BAB 10

Bentuk Purnama di angkasa sempurna membundar dengan cahaya redupnya. Menerangi belahan bumi yang saat ini sedang dalam posisi malam gulita, Bertukar posisi dengan sang surya. Kerlip bintang bersemburat menghiasi angkasa, langit seolah menjadi bidang kanvas yang telah dilukis dengan bermacam-macam benda angkasa.

Gadis itu membuka jendela, serta merta menyibak kelambu putih. Rambut panjangnya dibiarkan tergerai seperti biasanya. Kedua lengannya bersandar pada tepi jendela tersebut. Matanya terus mengawasi jendela seberang.

Tetapi Yoseob tidak ada muncul. Lagipula untuk urusan apa pria itu tiba-tiba muncul? Dan apa pula yang Yuju harapkan jika pria itu benar-benar muncul?

Sikapnya yang terlihat acuh ketika bertemu Yoseob membuat ia menyadari segalanya. Tetapi Yuju bukan seseorang yang dengan mudah menutupi apa yang ingin ia tunjukkan. Jika hatinya ingin marah ia sungguh tak bisa bertahan.

Disaat gadis itu melamun tak jelas, tangan Eunha sibuk memilah-milah tumpukan buku di atas meja belajar Yuju. Untuk malam ini Eunha ingin menginap di rumah Yuju. Menghabiskan sabtu malam bersama sahabatnya lebih menyenangkan.

"Di mana komikku?" Tangan itu sibuk mencari komik miliknya yang sudah satu minggu lalu dipinjam Yuju.

Mata Yuju melirik sekilas pada Eunha." Kau cari saja di laci!" Kemudian mata itu kembali dengan aktivitas melamunya.

Lama gadis itu tertegun dengan wajah bodohnya. Melakukan sesuatu yang sama sekali tak berguna untuknya. Tetapi entah mengapa hatinya terus merasa terdorong untuk melakukannya. Mengacuhkan Eunha yang sibuk mencari komiknya.

Mata Yuju masih menerawang ke sana. Terlihat siluet tubuh seorang pria dari balik kelambu dan juga kaca jendela sebrang. Yuju tahu itu mungkin hanya halusinasi saja karena ia terlalu memikirkan pria itu, atau mungkin bahkan merindukannya.

Hati Yuju tiba-tiba merasa geli ketika teringat betapa anehnya ia bisa menyukai pria yang selalu membuatnya merasa campur aduk. Perasaan senang sedih dan kesal  berkolaborasi begitu saja ketika ada bersama pria itu.

Ctak ctak!!

Jendela itu tiba-tiba terbuka. Membuat jantung Yuju seolah lepas dari sarangnya. Ia yang sedang larut dalam lamunan harus tersentak ketika seseorang yang sedang dipikirkannya muncul nyata di depan mata. Buru-buru ia membanting jendela dengan jantungnya yang berpacu.

"Kau melihat apa?" Eunha menghentikan aktifitas mencarinya.

"Tidak ada apa-apa!" Wajah Yuju nampak aneh, Eunha jadi penasaran dengan apa yang membuat Yuju seperti ini.

Gadis itu membuka sedikit kelambu, ia sungguh  penasaran atas alasan apa yang membuat Yuju sampai berdebar dan merona.

Ternyata ada Yoseob yang kini berdiri dengan gurat wajahnya yang sendu. Menatap ke arah tempat dimana Yuju baru saja berdiri.

"Jadi kamarmu berhadap-hadapan dengan  Yoseob?apa setiap malam kalian sering bertemu di sini?" Gadis itu menahan tawa, merasa senang karena ia punya bahan untuk menggoda Yuju.

"Tidak!"

"Mengaku saja! Kenapa harus ditutupi kalau bukti sudah nyata di depan mata. Mungkin jika tidak ada aku kalian akan menghabiskan hanya dengan saling berpandang-pandangan."

"Kau ini benar-benar sok tau!"

"Tapi apa benar yang aku katakan?"

"Salah! Maksudku, aku dan dia hanya sesekali berbicara berhadap-hadapan dari jendela ini, dan itupun hanya lewat telepon."

"Dan setiap malam kau berharap seterusnya seperti itu? Benar begitu?"

Yuju menggeleng mantap. "Aku harus berhenti, Eunha. Aku tidak ingin terus berharap sementara aku tahu bukan aku gadis yang disukainya."

Eunha menatap lamat bola mata Yuju yang menampakkan sebuah kekecewaan. Buru-buru ia meraih gadis itu dan merengkuhnya. Ia sedikit menyesal karena hampir mengintrogasinya.

"Jadi itu benar? Kau menyukai pria itu?"

Tanpa Yuju menjawab, sedikit banyak tentu saja Eunha mengerti perasaan Yuju. Mereka sudah bersahabat dari tahun ke tahun. Sekalipun perasaan itu dipendam dan disimpan di lubuk hatinya paling dalam.

***

Eunha bersenandung pelan, melanjutkan aktifitas mencari komik yang tak kunjung ditemukannya. Entah ada di mana Yuju meletakkannya. Gadis itu sifatnya tak pernah berubah. Ia baru membacanya satu bab, tetapi Yuju sudah lebih dulu meminjam dan  mengalahkan pemiliknya. 

Tanpa sengaja lengannya menyenggol guci keramik yang berdiri di atas nakas ketika ia masih sibuk mencari. Guci itu hancur dan kepingannya berceceran di lantai. Beruntung ini hanya guci keramik biasa, bukan Guci warisan atau dapat beli dari luar Negeri.

Buru-buru Eunha berjongkok dan membereskan semua. Di antara serpihan keramik yang kini sudah berantakan itu ada banyak lembaran kertas yang digulung menjadi satu.

Yuju datang membawakan camilan untuk Eunha. Ia terkejut ketika ia menemukkan Eunha sedang memegang gulungan kertas itu.

"Ada apa?"

"Maaf, aku memecahkan gucimu, dan menemukan ini."

Yuju mengambil kertas itu dari tangan Eunha.

"Memang apa itu?"

"Bukan apa-apa." Yuju menyeringai tipis.

"Kalau bukan apa-apa kau tidak perlu merasa tidak nyaman ketika aku menyentuhnya." Cibir Eunha.

Soal ia berinteraksi dengan seseorang melalui surat dalam botol itu, Yuju memang belum sempat memberi tahu pada Eunha.

Baiklah, sekarang saatnya ia bercerita tentang siapa itu Mr.Whylove, seorang sahabat pena yang sering surat menyurat dengannya disaat jaman sudah memasuki Era Android dan juga komputer. Di saat Email dan juga media sosial banyak digunakan oleh berjuta umat di muka bumi. Tetapi bagi Yuju ini sangat berbeda dan juga menyenangkan. Baginya meskipun hanya bertatap dengan selembar kertas, Mr.Whylove sudah mirip seperti Eunha, seseorang yang dengan setia menjadi teman berbagi curahan hatinya.

Yuju memang tidak pernah bisa menyimpan rahasia dari Eunha meski  seandainya ia menyimpan sebuah rahasia itu dalam lubang semut sekalipun.

Eunha masih menunggu Yuju menjelaskan semua. Tentu antara ia dan Yuju tidak akan pernah ada rahasia tersembunyi.

"Ini hanya surat."

"Surat? Surat apa?" Eunha mengernyit.

"Aku menemukannya pertama kali di pinggir pantai. Sebenarnya surat itu sudah terpendam bertahun-tahun, aku hanya iseng mencoba membalas surat itu. Dan aku tidak menyangka jika orang itu kembali membalasnya."

"Lalu sampai sekarang kau masih tetap melakukan itu?"

Yuju mengangguk.  "Berkali-kali, setiap aku pergi ke pantai dan sampai lembaran surat itu menumpuk."

"Kenapa tidak kopi darat?"

"Apa?" Yuju mengernyit. Ia sama sekali tak punya pikiran seperti Eunha. Selama ini yang ia tahu ia nyaman ketika bercerita sepotong kehidupannya pada orang lain.

"Kau tidak ingin tahu bagaimana wajah Mr.Whylove itu? Atau mungkin kau tidak pernah menanyakan akun sosmednya untuk kau selidiki foto-fotonya?"

"Kita tidak pernah membicarakan tentang sosmed. Yang aku tahu aku senang bisa mengenalnya."

Eunha menepuk kepalanya. "Kau ini, Apa hidup di jaman purbakala?"

Yuju kembali tersenyum. "Tapi semua terasa berbeda ketika aku membalas atau membaca surat itu, seolah-olah sosial media itu tak ada apa-apanya. Tapi kau benar juga. Mungkin aku bisa mengajaknya kopi darat suatu hari."

*****

Bangku di sebelah Yuju sudah dua hari ini tak berpenghuni. Entah kemana mahluk bernama Yang Yoseob itu berada. Terakhir ia mendengar kabar bahwa ia sakit.  Tiba-tiba ia merasa sepi tanpa kehadiran pria itu. Rumah mereka memang bersebelahan, tetapi bagi Yuju ia tak mungkin ia menemuinya disaat perasaannya tak menentu saat ini. Selama ini bukankah ia menghindar karena ingin menghapus perasaan itu. Berkali-kali ia melirik dan menatap bangku kosong itu ketika pelajaran sedang berlangsung. Semua terasa membosankan.

Bahkan rasa bosan itu tak hanya melandanya ketika ia sedang sekolah. Tetapi hari yang ia lewati amat membosankan. Entah apa yang membuat kehadiran Yoseob seolah menjadi alasan bagi Yuju untuk merasa lebih baik.

Mungkin dengan menulis surat pada Mr.Whylove ia bisa sedikit lega dengan semua masalah yang ada. Yuju mulai menggores penanya pada selembar kertas. Bagaikan menulis sebuah Deary, gadis itu seolah terlihat bebas mencurahkan segala perasaanya itu. Tak ada rasa takut jika suatu saat akan ada kenyataan menyakitkan terjadi.

"Seberasa keras aku menghindar, selama otakku terus memikirkannya, maka bayangannya tak akan pernah hilang. Bayangan wajahnya seolah menjadi hantu yang akan terus mengikuti kemanapun aku melangkah.

"Lantas aku harus bagaimana untuk membuang semua perasaanku yang semakin liar ini? Perasaanku seperti rumput tak berguna yang tak pernah aku pupuk tapi semakin tumbuh banyak dan merajalela. Tak berguna dan mungkin hanya menjadi penganggu.

Terima kasih karena selama ini sudah menjadi teman pena yang baik. Jika aku boleh meminta, aku ingin kita kopi darat. Mungkin bercerita dengan bertatap muka mungkin akan lebih menyenangkan. Entah mengapa aku merasa nyaman bersamamu meski lewat selembar kertas.

Jika ada waktu, kita bisa bertemu di pantai tempat kita meletakkan botol itu. Di saat matahari mulai tenggelam. Beri aku kabar jika kau sudah bersedia.

**YuJu**

Yuju kemudian melipat kertas tersebut. Mengukir senyum di wajahnya. Menerawang,  membayangkan bagaimana bentuk rupa wajah teman penanya tersebut. Apakah ia tampan? Dari surat yang sering dibacanya ia terlihat menyenangkan. Semoga saja.

Ia membuka jendela kamarnya lebar-lebar. Menghirup udara malam dan juga menatap bulan di angkasa yang kini tertutup awan sepotong.

Dan kebiasaan yang sama sekali tak ia sadari adalah ketika menatap harap seseorang muncul di sebrang jendela. Jujur saja ia rindu pada pria pemilik kamar sebrang, tetapi ia sendiri yang  seolah-olah senang menekan dan menyiksa perasaanya sendiri.  Semestinya ini tak perlu menjadi terlihat sulit. Mudah saja melakukan itu semua. Ia tinggal menormalkan keadaan, bersikap seperti biasa. Tapi perasaan tak dapat menuntutnya untuk seperti demikian.

Matanya kini beralih pada layar ponsel yang digenggamnya. Masih penuh harap seseorang dengan nama kontak 'Oppa Handsome' itu agar membuat ponselnya berbunyi. Dan lagi-lagi semua terlihat sulit, ia tinggal menekan tombol hijau kemudian menyapa lebih dulu lewat telepon. Tetapi gadis itu tetap berdiri terpaku seperti patung. Terlihat bodoh, sangat bodoh

Dan lamunan itu terus larut. Entah ada di mana pikiranya kini menerawang. Sampai ia tak tahu jika seorang di sana telah memperhatikannya sejak tadi, memperhatikan wajah melamun itu tanpa disadari oleh Yuju.

Yoseob menopang dagu dengan jemari. Menatap  hikmat gadis di depannya kini. Pikirannya masih sibuk menerka-nerka tentang bagaimana isi hati Yuju. Jika teringat raut rona wajahnya saat itu, rasanya seperti ada yang menggelitik hatinya. Kadang kala ia tersenyum persis orang gila. Yuju memang sangat menggemaskan. Ia sungguh berharap itu adalah satu peluang untuknya.

Oh, astaga! Ada apa dengan hatinya? Mengapa sejauh ini perasaan yang ia miliki, seolah-olah sulit untuk dibendung lagi. Jika teringat awal pertemuan, rasanya sulit untuk mempercayai segalanya.

Dan Yuju sungguh terkejut. Wajah itu seketika seperti kepiting goreng. Jantungnya berdebar dengan keras, detaknya seolah-olah terus dipacu.

Yang membuat ia bertanya-tanya sejak kapan Yoseob ada di sana? Apa sudah sejak tadi? Atau baru saja? Apa Yoseob melihat dirinya berdiri  mematung dengan wajah bodohnya itu?

"Kau! Sejak kapan ada di sana?" Teriak gadis itu panik. Menatap Yoseob penuh rasa ingin tahu.

"Apa kau begitu rindu padaku? Menatapku sampai seperti itu?" Tawa Yoseob meledak seketika. Apalagi melihat wajah merah itu.

Yuju hanya mengernyit tanpa menjawab.

"Aku tahu kau seperti ini setiap malam"

Kurang ajar! Kenapa pria itu seolah terus memompa detak jantungnya. Yuju pikir Yoseob tidak tahu, jadi selama ini ia diam-diam mengintip Yuju dari celah kelambu. Pasti sangat memalukan. Melihat Yuju dengan semua kebodohan itu.

Dan kenyataan yang ia dapat saat ini membuat ia semakin bingung ketika harus berada dalam pandangan Yoseob. Mungkin esok ia harus mencari cara untuk mengindar dari Yoseob.

"Menyebalkan! Norak!" Teriaknya. Ia membanting keras jendela itu, terlalu keras hingga jemarinya harus jadi korban terjepit.

"Agggrrrr!" Teriaknya spontan, ia mengibas-kibas tangannya sembari meringis kesakitan.

Yoseob terpingkal melihat tingkah laku Yuju. Terlihat ada banyak salah dengan tingkahnya. Biasanya ia begitu ceroboh , tapi untuk saat ini ia terlihat beribu lipat ceroboh dari biasanya.

Yuju menutup kelambu, tak mau lagi diperhatikan Yoseob disaat seperti ini.

To be continued

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top