Bab 22

Selepas makan malam, di kediaman Jacob Thompson tampak lebih ramai dari biasanya. Bukan karena kedatangan tamu ataupun mengadakan pesta, melainkan Dante dan Cali yang sedang melakukan jamming, menekan tuts piano bersama-sama hingga menghasilkan melodi dari lagu berjudul Dance Monkey—lagu yang belakangan sering didengarkan oleh Cali.

Mereka memilih untuk menghabiskan sisa hari minggu dengan melakukan kegiatan positif seperti ini. Sekaligus Dante mengajarkan Cali cara bermain piano yang baik dan benar. Gadis kecil itu benar-benar sangat menyukai piano. Dengan mudah Cali memahami pelajaran yang Dante berikan.

Sementara Natalia dan sang empunya rumah—Jacob juga berada di sana. Natalia yang cukup mahir dalam bernyanyi pun menjadi vokalis, diiringi oleh permainan piano Dante dan Cali yang terkadang tak sinkron. Berbeda dengan Jacob yang hanya menyaksikan ketiganya dari kursi santainya, tersenyum begitu lebar di antara guratan-guratan keriput dalam wajahnya.

“Dia bahagia dengan Natalia,” gumam Jacob lebih kepada dirinya sendiri, tak sampai ke telinga ketiga orang yang tengah berada di depan piano. Untuk sesaat pandangan Jacob mengarah pada pigura besar yang terpampang di dinding yang berhadapan dengannya. Pigura yang menampilkan foto pernikahannya dengan sang istri yang kini telah berada di surga.

Grandpa! Ayo menyanyi juga!”

Seruan itu berasal dari Cali, membuyarkan lamunan Jacob. Segera ditolehkannya kepalanya ke arah sang cucu yang mengajaknya dengan penuh semangat.

“Aku tidak pandai menyanyi, Sayang,” jawab Jacob dengan senyum hangatnya.

Grandpa berbohong, Cal. Suaranya sangat bagus,” timpal Dante sambil menahan senyumnya.

“Ayo, Grandpa!” Cali jadi tidak sabaran. Ia turun dari kursinya, berlari kecil ke arah Jacob dan menarik lengan renta sang kakek.

Jacob tertawa. Mau tak mau ia bangkit dari duduknya, mengikuti langkah Cali yang tampak sangat memaksa.

“Baiklah-baiklah,” ucap Jacob dengan pasrah. Ia menggantikan posisi Dante yang sudah lebih dulu berdiri saat ia datang. Gantian duduk bersebelahan bersama Cali. “Kau juga harus menyanyi bersama Grandpa, okay?” tawarnya dengan jemari yang sudah siap menekan tuts piano.

Okay!” teriak Cali dengan energik.

Dante dan Natalia sama-sama menggeser posisi mereka, membiarkan Jacob gantian bermain bersama Cali. Keduanya mengambil duduk di sofa yang sama. Berdampingan. Menatap Jacob dan Cali dari samping dengan kedua belah bibir yang sama-sama mengukir senyum gembira.

Selang beberapa menit, setelah Jacob dan Cali menyelesaikan satu lagu, Natalia tiba-tiba saja menjatuhkan kepalanya di pundak Dante. Ia lantas merangkul lengan pria itu bersamaan dengan kedua kakinya yang dinaikkan ke atas sofa. Natalia tampak bergelayut nyaman pada tubuh Dante. Tak lagi gengsi untuk melakukannya.

Untuk sesaat Dante merasakan dadanya mengembang bahagia, merasa kesenangan dengan sikap Natalia yang makin berani. Ia merasa jika Natalia memang benar-benar telah menerimanya kembali.

“Cali sangat cantik, seperti dirimu.” Dante menanamkan satu kecupan di kepala Natalia dengan pandangan yang tak lepas dari Cali yang sedang bersenandung riang bersama Jacob.

“Tetapi dia sangat mirip denganmu. Aku hanya menurunkan rambut hitamku saja.” Terselip gerutuan dalam suara Natalia yang membuat Dante terkekeh kecil.

“Tetap saja dia cantik seperti Ibunya.”

Natalia mendongakkan kepalanya, menatap Dante. “Jadi, aku cantik?”

“Tentu saja. Kapan Natalia-ku tidak cantik.”

Natalia merasakan pipinya memanas. Ia yakin wajahnya sudah memerah saat ini. Padahal, rayuan Dante seperti rayuan yang kebanyakan disuarakan oleh seorang playboy, tetapi entah kenapa Natalia tak bisa bersikap biasa saja. Atau mungkin karena ia melihat dengan jelas ketulusan di dalam sorot mata Dante.

“Mau keluar sebentar bersamaku?” Dante berbisik di telinga Natalia.

“Ke mana?”

“Mengajakmu berkencan. Hanya berdua.” Di ujung kalimat, Dante mengedipkan sebelah matanya pada Natalia.

No way!” Natalia menatap Dante dengan ketidakmungkinan yang tergambar jelas di wajahnya. “Cali pasti akan ikut.”

“Papa bisa membantu kita.”

Natalia menyipitkan matanya. “Kau yakin?”

Dante mengangguk dengan keseriusan. Tanpa basa-basi lagi ia segera membawa dirinya pada Jacob, menarik tubuhnya dengan lembut dari rangkulan Natalia.

Natalia tidak bisa mendengar apa yang Dante katakan pada Jacob. Pria itu berbisik di telinga Jacob. Respons yang Jacob berikan setelahnya adalah decakan panjang sembari mengibaskan tangannya seolah-olah mengusir Dante.

Sebelah alisnya terangkat ketika Dante berkedip padanya—bukan kedipan genit, tetapi sinyal bahwa mereka benar-benar bisa pergi berkencan berdua saja malam ini. Dan Natalia terkekeh. Pria itu memang sesuatu.

Selesai dengan Jacob, Dante beralih pada Cali yang tampak penasaran. Mencoba memberi pengertian pada gadis kecilnya. Syukurnya Cali tak banyak bertanya dan mengiyakan ucapan Dante dengan mudah.

Pada akhirnya, Dante berhasil mengajak Natalia pergi berdua saja, menghabiskan waktu bersama-sama di luar sana.

“Mungkin ini bukan jenis kencan yang bisa membuatmu terkesan, tetapi malam ini aku sangat ingin menghabiskan waktu berdua bersamamu,” kata Dante dengan jujur setelah mereka berada di dalam mobil.

Malam ini pun Dante sengaja mengendarai mobilnya seorang diri, tanpa sopir. Ia benar-benar ingin berdua saja bersama Natalia.

“Tidak masalah. Aku senang selama aku melakukannya bersamamu,” balas Natalia seraya memakai sabuk pengamannya. “Jadi, kita akan ke mana?”

“Ke penthouse-ku mungkin?” Dante membuat tawaran.

Natalia mengulum senyumnya. Sudah bisa menebak apa yang akan mereka lakukan di sana. “Sepertinya tidak buruk.”

Lalu, Dante segera meluncur ke penthouse-nya dengan ekspresi berseri-seri.

••••

Keduanya sudah saling menggoda ketika sedang dalam perjalanan. Hingga mereka tiba di penthouse Dante, keduanya seperti tidak ingin membuang-buang waktu. Natalia dan Dante langsung menyatukan bibir mereka, bercumbu dengan gairah yang menyala-nyala.

Bersyukur karena Dante tidak mempekerjakan orang—seperti asisten rumah tangga—di penthouse-nya sehingga ia dan Natalia bisa melakukan hal-hal intim seperti ini di setiap sudut di rumahnya.

Ciuman mereka tidak berhenti bahkan saat keduanya sama-sama berjalan menuju sofa bed yang terletak di ruang keluarga. Kadang Dante malah memojokkan Natalia di dinding, mengurung wanita itu dalam kuasanya.

“Oh, Tuhan! Aku sangat menginginkanmu, Sayang.” Sejenak Dante menghentikan kegiatan mereka hanya untuk sekadar menghirup oksigen.

Natalia menyandarkan punggungnya pada dinding yang dingin, sangat kontras dengan suhu tubuhnya yang panas. Dadanya tampak naik turun dengan mulut yang setengah terbuka. Sementara kedua lengannya terkulai lemas di leher Dante.

“Aku juga menginginkanmu, Dante,” ucap Natalia dengan napas terengah, mengundang senyum Dante untuk tersungging di bibirnya.

Dante hanya memberi waktu yang singkat untuk Natalia menormalkan napasnya sebelum ia kembali menyerang wanita itu. Kali ini diangkatnya kedua tangan Natalia ke atas, menahannya di sana ketika bibirnya kembali membelai mulut wanita itu.

Dante masih menahan kedua tangan Natalia di atas sana hanya dengan satu tangannya. Sedang yang satunya lagi sudah menyelinap masuk ke dalam blouse Natalia. Menyusuri kulitnya yang terasa begitu halus dalam telapak tangan besarnya.

Natalia mengerang rendah begitu Dante menyentuh payudaranya dari balik branya, membuat tubuhnya serasa terbakar oleh aliran listrik bertegangan tinggi. Lututnya terasa lunglai. Ia hampir tak bisa menahan bobot tubuhnya sendiri kalau saja Dante tidak meraih pinggulnya dan menahan punggungnya agar dirinya tetap dalam posisi stabil.

Tanpa melepas ciumannya, Dante akhirnya mengajak Natalia untuk berpindah tempat. Dibawanya wanita itu ke dalam gendongannya. Kedua kaki Natalia membungkus pinggangnya dengan lengan yang jatuh di seputar lehernya.

Langkahnya terlihat terburu-buru. Sofa bed menjadi tujuan Dante. Segera ia membaringkan Natalia di sana dengan dirinya yang berada di atasnya, bergerak cepat melucuti baju yang sedikit basah karena keringat.

Sama halnya dengan Natalia yang juga melepas satu per satu pakaian yang melekat di tubuhnya. Hingga pada akhirnya keduanya sama-sama telanjang dan siap menyatu dalam gairah yang meledak-ledak.

Sayangnya, nafsu yang membakar mereka membuat keduanya sedikit lengah. Tidak menyadari jika ada satu sosok yang mengikuti mereka di sepanjang perjalanan tadi. Dan keributan di basement penthouse Dante pun terjadi. Sosok tak dikenal baru saja melakukan pengrusakan pada mobil Dante.

••••

Bahagianya mereka aku kasih dikit-dikit aja ya wkwk

6 Juli, 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top