14. Mereka yang Hidup Bersama Mimpi Buruk

[Trigger warning : rape!]

Siti termangu melihat bagaimana darah menetes dari tangannya, matanya kemudian teralih ke arah tubuh suaminya yang kini terbaring di atas lantai, tanpa lagi ada tanda-tanda kehidupan dengan tubuh yang begitu pucat akibat darah terkuras keluar.

Siti masih ingat bagaimana ia bertemu dengan suaminya untuk pertama kalinya. Ia tak akan pernah melupakan hari itu. Otaknya tak mau melupakan hari itu.

Hari itu adalah tipikal bulan November penuh dengan hujan. Siti baru saja keluar dari toko baju tempatnya bekerja. Rembulan hampir tak terlihat dengan awan gelap yang menghiasi langit. Jalanan sepi karena tak ada yang sudi keluar dengan kondisi hujan lebat.

Siti berjalan sendirian. Tangannya ia masukkan ke dalam jaket, langkah kakinya tergesa-gesa menerobos hujan. Di otaknya kini sudah ada mi kuah yang akan ia santap sesampainya di rumah membuat perutnya seketika berbunyi seolah memberitahukan bahwa ia tak sabar untuk menyantap makanan tak sehat tersebut.

Tiba-tiba Siti dapat mendengar derapan langkah kaki lain. Ia biarkan semua itu, toh jalanan ini bukan punyanya seorang 'kan? Ia melanjutkan langkahnya dengan tenang tanpa menaruh rasa curiga, pun tak ada sedikitpun rasa was-was yang timbul dalam dirinya.

Tetiba seseorang memeluknya dari belakang. Bukan, bukan pelukan yang akan membuatmu merasakan cinta--setidaknya, bukan itu yang Siti rasakan. Pelukan ini begitu erat, sangat erat seolah sang pemeluk tak mau Siti pergi ke manapun.

Siti berusaha untuk membebaskan dirinya, tapi apalah daya, dirinya hanya seorang gadis sembilan tahun bertubuh kecil yang tak pernah mendapatkan pembekalan mengenai bela diri.

Sang pelaku tiba-tiba menggerakkan tangannya untuk menyentuh dada Siti dan memerasnya tanpa ampun. Siti berteriak, tak suka seseorang menyentuhnya tanpa ijin, tak suka pula dengan rasa sakit yang ditimbulkan setelahnya.

Sosok pria misterius itu menarik Siti masuk ke dalam sebuah gang sempit tanpa sedikitpun melonggarkan pelukannya. Tak mempedulikan protes yang keluar dari mulut Siti, ia melucuti tubuh gadis itu, menjadikan dirinya menjadi satu dengan Siti tanpa meminta ijin, tanpa kata permisi, tanpa bertanya inikah yang dia inginkan.

Siti menangis. Menangis keras. Tak seorang pun datang menolangnya, yang ada adalah langit yang meneteskan hujan semakin keras seolah ia juga ikut sedih atas apa yang baru saja menimpa Siti.

Puas menggunakan Siti, ia pergi begitu saja, meninggalkan Siti yang seketika terjatuh, tak mampu menompang diri. Entah berapa lama wanita itu duduk di sana, yang jelas butuh waktu lama bagi dia untuk mengumpulkan segala energi untuk bangkit berdiri dan kembali melanjutkan perjalanannya. Sesampainya di rumah, ia mandi dengan harap ia bisa menghapus semua memori. Tapi tidak. Memori itu tertanam sempurna di kepalanya.

Beberapa hari kemudian, Siti menemukan siapa pelakunya. Beberapa hari kemudian, ia mendapati bahwa dirinya hamil. Beberapa hari kemudian, orang tuanya memutuskan untuk menikahkannya dengan pria itu.

Siti menangis, menolak, tapi tak ada satupun yang mendengarkan ucapannya.

"Ini yang terbaik," kata mereka.

Akad nikah dijalankan, resepsi pernikahan dijalankan secara sederhana. Semua dilalui dengan Siti yang bahkan masih tak mampu untuk melihat wajah pria itu.

Malam pertama dijalankan dengan Siti yang terus menangis, namun pria itu terus berjalan seolah tangisan Siti tidaklah pernah turun.

Siti terus menjalani kehidupannya dengan beban berat di pundaknya. Ia menangis tiap malam ketika pria itu terus menjadikan dirinya menjadi satu dengan Siti seberapa banyak Siti berkata tidak. Ia menangis tiap pria itu mendaratkan tangannya di atas tubuhnya dengan cara tidak mengenakan.

Siti tak pernah bisa melihat pria itu. Wajah pria itu adalah definisi mimpi buruk yang nyata baginya.

Pagi ini Siti bangun dengan ekspektasi bahwa hari ini akan sama dengan hari seperti biasanya. Ia di dapur, memotong wortel dalam diam ketika pria itu tiba-tiba berjalan masuk, mengomel mengenai sarapan yang belum disiapkan. Pria itu memukul Siti, Siti dengan instingnya mencoba memberikan pertahanan diri dengan mengangkat tangannya, ia tak menyangka bahwa pisau di tangannya menancap pada dada pria itu.

Pria itu berteriak tanpa suara, tubuhnya perlahan jatuh ke atas lantai menimbulkan suara yang memekakkan telinga Siti.

Mata Siti membulat.

Untuk pertama kalinya, ia bisa memandang wajah pria itu tanpa rasa takut.

"Anda ditangkap atas kasus pembunuhan."

Entah sejak kapan polisi datang, Siti tak tahu karena ia masih begitu terkejut dengan segala hal yang terjadi. Kini tangannya diborgol dan tubuhnya diseret untuk memasuki mobil polisi.

Ia melihat ke bawah, ke perutnya dan meminta maaf kepada siapapun yang berada di dalamnya.

---

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top