19

Nina mengambang di atas sungai dengan mata terbuka. Tangannya terbuka horizontal, membuatnya seperti salib rosario yang jatuh ke sungai. Kulitnya pucat dan nadinya membiru, bibirnya mulai kehilangan warna merah muda yang segar, tetapi, pandangannya masih hidup.

Matanya menangkap salju yang menghujani tubuhnya, seperti bunga-bunga dan tanah yang akan ditebar saat peti kematiannya turun ke dalam tanah. Kemudian, seseorang datang, siapa itu? Nina yang tubuhnya mati tidak tahu siapa dia.

Pelayat?

Bukan, sesuatu di dalam kesadaran jiwanya yang belum pergi dari tubuh dinginnya menjawab demikian. Seseorang yang hanya terlihat hitam itu berhenti di tepi pembatas jembatan, sepertinya dia memandangi Nina. Siapa tubuh yang sedang tergolek di sungai itu? Seseorang itu mungkin sedang bertanya-tanya.

Manik mata Nina membulat saat tahu seseorang itu terlihat seperti menaiki jembatan. Kemudian tubuhnya condong ke depan, dan jatuh. Bayangan hitam itu perlahan mendekat ke arah tubuhnya yang telentang dan mengapung di sungai yang tenang.

Warna hitamnya perlahan memudar, tergantikan dengan warna putih pucat dan nadi kebiruan yang membuat kulitnya retak-retak. Perlahan, Nina menangkap wajah seorang pria dengan rahang tegas dan berambut cepak, dengan mata dan mulut yang tertutup.

Nina mengenalnya, wajah itu ... pria yang ia temukan berada di tempat yang sama dengan Nyonya Eva. Gadis itu rasanya ingin berlari dan berteriak, tetapi tubuhnya sudah mati, ia tidak bisa bergerak-jiwanya yang masih hidup, meronta.

Tepat satu meter di atasnya, mata dan mulutnya terbuka, menyemburkan ratusan belatung yang menyerbu wajahnya hingga Nina bangun dengan keadaan mandi keringat dan dengan napas terengah-engah, serta asam lambung yang perlahan naik ke kerongkongannya.

Ia segera beranjak dari kasur, memutar kenop dan menarik daun pintu seiring ia mendorong tubuhnya keluar kamar.

"Nina?"

Mengabaikan panggilan Ibunya, ia berbelok ke kamar mandi dan mendudukkan diri di depan kloset.

"Kau kenapa?" Ibunya segera mengelus punggung Nina seiring gadis itu muntah ke dalam kloset.

"Oke ... oke ...," ujar Nina setelah menekan flush.

*

"Berita itu sepertinya sudah menyebar," ujar Ibunya.

"Lalu?"

"Di luar sepertinya ada wartawan." Nina menurunkan alat makannya, meletakkan kentang tumbuk kembali ke piring.

"Jangan khawatir, Ibu sudah bilang, bahwa Ibu akan melindungimu." Wanita itu tersenyum. "Ibu akan bekerja untuk yang terakhir, sebelum mengambil cuti untuk mendampingimu di tempat rehabilitasi. Sampai jam makan siang, aku akan mengunci apartemen sehingga kau tak perlu keluar dan menemui mereka."

Ah itu lah yang gawat.

Nina menunduk memandangi sebelah tangannya yang bergetar pelan. Ada dua agenda yang harus ia jalankan hari ini, dan itu menuntutnya untuk keluar apartemen, setidaknya, ia harus tahu ini sebelum beranjak ke tempat rehabilitasi.

Namun, Deviarty ... apa dia bisa dipercaya?

"Makanlah." Ibunya menggenggam tangan Nina yang bergetar.

Satu kebohongan lagi, rasanya tak masalah, 'kan?

*

Nina menunggu selama satu jam tepat setelah pintu apartemennya dikunci dari luar. Entah apa yang ada di pikiran Nina, setelah mendengar suara kunci yang diputar, ia justru berdoa dan doanya dikabulkan.

Gadis itu merabai mantel dan menemukan kunci apartemen masih berada bersamanya. Apakah Ibunya terlalu optimis bahwa Nina tidak akan keluar? Sayangnya tidak. Nina sudah memikirkan bahwa ia akan pergi mengendap-endap ke arah hutan yang berjarak sepuluh meter dari belakang apartemennya.

Nina menemukan ada lima orang mencurigakan di bawah, entah apakah itu dari kepolisian atau wartawan.

Satu helaan napas dan ia siap berangkat.

Gadis itu mengambil mantel dengan warna yang berbeda lalu segera menjalankan rencananya. Nina punya waktu hingga makan siang, tetapi, ia tak mau mengambil risiko jika tiba-tiba saja ibunya pulang dan menemukan ia keluar. Jadi Nina mempersempit waktunya hingga dua jam. Siap atau tidak, Nina harus berlari dengan kaki pincangnya menuju halte, menemui siapapun itu Deviarty.

Setelah memasuki hutan dan menemui jalan raya lagi, ia segera berlari ke tempat yang seharusnya menjadi tempat kematiannya.

*

Berlari dengan kaki pincang membuat Nina kesulitan, gadis itu telah menerima risikonya. Masalahnya adalah siapapun itu Deviarty, rasanya Nina telah menemukannya.

Laki-laki, dan rasa dihujani jarum itu kembali menyerang tubuhnya, sekaligus menyalakan tombol trauma untuk kembali membuat tangannya yang bergetar terasa kesakitan.

Berbalik? Atau ia harus lanjut berjalan? Nina melambatkan laju kakinya, ragu kembali menyergapnya. Dia hanya sendirian di sini, hanya ada dia dan laki-laki misterius itu.

Sebenarnya, ini tidak baik.

Nina berhenti melangkah, jantungnya berdegup kencang saat tahu laki-laki itu menambah kecepatannya-hampir berlari-mendekatinya.

Sungguh, ini tidak baik. Aku harus berba-

"L'homme est condamne ...."

Laki-laki itu sudah berada di samping Nina, membuat Nina hanya membeku tanpa bisa menutup mulutnya.

"L'homme est condamne ...." Suara berat yang terdengar keluar dari masker kembali terucap.

Gadis itu menghela napas.

"A-a etre libre."

"Jangan berbalik, ulurkan tanganmu."

Masih di posisinya, Nina membuka tangannya yang terus bergetar. Sebuah kertas terasa diletakkan di telapak tangannya dan tangan kasar lelaki itu menutup jemari Nina. Sejenak gadis itu terkejut, traumanya belum benar-benar hilang.

"Baca itu dan selamat tingg-maksudku, sampai jumpa kembali."

Laki-laki yang anggap saja bernama Deviarty itu berjalan menjauh, satu menit kemudian barulah tubuh Nina melemas, ia mendapati selembar kertas yang terlipat di tangannya.

Waktu terus berjalan.

Memutuskan untuk membacanya nanti, Nina berbalik arah ke arah hutan dan menuju ke satu tempat terakhir: apotek milik Gustav.

*

Apotek milik Gustav cukup mudah ditemui karena hanya satu-satunya di Dawson Pass. Sepengetahuan Nina, rumah milik Gustav juga menjadi satu dengan apotek, hanya tinggal berjalan ke sebelah kanan atau masuk dari belakang.
Nina sampai di depan apotek yang dibatasi garis polisi, dibalik pintu kacanya pun ditutup pintu besi.

Gadis itu tidak ada ide harus masuk lewat mana karena Pak Tua itu bodoh sekali tak memberikan kunci. Namun, matanya melihat gundukan salju yang sepertinya sengaja disingkirkan dari salah satu pot.

Nina mengulurkan tangannya, mengangkat pot berbunga layu itu dan menemukan sebuah lubang di tanah, tertanam pipa berdiameter dua inci dan sedalam lima sentimeter. Telunjuknya masuk untuk mengambil ring gantungan kunci.

"Oh, ralat, Pak Tua itu pintar."

Memastikan keadaam sekitar sepi, ia tanpa ragu memutar kunci dan masuk ke dalam rumah Gustav. Sepengetahuan Nina, Gustav adalah seorang perjaka tua, jadi dia yakin tak ada siapapun di sana.

Setelah membaca kertas pemberian Gustav, ia tahu kalau ia harus menuju bagian dapur rumah yang ada di belakang dengan patio lebar. Di bawah pencuci piring, ia membuka kabinet dan berinisiatif mengetuk lantai, hingga ia menemukan bagian yang berbunyi tepat di sebelah pipa.

Nina mengangkat penutup yang menyaru dengan lantai semen, mengambil sebuah ponsel. Matanya memandang benda pipih itu kebingungan, tapi, layar kunci di ponsel itu terdapat tulisan yang mengarahkannya pada sebuah aplikasi.

Ah, Nina tak punya banyak waktu. Gadis itu mengantongi ponsel dan segera kembali, memutuskan membaca semuanya di rumah.

*

Ibu Nina sedang memasak bubur di dapur, sementara Nina sedang menata piring dan meja. Namun, pikirannya tidak berada di tempat. Tidur siang tadi, ia sempatkan membaca apa yang ada di ponsel dan secarik kertas yang diberikan Deviarty-

"Nina." Panggilan Ibunya membuat ia menjatuhkan botol semprot pembersih meja.

"Ups!" Nina buru-buru mengambilnya. "Ya?"

"Opsir Markus menghubungiku, kau akan diantar ke tempat rehabilitasi besok-oh, dan Ibu dikirim beberapa foto darinya, tidak terlalu buruk."

"Besok?"

"Ya, kuharap kau bisa menjalani prosesnya." Ibu Nina tersenyum, sementara Nina hanya bisa memandang jendela apartemen dengan penuh keraguan.

Apakah ia harus melapor pada Markus besok? Apakah benar "dia" pembunuhnya? Apakah ... Nina harus memastikannya sekali lagi?

*

Daaaan, kukira cerita ini bisa tamat tanggal 26 Desember 2018 :") but due to our laziness, liburan malah kami ga ngetik-ngetik, yha. Jadi, bab 20 + epilog akan update tanggal 28 Desember 2018!

Btw, sudah tahu siapa pembunuhnya? Ada yang berhasil menebak?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top