4. Mata yang Hijau

"Astaghfirullahaladzim, Kak Gre kamu sedang apa di kamar mandi, hah? Jawab nggak atau aku laporin ke Kak Jade!" ancam Vio sambil menggebrak-gebrak pintu toilet. Pasalnya ia mendengar suara aneh seperti desahan orang yang sedang disensor.

Sedangkan di balik pintu toilet yang kuncinya bobrok, Grey meneguk ludah sambil menahan pintu dengan bahu. Hal ini supaya Violet gagal membuka pintu. Serius, apakah adiknya itu cenayang? Bahkan Grey belum sempat membuka celana.

"Nggak ada apa-apa, Vio. Orang ini cuma mau pipis kok jangan diganggu, ya, please?" ucap Grey dengan nada selembut mungkin.

Violet mengernyitkan alis. "Hmm, okey."

Apakah hanya halusinasi? Jelas-jelas tadi terdengar suara seorang perempuan. Begitu Grey keluar dari kamar mandi, Violet langsung melompat untuk menahan pintu tersebut. Ia menatap tajam kakaknya, lalu melongok ke dalam toilet melihat apakah ada orang lain.

"Nggak ada apa-apa, kan?"

Ukuran kamar mandi yang kecil, memang didesain hanya muat dimasuki satu orang. Grey menghela napas karena ulah adiknya berhasil menggagalkan misi terpentingnya.

"Hii, kotor banget WC-nya!" jijik Violet lantas menutup hidung.

Grey tertawa renyah. "Ya udah, ayok pulang!" ajaknya, seketika diangguki dengan cepat oleh sang adik.

Violet tampak tertekan berada di sini. Sebenarnya Grey juga tertekan sekaligus heran mengapa kamar di hotel ini begitu tidak terawat. Ia pikir bintang tiga hanya menunjukkan kelas hotelnya, ternyata rating rata-ratanya juga sama.

"Ayok cepat, Kak Gre! Aku nggak betah."

"Ssst, jangan kenceng-kenceng nanti kasihan kalau ada karyawan dengar."

"Biarin!" sungutnya kesal.

Grey terkekeh. "Lain kali kuajak Vio ke hotel bintang tiga yang paling top, deh."

"Kak Gre sendiri aja, aku kapok," balasnya jutek.

"Meski ratingnya bintang lima?"

"Iya. Pokoknya nggak mau! Mau bintang lima sampai sepuluh pun, kalau hotel bintang tiga aku tetap nggak mau!"

"Iya, deh, iya." Grey terkikik.

Sedangkan pendengaran Violet tidak salah, Casa-lah yang mendesah akibat ulah manusia yang seenaknya menginjak kaki orang. Sekarang gadis itu berjalan ngesot di lantai yang dingin mengikuti langkah kaki dua kakak-beradik tersebut. Banyak manusia bumi berlalu-lalang dan beberapa kali menginjak kaki Casa.

"Ah! Ya Allah, hambamu capek diinjak terus kakinya sama manusia sialan," ringisnya sambil mengelus jari-jari kakinya.

Ia sangat heran mengapa kaki manusia begitu lancip, bahkan lebih tajam daripada ujung stalaktit. Apakah mereka memang menggunakan kaki untuk hal ini?

Karena sering diinjak, Casa tidak sanggup lagi berdiri. Ini pertama kalinya dia merasakan pengalaman diinjak oleh manusia. Jika di Negeri Awan, bersentuhan sesama makhluk awan merupakan hal yang paling dihindari kalau bukan benar-benar orang terdekat. Meskipun seringkali Bas bercanda menendang kaki Casa dan membuat adiknya kesusahan menyatukan kakinya lagi, tidak pernah tendangan tersebut terasa senyelekit ini.

Bersentuhan di bumi seperti merupakan hal yang biasa. Dalam perjalanan ke lantai atas, melewati tangga-tangga, Casa juga melihat pasangan sejoli yang asyik tampar-tamparan. Sepertinya manusia memang suka sensasi dari menyentuh sesuatu.

Namun, hal paling menyebalkan adalah Grey memaksanya turun setelah baru saja naik. Mereka masuk lagi ke benda aneh yang bisa berjalan sangat cepat itu.

"Kak Grey, aku dengar suara aneh lagi kayak suara pas di kamar," ujar Violet merasakan hawa panas dari samping.

Di sampingnya, yaitu Casa sedang ngos-ngosan. Bulu kuduk Violet meremang.

Grey menoleh ke belakang, mengernyit keheranan. "Apa jangan-jangan ... ada hantu hotel ngikutin Vio?"

Pertanyaan itu sukses menghantarkan benda pipih ke wajah Grey. Violet melemparnya dengan kesal, lalu kakaknya mengaduh kesakitan. Tidak lama lagi pasti jidatnya benjol.

"Makanya, kalau takut jangan sok berani duduk di belakang. Sini duduk samping Kakak," bujuk Grey.

Selain demi mengurasi ketakutan Violet, Grey juga tidak senang kalau seseorang duduk di belakang sementara sebelah kursi kemudi masih kosong. Rasanya dia menjadi tukang supir adiknya.

Violet mengabaikan bujukan Grey dan memilih berbaring di kursi belakang, tanpa mengetahui bahwa kepalanya kini menembus paha Casa. Gadis yang perlahan-lahan menyerupai bentuk manusia itu terkejut sebab baru menyadari ada kaki sepanjang ini.Ternyata kaki tersebut adalah miliknya sendiri.

Casa mengamati wajah Violet di pangkuan. Gadis cilik yang mudah dikenali hanya dengan melihat matanya itu sesekali menguap. Bahkan menguap pun masih terlihat cantik, pikirnya. Violet memiliki mata ungu gelap yang jarang dimiliki manusia bumi.

"Panas banget," keluh Violet sembari mengubah posisi menjadi duduk. Casa sedikit kecewa sebab tidak bisa mengagumi wajah imut lebih lama.

Grey hanya menggeleng, lalu membuka kaca mobil di bagian kursi penumpang agar angin di luar masuk. Ia tidak perlu khawatir dengan polusi karena daerah sekitar sini masih asri oleh pepohonan Bukankah kakak satu ini cukup peka?

"Makasih, Kak Gre!" ucap Violet sembari menikmati semilir angin.

***

"Wah!" seru Casa lagi-lagi dibuat takjub.

Matanya lurus menatap bangunan megah seperti Istana di Negeri Awan. Bedanya adalah warna bangunan ini lebih gelap daripada Istana Putih yang pernah Casa lihat. Terdapat pohon rimbun di sebelah danau. Ah, tidak. Mana mungkin danau berwarna biru?

Gadis sepuluh tahun berteriak girang, berlari memasuki rumah sembari memanggil Kak Jade.

"Kya!"

Violet terpeleset ketika melangkah di dekat tepi kolam renang. Naasnya, gadis berkaki pendek tersebut jatuh ke air. Bunyi deburan yang keras mengagetkan penghuni salah satu kamar lantai dua.

Segera sosok di lantai dua menuju balkon untuk melihat apa yang terjadi.

Grey mengulurkan tangan ke arah adiknya. "Kamu nggak apa-apa, kan?" tanyanya khawatir.

Violet menggeleng dengan bahu menggigil kedinginan. Ia meraih tangan Grey sambil mencicit 'dingin, dingin'.

"Yah, lensa mataku patah sebelah," ucap Violet sembari menatap patahan lensa di ujung jarinya.

Casa melotot mendengar ucapan gadis cilik tersebut. Bagaimana bisa lensa mata patah? Apakah kasusnya sama seperti hati Casa yang tidak bisa diambil? Suara tawa laki-laki di depannya pun pecah begitu saja.

"Pfft! Kamu jadi mirip kucing odd eye."

"Ih, Kak Grey!"

Diam-diam mengambil potret adiknya yang tampil berantakan. Sebelah mata kanan berwarna hijau, sedangkan mata kiri berwarna ungu. Reflek, Violet menyipratkan air ke arah Grey. Namun, cipratan air tersebut justru menambah kesan estetik.

Jade terdiam menyaksikan kejadian di bawah, bulu mata lentiknya mulai berkedip dua kali setelah menangkap sosok samar-samar. Anak sulung tersebut mengucek mata untuk melihat lebih jelas penampakan seseorang di samping Violet, seperti bayangan perempuan berambut panjang.

Merasa diperhatikan, Violet mendongak ke balkon. Muka juteknya tiba-tiba berubah 180 derajat melihat wajah kakak yang dia rindukan.

"Kak Jade!" panggilnya dengan nada semanis dan seceria mungkin.

Jade hanya sedikit menarik sudut bibir seraya melambaikan tangan ke arah Violet, membuat gadis cilik di dekat kolam tersenyum amat lebar. Sedangkan Grey melayangkan tatapan tajam kepada saudara kembarnya itu.

.

.

.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top