13. Kebohongan yang Kecil
Yang benar saja?
Tidak mungkin Jade bisa melihatnya, kan? Casa menggeleng kuat, berpikir bahwa itu mustahil.
Ia lekas menyusul Grey yang membawa Violet ke dalam kamar. Langkahnya ketika melewati tirai kerang kembali menimbulkan bunyi 'krincing!'. Sejenak, ia lupa kalau kemampuan menembus benda padat telah hilang. Casa menepuk jidatnya sekeras mungkin.
Lagi-lagi, dua makhluk di dalam sana menoleh ke arahnya. Violet bergidik ngeri. "Ih, masa tirainya gerak sendiri!"
Grey menghela napas. Mengacak-acak rambut Violet, sehingga gadis tersebut menggembungkan pipi kesal. "Tadi kita kan habis lewat situ. Wajar kalau tirainya gerak. Jangan mikir aneh-aneh," ujarnya.
Casa ikut bernapas lega. Syukurlah, kehadirannya masih belum terekspos. Violet adalah manusia paling peka di antara orang-orang yang pernah Casa temui di rumah ini. Rasanya semakin lama semakin sulit berada di sisi Grey setiap saat. Casa pun menoleh pada jendela berharap kedua kakak tersayangnya muncul dari sana.
Nihil. Langit kian gelap tak pernah bosan menumpahkan air hujan. Terlalu beresiko bagi makhluk awan turun ke bumi. Musim penghujan disebut juga musim kematian karena banyak makhluk awan yang tewas terguyur hujan.
'Kapan hujan berhenti? Dan kapan Kak Bas balik lagi?' batin Casa bertanya-tanya. Sebelum mereka berdua datang, mungkin sebaiknya ia juga mengatur jarak dari manusia agar tidak ketahuan.
Grey menarik selimut tebal hingga menutup leher Violet. Hangat. "Istirahat."
"Tunggu. Kak Gre mau ke mana?" Violet menyibak selimut tersebut, membuat laki-laki di depannya menarik napas.
"Ke dapur."
"Bohong! Kak Gre pasti mau pukulin Kak Jade lagi. Vio bilang berhenti, Kak. Jangan marahin Kak Jade."
Grey memutar mata, lalu mendorong bahu Violet agar kembali berbaring. "Kakak nggak marah, oke? Kamu istirahat. Tidur. Kakak mau bawakan susu sama makanan boost penambah darah. Kamu sadar nggak kalau udah kehilangan banyak?"
Violet menggeleng pelan. "Vio nggak lapar. Kak Gre tetap di sini aja menemani Vio istirahat," pintanya dengan suara lemah. Kepalanya agak pusing.
Grey menatap tangan mungil memegang erat pergelangan tangannya. "Oke, tapi kamu harus tidur."
"Iya." Violet menganguk.
Lalu ia mengambil kursi rias agar bisa duduk di samping tempat tidur Violet. Gadis cilik itu baru bisa meletakkan kepala dengan nyaman. Sambil melihat Grey duduk menyilangkan kakinya yang panjang, di tangannya terdapat benda pipih menyala terang, Violet sedikit penasaran dengan apa yang ditonton oleh Grey.
"Kak Gre nonton apa?"
"Ssst! Tidur." Grey menempelkan jari telunjuk ke bibir tanpa mengalihkan pandangan. Alisnya mengernyit heran sambil memandangi layar ponsel berwarna hitam.
Ia sengaja mengubah tampilan latar menjadi warna gelap, lalu dicerahkan semaksimal mungkin untuk menengok makhluk astral yang membuntutinya. Sungguh, Grey tidak pernah mengabaikan suara-suara di belakang. Ia juga tidak pernah menyangka bayangan makhluk tersebut akan tertangkap oleh layar ponsel. Pasalnya, bayangan makhluk halus ini seolah raib jika disorot lensa kamera.
"Kak Gre."
Grey terhenyak. "Nggak nonton apa-apa," jawabnya mematikan ponsel. Bahkan menyembunyikan benda tersebut ke belakang kursi.
Hal itu membuat Violet memiringkan bibir. "Dih, Vio juga mau lihat!"
"Nggak boleh, Sayang!" Grey berdiri karena adiknya menjulurkan tangan berusaha menggapai.
"Kenapa?" tanya Violet melayangkan tatapan protes.
"Kamu masih lemes. Belum boleh terpapar radiasi terlalu lama. Sana tidur dulu, gih! Pulihin energi."
"Hih, tapi Vio seharian ini kan belum main hape. Lagian Kak Gre nontonin apa sampai bikin Vio penasaran saking sepanengnya?"
"Sementara nggak usah kepo." Grey takut kalau semisal Violet melihat bayangan itu, dia malah berteriak histeris dan pingsan.
"Apa, sih? Jangan-jangan nonton anu, ya, makanya Vio nggak boleh lihat?" tebaknya sinis.
Grey mengelus dada. Sepulang dari hotel, entah kenapa adiknya semakin sensitif seperti Bianca saat lagi PMS. Omong-omong, Bianca adalah sepupunya dari pihak ibu.
"Astaghfirullah. Kakak cuma nonton tutorial dan trik cepat menghapal ayat Al-quran," dalihnya bohong.
"Ah, masa?" Violet menyipitkan mata tak percaya. Tumben sekali kakak keduanya ini tobat. "Memangnya Kak Gre mau hapalin surat apa?"
"Mau hapalin Al-Baqarah," jawab Grey asal.
"Hah, Al-Baqarah? Memang Kak Gre bisa? Al-Baqarah, kan, panjang banget sampai tiga juz? Orang Kak Gre juz amma aja belum hapal."
Jleb!
Grey menoel hidung Violet gemas. "Nggak semuanya. Kakak mencoba hapalin Al-Baqarah ayat 255 aja. Yang bagian ayat kursi. Katanya kalau kita baca ayat ini, nanti jin dan setan pada lari."
"Kalau begitu, coba Kak Gre bacain sekarang."
"Se-sekarang?"
Violet menganguk dua kali sambil tersebut licik. "Iya, sekarang." Jelas sekali kalau kakaknya itu tukang tipu.
"Ugh, tapi Vio ...." Grey menggaruk tengkuk yang tidak gatal.
"Kan cuma baca, Kak Gre, belum hapalan. Please ...." Violet memasang mata berbinar, tangannya menyatu, membuat Grey tak tega menolak.
Laki-laki bermanik abu itu setengah tertawa. "S-sebentar, Kakak cari dulu ayatnya."
Ia meneguk ludah. Setelah ayat kursinya ketemu, Grey pun segera membacakan per huruf meski dengan terbata-bata. Dia tampak kesulitan, tapi berusaha menyelesaikan hingga kata terakhir. Violet harus menggigit pipi bagian dalam untuk menahan tawa.
Sekelebat bayangan putih melintas cepat di belakang punggung Grey, seketika membuat Violet mematung. Gadis itu mengerjapkan mata dua kali. Jatungnya berdegup kencang.
Ia mengalihkan atensi ke cermin yang terpasang tegak di meja rias. Terpantul sosok wanita serba putih. Dia tengah menghadap cermin yang mana Violet hanya mampu melihat bagian belakang wanita tersebut.
Rambut seputih salju, gaun secerah bulan, dan kulit sebening awan. Penampilan yang seharusnya cantik bagaikan bidadari musim dingin, justru membuat Violet bersembunyi di balik selimut. Tubuhnya mengigil.
"Vio, hei, ada apa?" tanya Grey khawatir, menyentuh pelan selimut tersebut, tetapi ditepis oleh tangan Violet. "Kamu kenapa lagi?"
Violet menggeleng di balik selimut. Tentu saja, Grey tak bisa melihatnya.
Ia hanya tahu bahwa Violet sedang ketakutan. Dia enggan membuka mulut tentang sumber ketakutannya tersebut. Sebelum menutup seluruh tubuh dengan selimut, Violet sempat membeliakkan mata seolah melihat hantu.
Tunggu ....
Hantu? Tercipta beberapa lipatan di dahi pemuda tersebut.
Grey langsung menoleh. Namun sesuai dugaan, dia masih tak bisa melihat apa pun selain cermin yang menampakkan bayangan laki-laki jakung berambut hitam, bermata abu-abu, dan tubuhnya berbalut kaos putih polos dengan bawahan celana jeans. Itu adalah bayangannya sendiri. Terdengar suara decakan dari mulut Grey.
'Hantu sialan!' batinnya kesal.
Pasti hantu wanita yang mengikuti Grey telah memperlihatkan wujud mengerikannya kepada Violet. Tak bisa terus dibiarkan seperti ini!
"Vio," panggil Grey lembut. "Jangan takut. Ada Kakak di sini."
Perlahan, wajah Violet menyembul dari samping. Ia melirik gelisah kesana-kemari mencari sosok hantu putih. Sosok tersebut sudah menghilang entah ke mana.
Violet menelan saliva susah. "Tadi Violet lihat kuntilanak di situ," cicitnya sambil menunjuk ke arah cermin.
.
.
.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top