2. Awan yang Mendung
Bum! Untung saja tanah itu ditumbuhi rerumputan sehingga tidak terlalu sakit. Tetap saja membuat Casa mengaduh.
"Duh." Ia sangat khawatir tidak bisa menyatukan lagi partikel-partikel tubuhnya.
"Haa," helaan napas keluar begitu saja. Casa merasakan kosong di bagian dada, jadi spontan menyentuh bagian yang seharusnya terdapat inti makhluk awan.
Dan, ya. Mereka menyebutnya ... hati.
Hati makhluk awan sangat berbeda dengan makhluk di bumi. Jika makhluk bumi memiliki hati berbentuk padat, makhluk awan memiliki hati berwujud cahaya.
Jika benar kutukan, sungguh, Casa tidak benar-benar percaya pada larangan yang sudah melegenda itu. Sentuhan yang membuatmu dikutuk. Demi berjaga-jaga saja, ia tidak pernah sekali pun menyentuh makhluk bumi. Akan tetapi, hari ini secara tidak disengaja malah terjadi.
Melepas inti makhluk awan sama saja melepas kemampuan terbang. Kalau seperti ini, Casa harus mendapatkan inti itu kembali agar bisa pulang. Ia pun melayang rendah menuju salah satu kendaraan yang memancarkan cahaya biru. Cahaya biru terang berasal dari inti makhluk awan.
Dengan mudah Casa menembus pintu mobil yang dikunci rapat. Tanpa meminta izin ia lalu menduduki paha laki-laki tersebut.
"Sssh," desisnya sembari memperbarui posisi duduk senyaman mungkin. Pantatnya terus bergerak tidak leluasa karena ruang yang sempit. Ia tetap berusaha fokus ke lampu merah.
Sang adik mengkerutkan dahi melihat kakaknya yang seperti cacing kepanasan. "Kakak kenapa?"
"Kamu merasa gerah nggak? Padahal AC-nya sudah Kakak hidupkan. Apa kurang rendah ya suhunya?"
"Kan AC mobilnya rusak, Kak."
Dia menepuk jidat. "Pantasan."
Violet menahan tawa. Itu terdengar menggemaskan di telinga Casa. Tidak, bukan saatnya terpesona pada makhluk ciptaan yang lain. Kini ia perlu konsentrasi mengambil inti awan miliknya.
Akan tetapi, bagaimana?
Casa menelengkan kepala. Menatap dada berlapis oblong yang berjarak kurang dari tiga puluh senti. Tangannya terulur menyentuh lagi titik cahaya, lebih tepatnya di mana jantung berada. Namun, sentuhannya menembus tubuh laki-laki itu sampai ke punggung kursi. Ketika Casa menarik kembali tangannya, ia tidak mendapatkan apa-apa.
Sedangkan manusia tersebut semakin kepanasan di setiap Casa menyentuh lebih. Bulir keringat menetes ke lehernya. "Ya Allah, panas banget," batin pemuda itu.
Ia menoleh sekilas pada Violet. Gadis cilik yang sibuk memainkan ponsel tampak tersenyum riang seakan hanya dirinya seorang yang merasakan penderitaan ini.
"Vio, masa kamu nggak gerah?"
"Nggak, sih. Biasa saja," jawabnya. "Kak Gre masih kepanasan?"
"Masih."
Adiknya terdiam agak lama. "Jangan-jangan ... tubuh Kak Gre sedang ditempeli hantu gunung?"
"Jangan bicara yang aneh-aneh! Vio tahu dari mana kalau hantu tinggal di gunung? Lagi pula yang kita kunjungi hanya bukit, oke?"
"Biasanya, manusia kalau ketempelan setan atau jin kan merasakan hawa panas. Buktinya Vio nggak kenapa-kenapa. Hayo tadi Kak Gre ngapain aja di bukit? Melakukan hal-hal buruk nggak?"
Ucapan Violet membuat dia menelan ludah. Tanpa sepengetahuan orang lain, sebenarnya Grey kencing di salah satu pohon. Padahal itu adalah larangan yang jelas-jelas tertulis di papan masuk. Namun, apa daya. Panggilan alamlah yang mendesaknya.
Karena kakaknya sudah tenang, Violet lanjut membaca novel di Noveltoon, berjudul Vampire Aedes. Hari ini pun pangeran vampir sangat keren!
"Huft ...!" Setelah beberapa percobaan mengalami kegagalan, Casa mengembuskan napas berat dengan perlahan.
Deg. Grey merasa seperti seseorang meniup lehernya. Ia menoleh pada Violet yang duduk anteng dan pasti lagi-lagi membaca karya TenSa. Jadi tidak mungkin ini ulah sang adik. Terlebih arah tiupan berasal dari depan.
Kembali matanya terfokus pada jalan di depan. Namun, Grey memikirkan rasa panas yang tak kunjung reda. Sensasi panas yang mirip sengatan.
Kali ini ia yakin bukan panas penyebab gerah biasa, tetapi panas yang membuat orang terangsang. Grey mati-matian menahan keinginannya untuk melakukan pelepasan.
"Sial!" umpatnya tak tahan sambil membanting stir.
Alhasil Violet, Grey, dan Casa tiba di sebuah penginapan pinggir jalan. Lelaki itu tersenyum pahit sebab tidak akan bisa mendapat pelayanan ala bintang lima di sini.
"Kak Gre, serius? Ini kan hotel bintang tiga!" protesnya setelah menelusuri tempat ini di internet.
"Serius, Sayang."
"Ih, Kak Gre suka ninggal! Tungguin!" Lagi-lagi bocah berusia delapan tahun tersebut berlari demi mengejar langkah lebar kakaknya. Tak jarang orang-orang di sekitar ikut terkena imbas. Saat itu terjadi, Violet langsung meminta maaf karena menabraknya.
Sementara itu, Casa ternganga di tempat. Mulutnya terbuka setengah. Berkali-kali seseorang tanpa sadar menubruk bahunya. Hampir setiap manusia yang berpapasan selalu menabrak.
Rasanya berbeda ketika pertama kali Grey menabraknya, yang mana menyebabkan tubuh Casa hancur seperti asap. Sekarang dia menembus dan tubuhnya tetap utuh.
***
Negeri Awan.
Keluarga Alto tengah kalut. Salah satu anggotanya menghilang tanpa kabar. Siapa lagi kalau bukan Casa? Anak itu tidak lagi keluar dari kamar setelah bagian kamarnya benar-benar meleleh. Bas baru menyadari hal itu usai pintu kamar Casa menghilang tanpa bekas.
Dia duduk dengan kepala hampir pecah. Bas merasa gagal dalam menjaga adiknya. Kedua orangnya belum mengetahui berita mengerikan ini. Mereka akan sangat sedih.
Alula, sepupu yang paling dekat dengan Casa menyarankan agar masalah tersebut disembunyikan. "Tidak, Bas! Tentang Casa, jangan katakan apa pun ke orang tuamu. Nanti mereka lebih cemas dan pekerjaan mereka justru terganggu. Sebaiknya kita menunggu."
"Tapi, adikku ...."
"Aku tahu perasaanmu. Tenanglah, adikku juga pernah menghilang bahkan selama tiga hari. Tapi alhamdulilah dia bisa kembali dengan selamat." Alula ingin memeluk, kemudian menepuk punggung Bas agar adik sepupunya itu lebih tenang sedikit. Andai saja makhluk awan bisa bersentuhan satu sama lain. Alula juga ingin mengusap air matanya.
"Gimana kalau setelah tiga hari Casa nggak pulang-pulang?" tanya Bas sambil menatap iris biru Alula. Gadis itu prihatin, tetapi tak ada yang bisa dilakukan.
"Jangan begitu, Bas. Kita harus yakin sama Allah. Casa pasti dilindungi sama Sang Pencipta."
Bas menggeleng kuat. Ia bangkit dari kursi berbantal empuk. Tangannya mengepal kuat. "Aku nggak bisa duduk diam menunggu seperti ini. Aku harus nyari Casa."
"Kamu mau cari ke mana?"
"Entah. Ke mana pun itu aku nggak peduli. Asalkan Casa bisa ketemu." Lalu, ia terjun bebas ke bawah. Jelas tujuannya kali ini adalah daratan. Dengan permukaan seluas itu, rasanya mustahil menyusuri bumi dalam waktu singkat. Alula hanya berharap laki-laki tersebut tidak menjelajahi daratan terlalu jauh.
"Astaghfirullah!" Dari arah Selatan, ternyata gumpalan awan cumulonimbus bergerak cepat. Alula menutup mulut, panik. Bas sudah tidak terlihat.
Siapa pun tahu kalau terbang di bawah awan yang sedang menurunkan hujan adalah tindakan paling bodoh. Jika tetesan hujan menyentuh sedikit saja bagian tubuh, bagian tubuhmu yang lain akan melebur dan jatuh bersamaan dengan hujan.
.
.
.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top