Bab 9
Hai! Aku balik lagi hari ini wkwk. Nggak pada bosen, kan?😝😝
Selamat membaca teman-teman❤
••••
Manhattan tengah diguyur hujan pagi ini. Begitu deras dengan petir yang menggelegar, yang berhasil membangunkan Natalia dari tidurnya. Pelan-pelan ia mengerjap, mencoba untuk mengambil seluruh kesadarannya yang tertinggal di alam mimpi.
Satu menit kemudian, kelopak Natalia bergerak, terbuka dan menampilkan manik hazelnya yang selalu terlihat meneduhkan. Matanya lantas melirik sebagian ruangan yang bisa ia jangkau, mengamati situasi yang masih belum ia pahami sebab kesadarannya baru terkumpul setengahnya saja.
Ditemukannya Cali yang masih pulas dalam tidurnya, dengan guling yang berada dalam dekapannya dan posisi yang membelakanginya.
Lantas, Natalia merasakan berat pada sisi tubuhnya, seolah-olah ada sesuatu yang bertumpu di sana. Hingga akhirnya matanya berjumpa dengan satu tangan kekar yang tengah memeluk perutnya, menyadarkannya tentang apa yang terjadi sebelumnya.
Melongokkan kepalanya ke belakang, Natalia mendapati Dante yang ternyata masih tampak lelap dalam tidurnya. Posisi mereka begitu intim. Dante memeluk dirinya dari belakang dengan kepala yang sebelumnya tenggelam di lehernya.
Detak jantung Natalia berhenti sekejap sebelum kembali berdegup dengan irama yang lebih kencang dari sebelumnya. Ia kemudian memutus pandangannya dari Dante, menyentuh dadanya yang bereaksi berlebihan hanya karena mengetahui bahwa malam ini ia berada dalam satu ranjang yang sama dengan pria itu.
Kejadian di masa lalu mulai muncul satu per satu dalam benaknya. Menghadirkan memori indahnya dengan Dante yang sebelumnya sangat ingin ia kubur dalam-dalam.
Mereka tidak bisa terus-terusan seperti ini. Natalia sudah menegaskan berulang kali bahwa mereka tak akan bisa berjalan bersama-sama. Ia tidak ingin lagi melibatkan hatinya. Ada fakta yang sedang ia sembunyikan dari Dante. Fakta yang mungkin akan membuat pria itu berbalik membencinya.
“Kau sudah bangun?”
Tiba-tiba suara Dante yang terdengar serak menyelinap masuk ke dalam pendengarannya, membuat tubuh Natalia menegang seketika. Hal pertama yang ia lakukan adalah menyingkirkan lengan Dante dari tubuhnya lantas buru-buru mengambil posisi duduk.
Sayangnya, Dante lebih sigap dengan menarik Natalia terlebih dahulu dan membuat wanita itu kembali pada posisi berbaring. Bedanya, kali ini Natalia menghadap ke arah Dante. Tidak memunggunginya seperti sebelumnya.
Bibir Dante membentuk senyum setengah. Kedua tangannya menggenggam tangan Natalia yang merapat pada dadanya dengan erat, seakan tak memberi ruang pada wanita itu untuk mencoba menghindarinya lagi.
“Sebentar saja, Nat,” ucap Dante dengan manik yang kembali menunjukkan sebuah permohonan. “Lupakan sejenak tentang apa yang terjadi di antara kita. Aku sangat merindukanmu.”
“Tida—”
Dante tidak ingin lagi mendengar penolakan Natalia. Maka, reaksi mendadaknya adalah menciumnya, membiarkan Natalia tak bisa berpikir dengan jernih ketika bibirnya mulai mengeksplor mulutnya.
Dante tidak tahan lagi. Ia meluapkan semua perasaannya dalam ciuman tersebut. Satu tangannya sudah beralih ke tengkuk Natalia guna memperdalam ciuman mereka. Kakinya bahkan sudah mengunci tubuh Natalia agar tidak bisa menjauh darinya.
Pagi ini Dante benar-benar kehilangan kendali atas dirinya sendiri. Setelah bertahun-tahun menahan berbagai macam emosi yang datang karena Natalia, akhirnya semua itu meledak saat ini juga.
Entah apa yang akan Natalia lakukan padanya setelah ini. Yang jelas, Dante hanya ingin menikmati momen yang sangat dirindukannya. Ia bahkan tak peduli jika pergerakan mereka akan mengganggu tidur Cali.
Tiga puluh detik pertama, Natalia masih berusaha menolak Dante. Namun, di detik selanjutnya, sepertinya Natalia mulai pasrah. Terlihat dari tubuhnya yang tak lagi setegang sebelumnya. Wanita itu mulai rileks dan yang hebatnya lagi memilih untuk membalas ciuman Dante.
Natalia sepertinya mendengarkan ucapan Dante. Sejujurnya ia juga sudah tidak sanggup lagi menahan apa yang hatinya inginkan. Usaha apa pun yang ia lakukan untuk menjauhi Dante, tetap tak bisa membakar habis perasaannya pada pria itu.
Sama seperti enam tahun yang lalu, nyatanya Natalia masih menyimpan cintanya untuk Dante.
Entah sudah berapa lama keduanya bergumul dalam ciuman yang menggebu-gebu. Dante akhirnya menyudahi kegiatan tersebut untuk sekadar mengambil napas. Digesernya sedikit kepalanya ke belakang supaya bisa menatap Natalia dengan jelas.
“Kau masih tidak lupa bagaimana caranya menciumku,” ucap Dante dengan tawa di akhir kalimatnya.
Dante sangat ingat sekali jika Natalia dulunya adalah gadis yang sangat polos. Gadis yang baru masuk semester awal perkuliahan. Gadis yang membutuhkan biaya kuliah dan pengobatan ibunya yang fantastis hingga mau tak mau menjual dirinya sendiri.
Dante ingat sekali saat itu ia tengah memimpin perusahaan cabang Thomps Universal di Los Angeles. Bertemu dengan Natalia bahkan tidak pernah ia sangka sama sekali. Saat itu, ia hanya ingin melepas gairahnya dengan membayar pekerja seks. Namun, takdir malah mempertemukannya dengan Natalia.
Pada dasarnya, Dante lebih suka dengan wanita yang berpengalaman di atas ranjang, bukan seperti Natalia yang masih perawan dan tak tahu-menahu soal seks. Namun, entah kenapa saat itu ia sangat menginginkan Natalia. Wajahnya yang begitu manis dan tatapan malu-malunya membuat Dante tertarik dengannya dan langsung menjadikan wanita itu sebagai “teman tidur” satu-satunya selama beberapa tahun sebelum Natalia pergi.
“Kau yang mengajariku,” balas Natalia yang mencoba untuk bersikap santai dengan Dante. Hanya untuk saat ini.
Dante tersenyum. Ia lantas memeluk Natalia dan menenggelamkan kepalanya di ceruk leher wanita itu, posisi ternyaman Dante kala mereka masih bersama.
“Aku senang bisa melihatmu lagi,” gumam Dante sambil memberi beberapa kecupan kecil di leher jenjang Natalia.
Natalia berinisiatif untuk mengusap rambut Dante meski tangannya tampak gemetar ketika melakukannya. Ia hanya tak menyangka bahwa Dante malah memujanya seperti ini di saat ia harus terus menjauhi pria itu.
“Sejujurnya aku juga merindukanmu. Sangat,” lirih Natalia.
Serta-merta Dante menarik kepalanya, mengamati Natalia yang baru saja berucap tentang kerinduan wanita itu padanya. Dante pun tak bisa menahan bibirnya untuk tidak memahat senyum selebar mungkin.
“Ya, Tuhan! Aku sangat senang mendengarnya,” pekik Dante yang kembali memeluk Natalia.
Natalia terkikik, lalu kembali mengelus rambut Dante dengan gerakan yang lebih santai. “Aku melihatmu hidup dengan baik selama ini. Jadi, kau baik-baik saja, kan?”
“Aku baik-baik saja, Nat, tetapi tidak dengan hatiku.” Dante mengurai pelukannya dengan Natalia, memberi jarak sedikit dan membiarkan matanya mengembara ke wajah cantik wanita itu. “Aku tidak bisa hidup dengan tenang. Aku selalu memikirkan kesalahan apa yang sudah aku lakukan padamu sampai membuatmu pergi begitu saja dari kehidupanku.”
Natalia menghentikan usapannya di rambut Dante, tetapi ia tetap membiarkan tangannya menyentuh satu sisi wajah pria itu. “Kau tidak salah. Jadi, jangan memikirkannya lagi dan hiduplah dengan tenang setelah ini.”
Dante mengambil tangan Natalia yang bertengger di wajahnya. Menggenggamnya lantas memberi kecupan panjang di punggung tangannya. “Itu tidak akan mudah untukku. Aku hanya perlu tahu alasanmu. Kalau boleh menebak, apa itu karena kau hamil?”
“Salah satunya itu,” jawab Natalia yang mulai sedikit terbuka pada Dante.
“Kenapa, Nat? Kau tahu aku pasti akan bertanggung jawab.”
“Apa kau yakin? Kau bahkan dengan jelas memintaku untuk tidak hamil.” Natalia berusaha menjaga suaranya agar tetap tenang walau ingatan itu terasa menyengat hatinya.
“Aku tahu saat itu aku memang seberengsek itu, tetapi kalau kau berterus terang padaku, aku pasti akan mencoba untuk mencari jalan keluarnya.”
“Jalan keluar yang seperti apa? Menyuruhku untuk menggugurkan kandunganku?”
“Nat!” Dante tak bermaksud untuk berteriak, tetapi ia tak bisa mengontrol amarahnya ketika Natalia melabeli dirinya seperti itu.
Dante sadar bahwa ia memang bukan pria baik-baik. Kendati di awal mungkin ia bingung harus bersikap seperti apa saat mengetahui kehamilan Natalia, ia juga tidak akan meminta wanita itu untuk menggugurkan kandungannya. Dante tidak sekeji itu.
Rupanya teriakan Dante membangunkan Cali. Gadis kecil itu merengek sebelum tangisannya terdengar di seantero kamar. Cepat-cepat Natalia berbalik untuk menenangkan Cali. Dan percakapan di antara mereka pun selesai tanpa ujung yang jelas.
••••
Kalian yang baca cerita ini ada yang masih anak sekolahan nggak, sih?
22 Juni, 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top