13. Mereka yang Merayakan Malam Tahun Baru
Sesampainya Joko di taman, ia menyadari bahwa sudah ada banyak orang yang memadati area itu. Sudah ada penjual makanan, penjual mainan anak, dan tak lupa orang-orang yang berdatangan dari berbagai daerah di kota ini.
Joko duduk di salah satu sudut tersepi, membiarkan dirinya untuk tidak terlihat. Punggungnya ia istirahatkan pada batang pohon di belakangnya, matanya memandangi secara saksama tiap-tiap hal yang terjadi di hadapannya.
Seorang pasangan suami istri terlihat bergandengan tangan, mereka membeli jagung bakar. Sembari menunggu jagung mereka selesai dibakar, mereka berdiskusi mengenai rencana untuk mengunjungi orang tua mereka.
"Gimana kalau besok?" si pria bertanya.
"Tidak bisa," jawab si wanita, "mas tahu sendiri aku mau jalan sama teman-teman. Aku udah ijin sama mas sejak lama loh. Kalau lusa?"
"Kita udah ada janji 'kan sama yang jual rumah buat ngecek rumahnya?" si pria mengingatkan. "Besoknya lagi?"
"Mas, udah waktunya kerja, lupa ya?"
Si pria menepuk keningnya. Detik berikutnya, sang penjual jagung bakar memberikan pesanan mereka, seketika mereka lupa atas pembicaraan mereka.
Ada anak yang merengek pada orang tuanya, minta dibelikan balon lucu yang tengah dipajang. Kedua orang tuanya tak mengabulkan permintaannya, berkata bahwa percuma, toh tak lama balon itu akan meletus.
Ada anak lain yang meminta dibelikan boneka, kedua orang tuanya mengiyakan tanpa berpikir panjang.
Ada pula pasangan remaja. Entah sudah menikah atau tidak, tapi mereka bergandengan tangan dengan erat, tubuh mereka menempel dengan lengket seolah-olah mereka takut sesuatu akan memisahkan mereka. Mereka mendatangi salah satu penjual gelang, si perempuan terus bertanya ini-itu, mencoba ini-itu, mencoba menawar harga hingga akhirnya ia menghembuskan napas kasar dan berjalan pergi, tanpa gelang di tangannya.
"Di situ kayaknya ada yang jual lebih murah," si perempuan berkata, suaranya begitu keras hingga Joko yakin bahwa sang penjual gelang dapat mendengarnya dengan baik.
Ada pula segerombolan anak muda. Mereka bercampur antara laki-laki dan perempuan. Semuanya terlihat membawa ponsel pintar mereka masing-masing. Ada yang nampaknya tengah berkirim pesan, dan ada yang sibuk mengabadikan momen dengan kamera ponselnya. Mereka bercengkrama sesekali, hanya di saat yang perlu. Mereka kemudian memberi sosis serta jajanan lain. Saat pesanan mereka datang, mereka sibuk memotretnya selama beberapa menit sebelum melahap habis semuanya, kemudian mereka kembali jatuh ke dalam keheningan.
Jam dua belas malam tiba. Pemerintah dengan segala uang mereka--atau mungkin uang rakyat, entahlah, Joko kurang paham soal itu--menyalakan kembang api. Suaranya memekakkan telinga banyak orang, tak terkecuali telinga Joko. Meski demikian, semua orang mendongakkan kepala mereka, terkagum-kagum dengan kecantikan kembang api yang hanya sementara. Suara "wahh" terus terdengar dari berbagai penjuru tempat. Tak sedikit pula yang mengangkat ponsel mereka, mengambil gambar atau video.
Joko terus terdiam di tempatnya bersembunyi. Diam-diam iri dengan seorang pria yang mengenakan jaket--jaketnya terlihat begitu nyaman dan modis. Diam-diam ia iri dengan anak kecil yang dibelikan boneka atau mainan oleh orang tua mereka--dulu saat ia kecil, jangan harap bisa membeli maianan. Diam-diam ia iri dengan remaja-remaja yang memiliki ponsel canggih mereka--bahkan ponsel yang hanya mampu mengirim pesan dan telepon pun tak ia miliki. Ia iri dengan semua orang yang dapat dengan mudah membeli berbagai macam makanan, tak terlihat sedikitpun raut ragu ketika mereka mengeluarkan uang untuk makanan-makanan itu--Joko hanya memakan tempe, tahu, dan sedikit nasi, dan dia harus puas dengan semua itu.
Lambat laun, orang-orang mulai bergerak menjauhi taman. Satu per satu penjual memberesken barang mereka kemudian pergi.
Ketika taman mulai lengang, Joko bangkit berdiri, diambilnya karung goni yang sejak tadi ia bawa kemudian ia memungut satu per satu gelas atau botol air minum yang berceceran di sana-sini.
Joko harap tahun depan dia tidak perlu melakukan hal ini lagi. Tapi, Joko tak yakin jika impiannya itu akan terwujud. Kata bapaknya, orang-orang tak berduit akan selamanya tak berduit.
---
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top