BAB 17
BAB 17
"Kemarilah! Kau tidak merindukan aku?" Ucapnya tersenyum seraya merentangkan kedua tangan.
Seketika Yuju tak tahan untuk tidak berhambur memeluk Yoseob. Gadis itu menangis keras dipelukan Yoseob. Dan membuat Yoseob bingung dan bertanya-tanya.
"Kau ini kenapa?" Yoseob membelai lembut pundak Yuju agar tangisannya segera mereda.
"Maaf, " Ucapnya sesingkat mungkin.
Yuju menyentuh pipi Yoseob dan melihat dengan lamat kemerahan yang ada pada Yoseob. Tangannya terlihat sibuk memutar-mutar kepala pria itu hingga merasa risih.
"Berhentilah melakukan itu!"
Yuju tak menggubris, matanya masih fokus menatap Yoseob. Tangannya kini beralih ke dahi untuk memeriksa suhu tubuhnya.
"Jangan menatapku seperti itu! Atau kau akan tahu hukumannya." Ucap Yoseob dengan seringai menggoda. Tentu saja hukumannya bukanlah sembarang hukuman.
"Seharusnya kau bilang sejak awal kalau kau tidak boleh mengkonsumsi susu."
"Aku tidak mau membuatmu kecewa dengan menolak apa yang susah kau buat dengan tanganmu sendiri."
"Tapi tidak seperti ini. Kau tau? Aku merasa sangat bersalah."
"Sudahlah lupakan, sekarang kau sudah tau kan?"
"Tapi sampai berapa hari kau berada di tempat membosankan seperti ini?"
"Dokter bilang dalam tiga hari ke depan aku diperbolehkan pulang. Jadi untuk hari itu kau jangan coba macam-macam, jangan coba-coba dekat dengan dengan pria lain selain aku."
Yuju terpingkal mendengar peringatan yang serta merta keluar dari mulut Yoseob. "Kalau begitu kau harus sembuh lebih cepat dari perkiraan Dokter."
"Yang penting kau datang menemuiku setiap hari atau aku akan semakin sakit karena merindukanmu."
"Mana bisa itu kau jadikan alasan. Kau ini benar-benar."
Yoseob terkekeh sejenak, kemudian bola matanya menatap manik hitam milik Yuju hingga merasa tatapan mata Yuju itu menembus jantungnya yang paling dalam.
"Aku sangat menyayangimu. Berjanjilah untuk selalu memberikan tatapan dan senyuman itu padaku dalam situasi apapun."
Yuju mengangguk tersenyum,amat menentramkan mendengar perkataan Yoseob baru saja. Bukan hanya sekali, tetapi setiap kata sayang yang diucapkannya selalu mendamaikan hatinya meski dalam suasana gundah gulana.
"Chup"
Tanpa aba-aba Yuju tiba-tiba mendaratkan bibirnya pada pipi Yoseob. Entah dari mana ia mengumpulkan keberanian untuk melakukan hal itu.
Yoseob terpaku. Serasa jiwanya menggelembung serta melayang. Tak sempat berkedip seolah tak ada waktu meski sedetik. Pria itu benar-benar mematung sekarang. Tak menyangka Yuju akan melakukannya lebih dulu.
Karena apa yang baru saja Yuju lakukan, kini keduanya saling berpaling wajah canggung. Tak bisa berkata-kata seolah kehabisan topik.
Beruntung Bibi Yang datang menenteng kresek berlogo makanan dan memecah suasana canggung di antara keduanya.
****
Waktu demi waktu yang terlewati kini menjadi masa lalu yang kadang dapat kembali ditengok ketika memory itu berputar secara otomatis. Baik atau buruknya tak akan hilang begitu saja. Akan selamanya tersimpan dalam kotak kenangan. Beruntungnya hubungan mereka dalam beberapa bulan ini tak ada hambatan. Begitu banyak tawa dan kebahagian yang terisi di dalamnya. Semoga terus seperti ini.
Musim dingin kembali membungkus kota Seoul. Salju pertama yang turun disambut antusias oleh Yuju yang baru saja turun dari Bus. Ia tak sendiri, dan tentu saja hari-harinya dalam beberapa waktu belakangan ini jalani bersama si pemilik hati.
Mereka sekarang sudah naik ke kelas Tiga. Dan beruntungnya mereka tetap bisa sekelas. Yang berbeda hanyalah tempat duduk mereka. Jika saat kelas dua Yuju dan Yoseob duduk bersebelahan, kini ada Eunha yang menggeser posisi Yoseob.
Ya, karena prestasinya yang lumayan meningkat maka Dewan Guru memindahkan Eunha ke kelas A. Tempat murid yang dengan prestasi yang patut diberi jempol.
Dan tentu saja dengan suka hati Yuju ingin duduk bersebelahan dengan Eunha. Membicarakan banyak hal yang tak ada habisnya ketika jam kosong bersama sahabat. Membahas komik baru favorit yang baru dirilis.
Tapi tak berlaku untuk Yoseob. Ia merasa bosan karena terkadang menjadi obat nyamuk ketika melihat Yuju dan Eunha membicarakan hal yang menurutnya membosankan. Yang namanya dua orang gadis yang sudah bersahabat kental sejak kecil, mereka tidak akan kehabisan topik untuk dibahas.
Dan kelas Fisika nampak semakin membosankan. Bukan lantaran itu pelajaran yang tak disukai, Yoseob memang terlihat jarang memperhatikan pelajaran, tetapi ia selalu menjawab tangkas soal-soal tanpa mengingat-ingat rumus-rumusnya. Tetapi yang membuat ia merasa bosan ketika mendengar ocehan Guru Hang ketika menerangkan di depan papan.
Yoseob meletakkan dagunya di atas meja. Mengabaikan suara lantang Guru Hang menerangkan pelajaran. Beruntungnya Yoseob tak benar-benar tertendang jauh dari tempat duduk Yuju. Pria itu duduk di belakang Yuju dan sangat leluasa matanya menatap punggung dan rambut panjang Yuju yang lurus teruai. Nampak hitam dan juga lembut. Dan satu lagi, aroma shampo strobery yang sering ia hirup ketika mereka berdua sedang menghabiskan waktu bersama. Style rambut yang amat pasaran, tetapi Yoseob tak pernah merasa bosan.
Iseng, tangan Yoseob mengurai rambut Yuju yang panjang dan meletakkan separuh rambut itu di atas mejanya. Memain-mainkannya seolah menghitungnya satu persatu. (Yoseob kurang kerjaan)
Hal itu membuat Yuju menoleh. Ia heran dengan apa yang dilakukan oleh Yoseob. Tetapi mereka saling menyunggingkan senyumnya, sebab ia tak mungkin berbicara di saat Guru Hang berceloteh. Bisa-bisa ia divonis menyikat toilet seluruh sekolah.
****
"Kau lihat ini?"
Eunha menggoyang-goyangkan buku kecil bergambar ke depan wajah Yuju saat mereka duduk di perpustakaan sekolah. Eunha selalu antusias dengan buku cerita bergambar bernama komik.
"Aku baru mendapatkannya kemarin sore."
Yuju, gadis itu juga suka membaca komik tapi hanya bermodalkan pinjam. Malas membeli sendiri sebab ia tak begitu suka mengkoleksi. Dan alasan lainnya karena ada sahabatnya yang lebih menggilai komik daripada dirinya.
"Aku pinjam sebentar." Ucapnya sambil mengambil alih komik itu dari tangan Eunha.
"Apa?" Eunha terbelalak. Ia menyesal telah memamerkan komik itu pada Yuju. Pasalnya komik itu masih terbungkus plastik dan bersegel. Tentu saja belum tahu isinya.
"Kau ini, seperti belum tahu diriku."
"Hey! Aku bahkan belum membacanya." Ia merebut kembali komik tersebut dari tangan Yuju.
"Mengalahlah pada gadis manis sepertiku!"
"Kau ini benar-benar payah."
"Nanti kutraktir kau Jajangmyeon."
"Aku sedang diet."
"Berapa berat badanmu? Kau mau jadi tiang listrik?"
"Berat badanku naik lagi 3 ons."
"Hanya itu? Berat badanmu naik 3 ons kau terobsesi untuk diet? Kau tidak sayang? Aku akan mentraktirmu, Mie lada hitam dengan saus pasta kedelai yang pedas." Yuju menyeringai mencoba mengelabuhi serta mempengaruhi pikiran Eunha.
"Berhentilah melakukan itu." Eunha menimpuk kepala Yuju dengan komik tersebut.
"Satu minggu. Kau harus selesai membacanya satu minggu."
Yuju menyeringai serta menyanggupi.
*****
Malam ini salju turun lagi. Atap-atap rumah nampak terlihat tertutup kristal es sepenuhnya. Yuju duduk kursi dekat jendela kamarnya. Ditemani coklat panas yang masih mengepul menguapkan aroma nikmat. Bola matanya sesekali menyimak kagum akan butiran salju yang jatuh dengan lembut menghujami bumi.
Cuaca mungkin mengharuskannya mengenakan switer tebal dan juga syal agar hawa dingin itu tak masuk ke pori-pori kulitnya. Syal itu rajutan asli dari tangannya. Yuju bisa merajut Syal ataupun sweter sekalipun. Dulu di Busan setiap ia ke rumah nenek untuk menginap, di ajari merajut.
Tiba-tiba matanya menengok kalender yang berdiri di atas mejanya. Sebentar lagi tanggal 5 january. Angkanya dibulati dengan sepidol merah,dan itu berarti hari itu adalah hari yang sangat penting. Ia punya pikiran untuk membuatkan sesuatu untuk Yoseob.
Gadis itu membuka laci. Mencari benang woll yang pernah dibelinya dulu ke supermarket bersama Ayahnya. Masih ada sekantong utuh. Tentu saja, waktu itu ia hanya berbohong minta diantarkan.(Tengok Bab 06). Ternyata sekarang cukup berguna juga.
Tangannya mulai lihai membuat sesuatu dengan benang itu. Terlihat jari-jarinya yang lincah seolah sudah hafal betul bagaimana tangannya meliuk-liukkan jarum tersebut.
Yuju terlihat asyik dengan kegiatannya, matanya mengamat fokus pada apa yang sedang dikerjakannya saat ini. Seolah tidak ada hal penting lagi yang pantas untuk dilihatnya selain apa yang ditatapnya saat ini.
Hingga ia tak sadar apa yang ia lakukan memakan waktu berjam-jam. Tanpa sadar mulutnya menguap. Meski begitu ia bertekad untuk melebarkan matanya agar tidak mengantuk.
Namun Mengantuk tetaplah mengantuk. Sekuat apa matanya berusaha untuk dilebar-lebarkan, jika alam mimpi sudah tak sabar menanti, maka terpejamlah kelopak mata gadis itu. Di genggaman tangannya terlihat sesuatu yang hampir setengah jadi.
Kepalanya diletakkan di atas meja. Deru nafasnya terdengar teratur namun tak ada suara dengkuran keras yang menganggu dari gadis itu.
***
Yang Yoseob hanya diam tak melakukan apa-apa. Tak ada sesuatu yang ingin ia kerjakan. Pria itu terlihat berdiri di sisi jendela serta merta menatap atap-atap rumah yang kini terlihat membeku oleh kristal salju.
Niatnya ingin menemui Yuju di tempat biasa. Tetapi ia sudah mendapati gadis itu tidur lelap dengan kepala yang diletakkan di atas meja. Terlihat nyenyak hingga ia tak tega untuk mengetuk jendela itu.
Dia sedang bosan, tapi tak tahu apa yang akan ia lakukan. Mau tidurpun ia belum mengantuk. Mau keluar tentu saja malas. Di luar sangat dingin belum lagi dengan salju yang berguguran dari langit membuatnya malas keluar.
Mungkin melukis sesuatu bisa menyingkirkan rasa bosan yang melanda malam tanpa Yuju. Kini melamun itu lenyap dari wajahnya, sebab tangannya terlihat menyiapkan alat-alatnya untuk melukis.
Di gores-goreskan kuas chat itu pada bidang kanvas putih. Tangannya terlihat lincah meluapkan imaginasi yang ada di otaknya. Ia selalu seperti ini ketika sudah mulai melakukan apa yang menjadi hobbynya.
Dan benar saja, kebosanan itu tersingkir sebab bibirnya mengukir seutas senyum bak mentari yang mulai muncul ke peradaban.
Setelah berlama-lama tangan itu terlihat lincah memainkan kuas, kini matanya menatap hasil karyanya sendiri. Namun bukan kepuasan yang ia dapatkan. Entah mengapa air mukanya berubah menjadi penuh mistery.
Yoseob menatap sendu kanvas yang telah di gores oleh karya tangannya sendiri. Terlihat gambaran pantai yang indah, hamparan laut yang begitu luas seolah tak ada ujung. Terlihat membiru di temani sinar jingga yang mulai sedikit sedikit turun di kaki langit.
Di sana terpampanglah punggung gadis yang duduk membelakangi. Menatap sinar jingga tenggelam seorang diri. Hanya sebidang punggung bersama rambut panjang terurainya.
Yoseob menghembuskan nafas kasar. Tak mungkin ia tak tahu siapa gadis yang ada di dalam lukisan itu. Ternyata rasa bersalahnya pada Yuju semakin lama semakin bertambah. Terasa semakin membebani pikiran dan hatinya.
Ia telah membohongi Yuju. Awalnya ia ingin mengakui sesuatu, tetapi ia telah lebih dulu mendengar pernyataan dari gadis itu. Bahwa ia sangat benci pembohong.
Jika ia mau membuat pengakuan akankah Yuju akan memaafkannya. Ataukah ia tak mau melihat lagi wajah orang yang telah membohongi dirinya?
Yoseob dilema. Di remasnya tangan sendiri kuat-kuat. Perasaan takut kehilangan kini melanda hati juga pikiran. Belum lagi ketika membayangkan betapa antusiasnya gadis itu menceritakan sesuatu. Betapa ia tahu bahwa gadis itu amat sangat mempercayainya bahwa ia tak akan membohonginya.
Pasalnya ia sudah terlalu lama memendam rahasia ini. Ia pikir semudah itu, ternyata apa yang dipikirkan salah besar. Ia pikir hubungan ini sangat mudah, semudah air yang mengalir dari dataran tinggi.
Ia tidak tahu apa yang akan Yuju lakukan ketika tahu bahwa selama ini ia telah dibohongi habis-habisan. Tetapi ia juga tak ingin dibebani rasa yang bersalah terus-terusan. Terlalu berat melanda pikiran, dan ia mungkin suatu saat tak akan sanggup membendung lagi.
Tangannnya beralih mencari ponsel. Sibuk menggeser-geser mencari kontak nama yang ada di daftar Phone book.
"Halo, Eunha! Bisa kita bertemu? Ada beberapa hal yang ingin aku tanyakan!"
*****
Gadis itu menggeliat jam dua tepat. Sedikit tidak yakin karena pandangan matanya nampak masih buram. Gadis itu Sedikit kelagapan sebab seingatnya ia sedang mengerjakan sesuatu. Kepalanya menunduk sebentar melihat sesuatu yang ada di pangkuannya. Hampir separuh jadi. Diam-diam Yuju bangga akan dirinya sendiri karena telah melakukan hal yang menurutnya istimewa.
Setelah nyawanya benar-benar terkumpul ia menyadari bahwa ini benar-benar jam dua pagi. Gadis itu membuka jendela. Memastikan seseorang di sana masih terjaga. Tetapi lampu sudah mati. Tentu saja, dimusim dingin seperti ini siapapun pasti lebih memilih bersembunyi di balik selimut, daripada duduk di kedinginan di pinggir jendela.
Ia berpikir lebih baik melanjutkan tidurnya saja. Merajutnya bisa dilanjut kapan-kapan. Lagipula tanggal lima masih satu minggu lagi.
Ia membuka laci,meletakkan rajutan yang separuh jadi itu di sana. Matanya menangkap ponsel yang ia letakkkan di dalam laci.
Ketika dibuka, ada banyak misscall dan juga pesan masuk dari kontak berinisial 'Oppa Handsome'. Pantas saja ia tidak dengar, mode silent masih siaga dan lupa belum di ubahnya.
Yuju membuka satu persatu rentengan pesan dari orang yang sama.
*Oppa Handsome*
"Keterlaluan, kau tidur sebelum mengucapkan selamat malam padaku!"
Yuju tidak tahan untuk tidak tersenyum. "Jaljayo, Oppa."
"Sebenarnya Aku ingin banyak bercerita padamu, tapi kau terlihat lelap. "
Yuju membuka lagi pesan yang lainnya.
"Sepertinya aku harus menahan rinduku malam ini hingga esok pagi. Selamat tidur gadis idiot, aku sangat sangat sangat mencintaimu."
Pipi Yuju merona, sekalipun panggilan idiot itu tak juga berubah, tapi semua itu tak ayal membuat Yuju melompat lompat riang di dalam kamar, bergulingan di atas kasur dan nyaris berteriak kegirangan. Rasa senangnya seolah mengalahkan pemenang hadiah lotre satu miliar Won.
Kadang kata sederhana yang diucapkan seseorang yang istimewa itu bisa terasa membuat hati kita merasa istimewa pula.
******
Yuju sudah bersiap untuk berangkat ke sekolah. Menatap siluet tubuhnya di kaca memastikan dirinya sudah rapi. Rambutnya yang sudah disisir rapi kini disisir kembali dengan jari-jari tanganya.
Sebenarnya masih terlalu pagi gadis itu mempersiapkan diri, biasanya ia baru bangun ketika Ayahnya sudah mempersiapkan sarapan di meja. Tetapi Ayahnya masih nampak berkutat dengan alat dapur.
Pemecah rekor, untuk pertama kalinya Yuju bangun ketika senja jingga belum menampakkan semburat cahanya. Hal itu membuatnya nampak sedikit bangga akan dirinya sendiri.
Iya, Yuju memang Siswi peraih jauara 1 di sekolah, tetapi entah soal mudah dibangunkan ketika tidur ia adalah ranking satu dari bawah.
Dari pada bengong menunggu Ayah memanggil untuk sarapan, lebih baik melakukan sesuatu.
Matanya mengedar kesekitar kamar. Tidak ada yang menarik. Semua terlihat membosankan sebab tidak ada yang asyik untuk dilakukan di kamar ini. Hanya ada laptop yang tergeletak di atas kasur, yang hanya disentuhnya ketika ada tugas dari sekolah.
Gadis itu meraih earphone yang tergeletak di atas meja belajar, mendengar musik lewat ponsel bukanlah ide yang buruk. Tiba-tiba matanya tak sengaja menemukan sesuatu yang berada di antara tumpukan-tumpukan buku di atas meja.
Ia hampir lupa jika ia meminjam komik pada Eunha beberapa hari yang lalu. Dan parahnya ia belum membacanya sama sekali. Pasti Eunha akan mengoceh bak burung camar dipagi hari ketika tahu komiknya akan dikembalikan dalam jangka waktu lebih.
Ia membatalkan memutar mp3 player di ponselnya dan beralih pada komik yang kini ada di genggaman. Di bacanya halaman demi halaman itu dengan mata serius.
Namanya Kenwu, nama karakter komik yang cukup unik. Dan kalau dilihat-lihat mirip dengan Yoseob. Wajah serta sikapnya yang angkuh serta menyebalkan saat pertama kali mereka bertemu.
Yuju tersenyum. Akan ia tunjukkan nanti pada Yoseob kalau ada yang menyamai dirinya. Meskipun itu hanya sebatas komik anime.
Dan main Cast perempuan bernama Yuzikara, gadis berambut panjang lurus tanpa modifikasi juga tanpa aksesoris di kepalanya. Sama persis seperti style yang ada pada Yuju.
Yuju tersenyum alakadarnya, ia berpikir kenapa dua karakter yang diciptakan sang pengarang begitu kebetulan.
Setelah membaca summary dan pengenalan Tokoh, Yuju kembali membuka lembaran berikutnya.
Di Bab pertama hal yang ia temui ketika seorang pria berjalan dengan langkah tergesa, tak sengaja reseleting ransenya telah menarik syal yang dikenakan seorang gadis. Entah karena karakternya yang angkuh atau memang benar tak tahu bahwa ada gadis yang kini terseret oleh arus tubuhnya.
Yuzikara terbatuk-batuk karena tenggorokannya baru saja terasa tercekat oleh syal yang membalut pada lehernya. Dan gadis itu mengoceh dan serta siap mencaci pada Kenwu, Si pria murid baru yang telah membuat dirinya disaksikan dan merasa dipermalukan oleh seisi kelas.
Yuju sangat familiar dengan adegan ini. Tentu saja, sebab ia juga pernah mengalami hal tersebut. Saat pertama bertemu Yoseob, itulah hal yang ia alami dan itulah yang ia rasakan.
Yuju menghela, lagi, sesuatu yang sama selain karakter. Yaitu pada Scent pertama yang hampir sama dengan apa yang dialaminya. Bukan hampir, tapi sangat mirip.
Baiklah, Anggap saja itu sebuah kebetulan. Banyak pengarang diluar sana yang tak sengaja menulis sebuah cerita yang hampir serupa, namun dikemas dalam bentuk tulisan yang berbeda.
Lagipula siapa yang akan susah payah menceritakan kehidupan seseorang seperti dirinya. Pasti masih banyak imajinasi yang lain lagi.
Yuju kembali membuka lembaran di berikutnya. Kemiripan adegan yang hampir sama membuatnya tak ayal untuk terus penasaran dengan seluruh isi cerita. Dan ia sudah jatuh cinta dengan dua karakter utama sejak pengenalan tokoh.
"Choi Yuna....!"
Suara teriakan sang Ayah membuyarkan gadis itu dari kefokusannya pada sang komik. Diliriknya arloji pada pergelangan tangannya yang kini menandakan bahwa ia harus siap berangkat ke sekolah.
Gadis itu menandai halaman terakhir yang baru saja dibacanya. Ia akan melanjutkan nanti ketika bel istirahat di sekolah. Bergegas keluar menuju ruang makan dan duduk lesehan di sana.
To Be Continued...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top