Bab 23

Sesekali update malem wkwk. Tapi ini emang bener-bener baru banget selesai ditulis sih😝

Ramein kolom komentarnya pokoknya guys❤

Selamat membaca!

••••

Dante berdiri di sisi ranjang dengan ponsel yang menempel di telinganya. Pria itu hanya mengenakan kimono pada tubuh telanjangnya. Beberapa kali mulutnya mengeluarkan makian pada seseorang di seberang telepon. Ekspresi dalam wajahnya pun begitu gelap, dipayungi oleh kemarahan yang tak main-main.

Tak seperti apartemen Natalia, gedung penthouse yang Dante tinggali jauh lebih aman. Termasuk bagian basement yang selalu dijaga ketat. Namun, entah bagaimana bisa mobilnya dirusak oleh orang tak dikenal. Apalagi waktu juga masih belum terlalu malam.

Dante yakin betul jika aksi itu tak dilakukan seorang diri. Pasti ada beberapa orang yang ahli dalam hal tersebut hingga sukses melakukan aksi mereka tanpa ketahuan. Ditambah lagi dengan CCTV yang tidak berfungsi pada saat kejadian sehingga pelaku pengrusakan mobilnya tak dapat ditemukan langsung.

“Bagaimana?” tanya Natalia dengan cemas begitu melihat Dante menyelesaikan panggilannya.

Dante memang mematikan ponselnya saat bersama Natalia. Ia bahkan mengabaikan telepon rumah yang berdering dan lebih memilih melanjutkan kegiatannya bersama sang pujaan hati.

Lantas, begitu mereka selesai, Dante memutuskan untuk menerima panggilan dari telepon rumah miliknya yang ternyata berasal dari Negan. Dari situlah berita pengrusakan mobilnya ia dapat, yang serta-merta membuat amarahnya naik ke ubun-ubun.

“Negan sedang melacak jejak pelakunya.” Dante meletakkan ponselnya di atas nakas. Lalu, duduk di pinggir ranjang dengan posisi yang mengarah pada Natalia.

“Semuanya baik-baik saja, kan?” Natalia masih kelihatan begitu khawatir.

Dante mengangguk. Mencoba menerbitkan senyum di kedua belah bibirnya agar Natalia tak terlalu gelisah dengan kejadian tersebut.

“Aku ingin mengecek seberapa parah mobilku dirusak. Apa tidak apa-apa kalau kau kutinggal sendirian sebentar?”

Dante memang belum melihat langsung ke tempat kejadian perkara. Negan juga tidak memberi tahu bagaimana keadaan mobilnya saat ini. Dan ia berniat untuk memeriksanya sendiri.

“Pergilah,” jawab Natalia yang masih dalam posisi duduk di atas ranjang dengan selimut yang menutupi tubuh polosnya.

Dante meraih Natalia, mencium kening dan bibirnya dalam sekejap. “Aku akan segera kembali.”

Dengan cepat Dante menggunakan pakaiannya yang masih berserakan di atas lantai kamarnya. Ia bersicepat turun ke bawah dengan ponsel yang berada di genggamannya, menunggu kabar terbaru dari Negan.

Setibanya Dante di basement, ia mendapati banyak orang di sana. Kondisinya sangat parah. Badan mobilnya tampak penyok di beberapa bagian. Kaca mobilnya pun pecah seluruhnya dan membuat kendaraannya itu menyerupai barang rongsokan.

Dante benar-benar heran bagaimana bisa tindakan yang seharusnya menimbulkan suara bising itu tidak diketahui oleh satpam yang berjaga. Apalagi di jam-jam seperti ini akan ada banyak mobil yang keluar masuk basement. Mungkin bisa dilakukan jika pelakunya sangat mahir dalam hal tersebut.

Meninggalkan mobilnya yang bentuknya sudah tak keruan, Dante sedikit menjauh dari TKP. Ia hendak menghubungi Elias, meminta konfirmasi pada pria itu apakah mafia yang menaungi Daniel kembali menyerangnya atau tidak.

Entah kenapa orang yang terlintas pertama kali dalam benaknya adalah Daniel. Walau Elias sendiri sudah memastikan jika kelompok mafia yang membantu Daniel sudah tunduk di bawah kuasanya, ia tetap tidak bisa membuang rasa curiganya pada pria itu. Apalagi Daniel juga terbilang cukup mampu membayar orang untuk melakukan hal seperti itu.

Dante lantas kembali ke penthouse-nya setelah menghubungi Elias. Sahabatnya itu meminta untuk menunggu selama beberapa saat karena Elias butuh mencari informasinya terlebih dahulu.

“Bagaimana dengan mobilnya?” Pertanyaan itu langsung disuarakan oleh Natalia begitu Dante menginjakkan kakinya di dalam penthouse.

Natalia sepertinya menunggu-nunggu kehadiran Dante sebab wanita itu sedang berada di ruang tamu saat ia kembali. Tentu saja dengan pakaian yang sudah lengkap di tubuhnya.

“Benar-benar parah.” Dante ikut duduk di sisi Natalia dengan mulut yang mengembuskan napas panjang.

Natalia menatap prihatin ke arah Dante. Dirapikannya rambut pria itu yang tampak sedikit acak-acakan. “Siapa pelakunya?”

Menyandarkan punggungnya pada kursi, Dante menatap Natalia seraya menikmati jemari lentik wanita itu yang berubah menjadi belaian di rambutnya. “Belum tahu. Negan masih melacaknya.”

“Apa mungkin itu Daniel?”

Dante mengangkat bahu. “Kemungkinan terbesarnya adalah dia, tetapi aku perlu memastikannya terlebih dahulu.”

Sejenak Natalia memejamkan kedua matanya, merasa cukup lelah dengan penyerangan yang tak kunjung selesai. Kalau memang pelakunya adalah Daniel, ia benar-benar tidak tahu lagi bagaimana caranya agar pria itu berhenti. Di saat-saat seperti ini sudah tak memungkinkan lagi baginya untuk menemui Daniel.

“Kau tidak perlu memikirkannya, Sayang.” Jari telunjuk Dante menyentuh kening Natalia yang berkerut, membuat wanita itu otomatis membuka matanya.

“Semua berawal karena aku, kan?” Suara Natalia parau. Pandangannya pada Dante pun tampak suram.

Dante dengan tegas menggeleng. “Tentu saja tidak. Kau tidak terlibat sama sekali, Sayang. Aku yang memulainya.”

“Dan kau memulainya karena aku.” Natalia menambahi ucapan Dante. Raut penyesalan sekilas melintasi wajahnya, tak luput dari pengamatan Dante.

“Jangan berpikir seperti itu,” ucap Dante terdengar memohon. Ia membawa kepala Natalia untuk bersandar pada tubuhnya, merangkul wanita itu dalam dekapannya. “Semua ini murni terjadi karena perbuatanku.”

Natalia tak lagi membalas ucapan Dante. Ia hanya melingkarkan kedua lengannya pada tubuh pria itu seraya memejamkan matanya kembali. Natalia sama sekali tidak pernah mengalami hal seperti itu. Dan itu cukup untuk membuatnya terguncang.

“Aku berjanji akan menyelesaikannya secepat mungkin.”

Dalam posisi seperti ini, Natalia tak bisa melihat Dante, tetapi ia yakin betul jika pria itu berjanji dengan sungguh-sungguh. Ketulusan dalam suaranya begitu kentara dan dapat dengan mudah terbaca olehnya.

“Apa kau mau minum?” Natalia mendongakkan kepalanya, memberi tawaran pada Dante sekaligus untuk menetralkan suasana yang sedikit mencekam.

Dante menyapu bagian belakang jemarinya di wajah Natalia. “Sepertinya kau juga butuh minum.”

Dan Natalia tak bisa mengelak. Perasaannya masih diliputi rasa waswas. Ia tak bisa tenang karena kejadian yang sangat mendadak itu. Ditambah lagi pelakunya masih berkeliaran di luar sana.

“Ayo.” Dante mengambil satu tangan Natalia, mengajaknya berdiri dan sama-sama berjalan menuju dapur.

Tidak seperti Natalia, Dante tampak sedikit lebih tenang walaupun ia sadar betul jika dirinyalah yang menjadi objek utama sang pelaku. Pengalaman yang dilaluinya membuat Dante lebih bisa mengendalikan diri dengan situasi seperti ini.

Setibanya di dapur, Natalia berjalan lurus ke arah lemari es, membukanya dan mengambil sebotol anggur putih dari sana. Sementara Dante sudah duduk di meja yang terletak di tengah-tengah kitchen island.

Natalia lantas menghampiri Dante, menarik kursi hitam tinggi dan mengambil duduk di samping pria itu. Mengambil dua buah gelas kaca, ia kemudian menuangkan anggur putih tersebut ke dalamnya.

Gelas satunya diberikan pada Dante yang langsung menerimanya dengan seutas senyum. Lantas keduanya sama-sama meneguk anggur tersebut.

Baru satu menit mereka duduk di sana, ponsel Dante berdering. Nama Elias muncul di layar ponselnya. Tanpa basa-basi, Dante langsung mengangkatnya, mengaktifkan loud speaker agar Natalia juga bisa ikut mendengarnya.

“Aku sudah mendapatkan pelakunya. Dan itu memang dilakukan oleh Daniel Espinosa.”

Dan itu adalah sederet kalimat yang Elias ucapkan dari seberang telepon. Pelakunya memang Daniel, seperti dugaan Dante.

••••

8 Juli, 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top