14. Bayangan yang Tampak
Gadis berambut sebahu memiringkan kepala. Saat ia baru saja melewati cermin, muncul bayangan melintas di dalamnya yang mana mengikuti pergerakan Casa. Bayangan itu berwarna putih bercahaya serta menyilaukan. Casa pun mundur kembali dan menghadap benda mengkilap tersebut untuk memperhatikan lebih jeli. Ternyata bayangan putih tadi merupakan pantulan Casa sendiri.
'Wah, i-ini aku?' batinnya kagum sekaligus merinding. Jemari lentik itu terulur menyentuh permukaan cermin. Bayangan tersebut belum seutuhnya menjadi manusia.
Selama beberapa detik, Casa terpana dengan penampilannya dalam perubahan wujud baru. Ia memiliki mata biru kehijauan, seperti perpaduan antara warna samudera dan daratan. Persis warna bumi. Mungkin karena ia sudah bersentuhan dengan manusia yang notabene penduduk bumi, maka yang awalnya biru terang kini mendapat unsur warna tambahan sebagai unsur alam.
'Eh? Ke mana perginya?' Casa mengernyit, meraba-raba permukaan cermin ketika bayangannya menghilang begitu saja tanpa pamit.
Violet menghela napas. "Kayaknya kuntilanaknya muncul karena Kak Gre lupa baca taawuz," katanya kecewa.
Rahang Grey serasa mau jatuh. Namun, ia tetap mengikuti perkataan sang adik. "Iya kayaknya. Maaf, ya, Kakak salah."
"Kenapa bisa lupa?"
"Namanya juga manusia, Vio. Kamu juga tadi nggak ngingetin."
"Tadi kuntilanaknya di belakang Kak Gre. Di situ."
Mendengar kuntilanak disebut-sebut, Casa spontan menoleh. 'Itu aku!' batinnya merasa terpanggil. Perasaannya tidak nyaman tatkala telunjuk Violet masih mengarah ke posisi di mana Casa berdiri. Dia menelan saliva pahit. Apakah penampakannya ketahuan lagi?
Grey mengikuti ujung telunjuk Violet dengan wajah memucat drastis. "Ah, kuntilanak—"
"Vio takut, Kak ...," rengek Violet menekuk jari telunjuk. Ia memeluk selimut dengan erat sambil mengintip raut wajah Grey yang dibanjiri keringat.
"Ja-jangan takut. Kan ada Kakak. Kamu tidur aja, gih! Kakak temenin sampai merem."
"Iya, tapi Vio masih takut lihat kaca."
Kemudian Grey mengangkat meja rias yang berhadapan langsung dengan ranjang queensize milik Violet. Laki-laki berambut hitam tersebut mengubah posisi cermin dari yang darinya ke depan, menjadi ke arah tembok. Tangannya gemetar.
"Makasih, Kak Gre." Violet tersenyum memperlihatkan deretan gigi yang rapi.
Grey mengangguk singkat. Saat mendekati meja rias, tubuhnya panas seakan-akan berada di ruang sauna. Hawa panas yang sama seperti yang pernah Grey rasakan saat di menyetir mobil, ganti baju di hotel, maupun mencari es batu di dapur.
Gadis itu hanya menggembungkan pipi kesal. Ia jadi tidak bisa melihat wujud manusianya lagi. Menampakkan diri atau tidak merupakan kemampuan di luar kendali. Sangat jarang bagi Casa mempertahankan penampakannya sebagai manusia, tapi gadis berambut perak tersebut tahu bahwa lambat laun dia akan berubah 100% menjadi manusia.
Ia memilih duduk melantai di sebelah Grey, menatap wajah damai Violet dari sisi samping sambil menunggu ketidakpastian dari kakaknya—Bas.
"Huft ...." Casa mendesah singkat sebab merasa kedinginan.
Matanya melirik pada sosok lelaki itu yang mengenakan baju tipis. Kondisi Grey berbeda jauh dengan Casa. Dia justru seperti mandi keringat saking panasnya.
Setelah terdengar napas halus khas orang tertidur, Grey pun bangkit dari kursi dan berjalan pelan menuju tepian jendela. Ia masih merasakan hawa panas di punggung. Grey tetap berjalan setenang mungkin dengan wajah dipenuhi tetes keringat.
"Aku ingin mandi," gumamnya sambil memandang ke arah luar.
Casa mengeryit heran. 'Lagi? Yang benar saja ... dia ini senang sekali pergi ke tempat berair. Apa itu semacam hobi uji nyali?'
Lalu Grey meraih knop pintu di dekatnya dan memutarnya dengan perlahan. Ia meneguk ludah. Selama beberapa detik, Grey tampak kesulitan untuk membuka kamar mandi.
'Cowok ini kenapa masih berdiri di sini? Apa pintunya rusak?' batin Casa yang sejak tadi memperhatikan. Tanpa sadar kakinya melangkah maju.
"Sial," umpat Grey sambil berbalik.
Tindakan yang dia lakukan secara tiba-tiba, membuat Casa berjengkit dan refleks menghentikan langkah.
'Astagfirullah, kaget. Kalau mau balik badan minimal kasih kode dulu nggak, sih?' batinnya sambil mengelus dada.
Casa menyipitkan mata, menatap curam ekspresi Grey yang juga sama tajamnya. Hampir saja bagian tubuh mereka saling bertubrukan. Namun, hal yang paling mengagetkan adalah respon laki-laki di depannya.
Grey sedikit menunduk seraya menatap tepat ke bawah, seolah mengetahui bahwa keberadaan Casa memang di sana. "Aku ingin mandi."
'Eh?' Casa melebarkan mata. Dia berbicara seolah melihat sesuatu. "Kamu bisa melihatku?" tanya Casa memastikan.
Grey tidak menjawab. Ia hanya mengalihkan pandangan ke arah jendela dan berkata, "Jangan ikuti aku."
Sebelah tangannya yang daritadi menahan knop pintu kamar mandi, kini dapat mendorongnya. Dia lalu meninggalkan Casa dengan tanda tanya. Gadis itu mematung saat pintu di depannya menutup dengan keras. Matanya masih terbelalak.
"Dia serius?" monolog Casa sambil menangkup wajah tak percaya. Akhirnya gadis itu menunggu di luar seperti sebelumnya.
Casa mengembuskan napas gusar. Sebenarnya ia takut kalau semisal terkena air dan mati, tetapi akan lebih menakutkan kalau harus hidup tanpa memiliki inti awan. Mau tak mau Casa mengikuti Grey ke mana pun itu.
Bahkan setelah mengikuti sejauh ini, Casa terkadang menggigit bibir cemas saat cahaya biru pada dada Grey nyaris menghilang. Ia perlu mendekat agar cahaya inti awan tetap bersinar.
Tapi, bagaimana?
Sekarang tubuhnya tidak bisa menembus benda padat lagi. Grey telah masuk ke kamar mandi sendirian sementara Casa berdiri di sini tanpa tahu keadaan inti awan miliknya. Ia belum mengerti konsekuensi yang akan didapat jika sinar tersebut benar-benar menghilang. Apa yang akan terjadi? Casa tertunduk sendu memikirkan jawaban dari pertanyaan itu.
Lima belas menit berlalu, tetapi Grey tak kunjung keluar. "Kenapa lama sekali?" gerutu Casa sambil berjalan mondar-mandir. Ia merasakan energi hatinya melemah.
Sangat lemah.
Ceklek!
Casa lekas menoleh ke sumber suara. Kali ini Grey tampak lebih segar daripada sebelumnya. Ia mengenakan baju yang sama seperti tadi siang dan beberapa bagian bajunya terlihat basah. Dia lupa membawa handuk karena saking gugupnya.
"Kamu bisa melihatku, kan?" tanya Casa sekali lagi.
"Aku nggak tahu apa tujuanmu, tapi tolong jangan ganggu aku," ucapnya tanpa memandang manik Casa. Dari hawa panas yang tiba-tiba menyambut begitu keluar dari kamar mandi, Grey langsung tahu posisi hantu wanita tersebut.
Casa ternganga. "Wah, sepertinya kamu nggak bisa melihatku, tapi bisa mendengarku ya?"
"Pergi," ucapnya dingin.
"Nggak bisa, Grey." Ia pun menyentuh dada Grey dengan telapak tangan guna mengecek keadaan inti awan. "Di sini. Aku harus mengambil apa yang sudah kamu curi."
Seketika orang yang disentuh menegang. Wajahnya menjadi pucat tanpa setetes darah pun. Perubahan sedrastis itu membuat Casa kebingungan.
"Manusia, kamu kenapa?" Casa melambaikan tangan ke mata Grey. Namun, yang laki-laki itu rasakan hanya sapuan angin panas menerpa wajahnya dengan lembut.
.
.
.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top