Bab 20

Dante beberapa kali menemukan Cali menggosok matanya. Disertai dengan mulutnya yang terbuka lebar karena menguap. Terlihat jelas jika gadis kecil itu sudah mengantuk.

“Kau mengantuk, Sayang?” Dante memastikan, menengok Cali yang berbaring di sampingnya.

Tak ada jawaban yang keluar dari mulut Cali. Ia hanya memberi anggukkan singkat pada sang ayah sebelum berbalik ke kanan dan memeluk boneka kesayangannya yang sengaja dibawa dari apartemen ke mansion Jacob.

Dante tersenyum kecil. Ia tetap melanjutkan usapannya di rambut Cali sampai gadis kecil itu benar-benar mencapai alam bawah sadarnya.

Beberapa hari belakangan, Dante memang tidak pernah absen menemani Cali hingga tertidur. Kecelakaan yang dialami Cali bersama Jacob waktu itu masih meninggalkan trauma tersendiri. Gadis kecil itu masih takut memejamkan matanya di malam hari karena selalu terbayang akan insiden mengerikan tersebut.

Di saat-saat seperti ini pula Dante bisa sekaligus membayar waktunya yang hilang bersama anaknya sendiri. Rasanya sungguh menyenangkan hanya berdua bersama Cali. Berbagi cerita apa pun atau menyanyikan lagu kesukaan bersama-sama sampai gadis kecil itu tertidur.

Mereka hanya melakukan hal sederhana yang terus berulang, tetapi Dante tak pernah bosan sama sekali.

Mengangkat punggungnya dengan kepala yang condong ke arah Cali, Dante mendapati jika gadis itu telah benar-benar terlelap. Suara napasnya yang beraturan menandakan jika Cali sudah nyenyak dalam tidurnya.

Dante kemudian memberikan satu kecupan kecil di kepala Cali. Lantas, pelan-pelan ia turun dari atas ranjang, memakai sandal dan bergegas pergi ke bawah untuk menemui Natalia yang sepertinya masih berada di mini bar.

Ada banyak hal buruk yang mereka lewati belakangan ini. Dan itu cukup menguras tenaga serta waktu. Apalagi Natalia juga kehilangan asistennya dan belum mendapat penggantinya sampai saat ini. Hingga segala sesuatunya harus dikerjakan seorang diri.

Hal itulah yang membuat Natalia menjadi sibuk akhir-akhir ini. Kejadian soal Janet yang datang ke kantor Dante untuk menggoda pria itu pun sedikit memengaruhi psikisnya. Walaupun marah dengan Janet, Natalia juga tak dapat menghapus perasaan bersalahnya. Karena ia juga turut andil membuat Janet jadi seperti itu.

Dante langsung berjalan menuju mini bar begitu keluar dari lift. Langkahnya hanya ditemani oleh penerangan yang agak redup sebab jam juga telah menunjukkan tengah malam. Wajar bila mansion Jacob sudah gelap.

Berbanding terbalik dengan beberapa ruangan yang dilewatinya, lampu masih menyala di mini bar, begitu terang sampai Dante bisa melihat keberadaan Natalia di sana. Wanita itu masih sibuk berkutat dengan laptopnya, ditemani oleh bermacam camilan dan minuman dingin.

“Hey.” Dengan hati-hati Dante menyentuh bahu Natalia, tak ingin mengagetkan wanita itu.

Dalam sekejap Natalia berpaling ke arah Dante yang berdiri di sampingnya. Senyum merekah di ujung bibirnya, tampak senang mengetahui kedatangan Dante.

“Apa Cali sudah tidur?” tanyanya kemudian.

Dante menarik kursi di sebelah Natalia untuk didudukinya kemudian. Lalu, memutar kursinya menghadap Natalia agar pandangannya tak lepas dari wanita itu.

“Dia tertidur setelah kuajak menghitung domba.” Dante tertawa kecil di akhir kalimat.

Natalia mendengkus geli. Otaknya langsung membayangkan betapa menggemaskannya Dante ketika menidurkan Cali yang memang sangat sulit sekali untuk tidur di malam hari. Tetapi Natalia takjub karena Dante berhasil melakukannya dengan mudah, tanpa bantuan darinya sama sekali.

“Masih ada yang perlu kau kerjakan?” Dante melirik laptop Natalia yang menampilkan email pekerjaan.

Natalia menarik napas panjang. “Sebenarnya masih banyak.”

Dante turun sebentar dari kursinya, bermaksud untuk menarik kursinya agar lebih dekat dengan Natalia. Selesai dengan itu, ia kembali duduk. Bedanya, kali ini posisi Dante tak lagi mengarah pada wanita itu, melainkan menghadap lurus ke depan.

“Beristirahatlah sebentar,” ucap Dante seraya menepuk-nepuk pundaknya, menginstruksikan pada Natalia bahwa wanita itu boleh bersandar di sana.

Sejenak Natalia mendongak menatap Dante yang dalam posisi duduk pun tampak jauh lebih tinggi darinya. Senyum terkulum di bibir tipisnya. Sorotnya memancarkan keharuan yang berdampingan dengan kilatan bahagia. Merasa tersentuh dengan sikap Dante yang selembut ini.

Natalia tak banyak berpikir untuk segera menjatuhkan kepalanya di pundak Dante. Ia bahkan menggeser tubuhnya agar semakin rapat dengan pria itu. Memeluk lengan Dante dan menyamankan dirinya di sana.

“Aku bisa membantumu mencarikan asisten yang baru,” ujar Dante setelah hening selama dua sampai tiga menit.

“Aku sudah mendapatkan asisten baru.”

Dante sedikit terkejut. Kepalanya refleks menunduk, tetapi yang ditemukan oleh matanya hanyalah kepala Natalia yang bersandar pada bahunya.

Natalia belum menceritakan hal itu padanya. Kapan wanita itu merekrut asisten baru?

“Sebenarnya setelah menerima surat pengunduran diri Janet, aku langsung meminta karyawanku untuk mencarikan asisten baru.” Natalia berbicara seolah-olah mengetahui apa yang Dante tanyakan dalam pikirannya.

Tetapi perkataan Natalia setidaknya memberikan jawaban atas pertanyaan Dante yang tak sempat disuarakan. Lantas, ia hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.

Dan berbicara soal Janet, Negan memberikan informasi jika wanita itu sudah kembali ke kampung halamannya di North Carolina setelah menyerahkan surat pengunduran diri kepada Natalia. Entah Janet merasa malu karena perbuatan liciknya selama ini diketahui oleh Natalia atau mungkin ada hal lain yang membuat wanita itu pergi.

Apa pun itu, sekiranya Dante tahu jika setelah ini tak akan ada lagi orang seperti Janet yang bisa merugikan Natalia.

By the way, aku sudah mencantumkan nama Janet untuk beberapa menu hasil idenya ke dalam website The Eve Restaurant. Apa setelah ini aku akan tetap terlihat jahat di matanya?”

Dante merasakan berat di pundaknya hilang. Natalia rupanya sudah mengangkat kepalanya dari sana setelah bertanya, menengok Dante yang juga balas menatapnya. Tampak jelas di kedua manik hazelnya pusaran rasa bersalah.

Dante menyadari jika pengakuan Janet saat berada di kantornya cukup memengaruhi Natalia. Apalagi tentang ketidakadilan yang Janet dapat. Sumbangan ide yang diberinya untuk restoran Natalia seperti tak dihargai. Hal itulah yang mengundang rasa bersalah Natalia.

Jemari Dante mendarat di sisi wajah Natalia, menyibak untaian rambut di sana. Mata keduanya lantas saling mengunci dalam satu pandangan. Sudut bibir Dante pun tertarik ke atas, mengulas senyum simpul.

“Itu hanya salah paham. Selama ini Janet tidak pernah memberitahumu tentang hal itu dan membuatmu berpikir bahwa semuanya akan baik-baik saja. Dan Natalia-ku bukan orang yang jahat,” kata Dante. Suaranya begitu halus dan penuh ketulusan.

Pada awalnya Natalia menggigit bibir bawahnya, berpikir ulang tentang apa yang Dante katakan. Otaknya lalu membenarkan ucapan pria itu, memberi sinyal pada otot-otot wajahnya untuk mengukir senyum. Dan ia pun melakukannya. Semata-mata karena support yang Dante berikan untuknya. Yang bukan hanya dalam bentuk perkataan, tetapi juga perilaku yang mencerminkan hal tersebut.

“Terima kasih.” Hanya itu yang bisa Natalia lontarkan dari mulutnya. Ia lantas merapat pada Dante dan melingkarkan kedua lengannya pada leher pria itu, memeluknya sebagai tanda terima kasih.

“Mulai sekarang jangan pikirkan hal itu lagi, okay?” Dante balas memeluk Natalia, melarikan jemarinya di rambut wanita itu dan membelainya pelan.

Sebelum mengangguk untuk menanggapi Dante, Natalia mengurai pelukan mereka terlebih dahulu. Senyumnya seperti enggan pergi dari bibirnya. Semakin hari, perasaan Natalia pada Dante kian bertumbuh. Cintanya yang mulanya hampir terkikis habis, kini kembali bermekaran di dalam hatinya.

“Aku merindukanmu,” lirih Natalia yang tiba-tiba mengganti topik ke arah yang lebih intim. Lengannya pun belum beralih dari leher Dante. Masih bertengger di sana sembari bertukar pandang dengan pria itu.

Dante agaknya sedikit bingung dengan pernyataan Natalia yang tak terduga. Wanita itu mulai menunjukkan perasaannya secara gamblang, seperti Natalia yang ia kenal enam tahun yang lalu.

“Aku juga, Nat. Aku selalu merindukanmu,” balas Dante dengan sungguh-sungguh walau ia sendiri tak paham kenapa Natalia mendadak membicarakan hal itu.

“Aku merindukan kita yang dulu.”

Pupil Dante menyempit. “Maksudmu saat kita masih bersama?”

Natalia mengangguk, perlahan.

“Jadi, itu artinya kau bersedia untuk kembali bersamaku?” tanya Dante dengan jantung yang bertalu keras di dalam sana, menerka-nerka jawaban apa yang akan Natalia ungkapkan.

Dan sekali lagi kepala Natalia membuat anggukkan.

Meski hanya menjawabnya dengan gerakan tubuh tanpa suara, Dante tetap meledak dalam kebahagiaan. Jawaban yang Natalia berikan sudah mewakili pertanyaannya. Setelah waktu yang mereka habiskan bersama, akhirnya Natalia bersedia untuk kembali dengannya.

Dante benar-benar tak bisa mengekspresikan kegembiraannya yang meletup-letup layaknya kembang api di tahun baru, tetapi hal pertama yang ia lakukan adalah menarik Natalia ke dalam pelukannya. Kecupan-kecupan kecil pun ia berikan di puncak kepala wanita itu yang tak pelak menimbulkan tawa di bibir Natalia.

Usaha dan penantian Dante selama lebih dari lima tahun ini tak sia-sia. Tepat di hari ini, ia kembali mendapatkan Natalia. Seutuhnya.

••••

Nanti aku usahakan bisa double update guys. Jadi ramein dulu bab ini😚😚

5 Juli, 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top