16. Sesuatu yang Lain
Jleb!
Tubuh Casa terhuyung ke belakang sambil memeganggi dada kirinya yang terasa nyeri. Gadis itu mengernyitkan alis menahan rasa sakit yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Ini seperti terbakar. Sesuai dugaan sejak awal, bahwa bersentuhan dengan manusia memang buruk.
"Di Negeri Awan, nggak ada yang kayak ini," gumam Casa sembari meneguk saliva susah.
Napas Casa memburu seiring banyak cairan hangat berwarna merah yang keluar dari bekas tusukan tersebut. Warnanya melumuri gaun panjang yang ia kenakan. Jade menusuk tepat di jantung Casa, berharap melihat reaksi makhluk aneh di depannya. Jika dia berasal dari klan manusia serigala atau werewolf, maka segera setelah terkena senjata yang dilumuri getah wolfsbane, perlahan tubuhnya akan berubah menjadi serigala dan mati lemas karena kehabisan darah.
Sekali lagi, Jade memandangi bilah tajam yang ia bawa. Terdapat jejak getah yang sudah pudar bercampur dengan cairan merah. Namun, matanya berkedip satu kali tatkala cairan merah itu seolah terangkat menjadi bagian-bagian terkecil dan menguap, seperti debu yang menyatu dengan udara. Atensinya lalu beralih mengamati sosok di depannya.
Pupil mata Jade menyusut drastis. Ia memandangi Casa dari atas kepala sampai ujung kaki. Semuanya bersih total. Tidak ada cairan merah di bagian dada di mana seharusnya terdapat bekas luka yang ia tinggalkan. Gaunnya juga kembali seperti semula, putih bersih.
Casa mengerjap dua kali saat rasa terbakar di dalam tubuhnya berangsur-angsur tergantikan oleh sensasi dingin. Sensasi ini berpusat di satu titik terdalam, kemudian kian naik untuk menyebar keluar, seolah-olah ia dapat menyembuhkan diri sendiri.
Gadis itu seketika mengangkat kepala. Ia tertegun sambil menatap mata Jade yang tak kalah kaget. Sepertinya dia kesal karena tidak berhasil membunuh mangsanya. Yah, itu terlihat jelas dari sorot mata Jade.
'Kenapa kamu tidak mati?'
Kira-kira seperti itulah yang ingin dia katakan.
"Kamu mau melakukan apa lagi ..?" tanya Casa syok ketika mata Jade menyipit.
Gadis itu melangkah mundur, sedangkan Jade berjalan maju. Sebelah tangannya masih menggenggam erat senjata tajam yang dia gunakan untuk menusuk. Hanya saja, kali ini ia tidak mengolesinya dengan getah wolfsbane. Tanaman wolfsbane memiliki getah mematikan bagi para werewolf. Getah tersebut berfungsi menghambat pemulihan. Sekali luka itu terkena getah, efeknya masih tetap sama dalam jangka waktu satu jam. Selama satu jam itulah, tingkat pemulihan luka mereka tidak akan berjalan secepat biasanya, melainkan hampir sama dengan manusia biasa.
Di masa lalu, pada hari saat sekumpulan serigala menyerbu villa ini, Jade melawan mereka semua sendirian menggunakan pistol berpeluru panah kecil. Ujung panah kecil telah dicelupkan ke getah wolfsbane sekaligus racun pelumpuh, sehingga ia memiliki kesempatan untuk menghabisi para monster itu.
Punggung Casa terbentur sesuatu yang keras. Kepalanya lantas menoleh ke belakang, ternyata ada sebuah dinding atau tembok pembatas ruang yang menghalangi pelariannya. Ia meneguk ludah lagi. Sekarang kemampuan menembusnya sudah hilang, lalu apa yang harus ia lakukan?
Belum sempat berpikir lebih lama, Jade dengan tidak sabar langsung mengarahkan ujung logam tajam tersebut ke arah Casa. Kali ini ia tidak mengincar jantung gadis itu, tetapi sedikit naik ke bagian wajah.
Casa menahan napas beberapa detik saat merasakan gesekan logam dingin menembus bola mata kanannya. Ini bukan dingin menyejukkan yang membuat rasa sakitnya pulih, tetapi dingin yang menusuk.
"Kenapa ...," ucap Casa pelan.
Ia tidak mampu melanjutkan kalimat sebab Jade menarik kembali pisau miliknya. Spontan, Casa menjerit kencang sambil memegangi wajah. Ia memejamkan mata agar tidak melihat benda mengerikan tersebut. Rasanya berkali-kali lipat lebih menyakitkan daripada tusukan yang pertama. Casa terengah-engah, seperti hampir menangis. Ia langsung berlari panik ke sisi tembok yang lain. Ia sangat takut jikalau Jade menyerangnya lagi.
Jade terdiam, termenung memandangi bekas darah yang masih tertinggal di pisau. Sama seperti sebelumnya, bekas darah tersebut terangkat dengan sendirinya menjadi butiran terkecil. Ia lalu menoleh ke posisi Casa berpindah. Gadis itu masih sibuk memegangi wajah, memastikan darahnya tidak tumpah ke lantai. Tapi bahkan sebelum cairan merah itu benar-benar menyentuh lantai, ia seketika menguap hanya karena gesekan angin.
Lelaki itu menyipitkan mata tatkala Casa berhenti menutupi wajahnya. Lalu, ia sedikit terbelalak karena melihat area tusukan yang berlubang, seolah kepala Casa kosong tidak ada isiannya. Jade lalu mengucek mata untuk kemudian memastikan kembali. Lubang menganga tersebut perlahan-lahan menutup dengan sempurna, tanpa bekas sedikit pun.
Detik berikutnya, seorang laki-laki muncul di belakang tubuh Casa. Ia menautkan kedua alis sambil memandangi benda apa yang saudara kembarnya genggam. Tanpa sengaja, ia juga menangkap kerusakan kecil di balik kepala Jade pada bagian tembok.
Jade mengikuti arah pandang Grey dengan melirik sekilas melalui ekor mata. Helaan napas langsung keluar dari mulutnya. Semua serangan tidak mempan pada gadis itu, bahkan tusukan sampai belakang ubun-ubun hanya mampu merusak permukaan tembok.
"Aku tadi dengar teriakan keras dari dapur," ucap Grey khawatir. Tidak, lebih lepatnya, ia penasaran sekaligus merinding.
Grey menelan saliva pahit. Ia merasakan hawa panas di sebelah kiri. Hal ini menandakan bahwa sosok hantu wanita berada sangat dekat dengannya. Ia menatap laki-laki berjarak tiga meter itu, tapi Jade memilih untuk menutup mulutnya rapat-rapat dan tidak berniat menjawab, sementara Casa menggigit bibirnya cemas. Ia hampir lupa kalau suaranya kini dapat terdengar oleh manusia.
Jade lalu melangkah pelan mendekati tempat Grey dan Casa berdiri, membuat bahu gadis itu menegang. Mata hijaunya terang-terangan menatap kedua manik Casa. Si empu ketakutan sebab keberanian manusia lelaki yang satu ini dalam membunuh makhluk hidup begitu .
Di Negeri Awan, itu sangat dilarang. Tidak. Bahkan mereka sendiri--penduduk Negeri Awan--sangat asing dengan rasa sakit. Mungkin penyiksaan dapat terjadi jikalau ada yang melanggar aturan, biasanya mereka akan disambar petir. Namun Casa belum pernah dihukum sambar petir. Ia tidak tertarik melanggar peraturan sedikit pun. Karena musim hujan membuat Casa kelelahan, ia hanya sedikit melalaikan nasihat kakaknya untuk segera membangun dan mencari tempat baru. Juga tidak menyangka bahwa kutukan melegenda itu nyata.
Apakah rasa sakit sebagai manusia adalah hukuman?
Dada kirinya masih berdenyut nyeri sampai sekarang. Tanpa sadar, Casa memegang bekas tusukan oleh Jade. Yang tadi benar-benar menyakitkan.
"Hei--" Grey kehabisan ide saat Jade melewatinya begitu saja.
Tiba-tiba, buluk kuduk di lengannya berdiri. Mata Grey mengamati setiap sudut dapur dengan perasaan campur aduk antara bingung, ngeri, takut, dan penasaran. Ia bingung kenapa Jade membawa sebilah pisau, ngeri apabila seekor serigala betina menerobos masuk, takut kalau hantu wanita itu berkelahi dengan Jade, dan penasaran siapakah yang menang?
Tapi melihat Jade yang baik-baik saja, sepertinya dia tidak kalah.
"Sssh," desis Grey seraya meraba dada kiri. "Kenapa dadaku ngilu, ya?"
Ia menelengkan kepala sebab denyut jantungnya terasa sempit, seolah terhimpit tulang rusuk atau sesuatu yang lain.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top