengah tiduran. Telingaku bisa menangkap alunan musik yang datang dari speaker.

Mataku kembali terarah ke tempat Rahmat berada dan menyadari bahwa cowok itu tak lagi sendirian. Seorang pria yang terlihat berumur di akhir 40-an berdiri di hadapannya. Mereka berbincang sejenak sebelum akhirnya pria itu menyerahkan sebuah amplop cokelat yang terlihat sangat tebal. Rahmat tersenyum ketika menerimanya, ia melirik ke dalam amplop tersebut kemudian tersenyum lebih lebar. Mereka berbincang kembali sejenak sebelum pria itu pergi.

Rahmat memandangi kepergian pria itu kemudian ia berbalik dan bergabung bersama kawan-kawannya. Ia menunjukkan amplop yang ia terimanya dengan seringaian dan membuat semuanya berteriak senang.

Rahmat memasukan tangannya ke dalam amplop tersebut, menarik keluar isinya.

Uang. Banyak uang.

---

Aku awalnya agak ragu nulis ini wkwk

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top