Bab 2

Selamat membaca! Jangan lupa tinggalkan vote dan komentar ya❤

••••

The Eve Restaurant mendadak menjadi viral setelah pernyataan dari salah satu Pangeran Inggris yang mengatakan bahwa selama berada di Amerika, The Eve menjadi satu-satunya restoran yang paling sering dikunjunginya. Ditambah lagi dengan pernyataan tokoh-tokoh dunia seperti selebritas, politikus, dan yang lainnya yang juga membuat argumen serupa.

Seketika pemilik The Eve Restaurant yang tak lain adalah Natalia Dixon cukup pusing dengan hal tersebut. Restoran yang dibangunnya sejak awal ini memang cukup terkenal, tetapi tidak sampai membuat nama dan wajahnya muncul di beberapa portal media.


“Nat, satu jam lagi kita akan wawancara eksklusif dengan Thomps Media.” Janet yang menjabat sebagai asisten Natalia tiba-tiba saja masuk ke ruangannya, menyampaikan informasi pada wanita itu.

Natalia memijit pelipisnya, mendongak menatap Janet yang masih berdiri di ambang pintu dengan wajah jengahnya. “Memangnya aku sudah menyetujui untuk melakukan wawancara?”

Janet meringis sembari mengusap lehernya. “Belum, sih, tapi Tuan Thompson bilang kalau kau akan melakukan wawancara hari ini.”

Natalia berdecak lantas meminta Janet untuk pergi setelah mengiyakan agenda wawancara selepas makan siang nanti.

Sudah ia duga jika skenario wawancara itu adalah ulah Si Tua Bangka itu. Entah sudah berapa banyak Jacob Thompson membuat hidupnya bertambah rumit. Dan Natalia tahu betul jika The Eve menjadi seviral ini juga karena perbuatannya. Jacob memiliki kekuasaan di mana-mana. Pria itu akan dengan mudah mengubah hidup Natalia dalam satu malam.

Tak berselang lama, sosok yang kerap membuat kepalanya pusing, kini hadir di ruangannya. Tampak modis dengan kemeja bercorak dan jeans biru tuanya. Sementara senyum lebar terpajang di wajahnya yang sudah keriput di mana-mana.

“Sekarang apa lagi?” tanya Natalia dengan nada frustrasinya.

Jacob tertawa melihat raut Natalia yang setiap kali bertemu dengannya pasti langsung berubah masam. Ia lantas mengambil duduk di hadapan Natalia dengan santai.

“Aku ke sini hanya untuk mengingatkan wawancaramu siang nanti,” ucap Jacob.

Natalia menghela napas panjang. Ia kemudian menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi dan melipat kedua tangannya di depan dada. Sorotnya tak lepas sedikit pun dari Jacob, menatap pria tua itu dengan penuh ketidakpercayaan.

“Aku tahu kau sedang berusaha mempertemukanku dengan Dante.” Suara Natalia agak tercekat ketika menyebut nama Dante. Tenggorokannya serasa diganjal oleh sesuatu tatkala memorinya mengingat tentang pria itu.

Jacob tersenyum, yang satu ini terlihat serius. Tidak tampak menyebalkan di mata Natalia seperti sebelumnya.

“Apa kau masih tidak ingin bertemu dengannya?” tanyanya kemudian.

“Jacob,” Natalia berdeham sejenak saat tahu bahwa suara yang keluar terdengar serak. Ia lantas melanjutkan, “Jangan melakukan itu. Kau tahu kami tidak akan pernah bisa berjalan bersama-sama.”

Jacob mengangguk-anggukkan kepalanya dengan jari telunjuk yang mengetuk-ngetuk meja. “Kalau begitu, beri dia kesempatan. Dia sangat ingin bertemu denganmu. Setidaknya sekali saja.”

Natalia menegakkan posisi duduknya. Maniknya memandang Jacob dengan sungguh-sungguh. “Baiklah. Tetapi setelah ini jangan pernah ikut campur lagi dengan hidupku.”

Kalimat bernada ancaman itu tak terlalu diambil pusing oleh Jacob. Tak juga disimpan di dalam otaknya dan hanya dianggap sebagai angin lalu. Yang jelas, Jacob hanya ingin Natalia bertemu dengan Dante setelah enam tahun lamanya ia menyembunyikan wanita itu dari putranya sendiri.

••••

Tim liputan dari Thomps Media sudah sampai di lokasi. Tepatnya di The Eve Restaurant setelah membuat janji dengan owner The Eve untuk melakukan wawancara eksklusif.

Biasanya yang pergi untuk wawancara seperti ini hanya dua sampai tiga orang saja. Paling tidak ada reporter dan kameramen, tetapi nyatanya kali ini Dante Thompson yang sangat jauh levelnya di atas mereka, ikut serta dalam kegiatan lapangan ini.

Beberapa karyawan di Thomps Universal yang mengetahui hal itu jelas bertanya-tanya. Mana ada bos dengan kekuasan yang paling tinggi di perusahaan malah mengikuti kegiatan seperti ini.

Namun, Dante sepertinya tak peduli dengan omongan-omongan orang di belakangnya. Saat ini ia hanya ingin bertemu dengan Natalia. Ia bahkan tidak bisa tidur tadi malam, sesuai dugaannya. Jantungnya pun terus memompa dengan cepat dan membuatnya menjadi tak tenang sepanjang malam.

Seorang wanita berambut pirang menyambut kedatangan mereka dengan ramah. Lantas mengajak tim dari Thomps Media untuk naik ke lantai tiga bangunan ini—di mana ruangan Natalia berada.

Dante menyadari jika wanita yang ia ketahui bernama Janet itu kerap kali mencuri pandang ke arahnya. Mungkin karena penampilannya yang paling mencolok di antara yang lainnya. Atau mungkin Janet sering membaca majalah bisnis dan mengenalinya. Tetapi Dante tidak peduli akan hal itu.

Janet kemudian mengetuk pintu ruangan Natalia sebanyak dua kali sebelum membukanya. “Tim liputan dari Thomps Media sudah datang,” ujarnya tanpa masuk ke dalam ruangan.

“Langsung masuk saja.”

Aliran darah di dalam tubuh Dante seperti berdesir begitu mendengar suara Natalia yang sudah sangat lama tidak menyapa telinganya. Kerja jantungnya kian cepat, membuat dahinya tiba-tiba dipenuhi oleh keringat.

Serius, Dante bahkan pernah berdiskusi dengan seorang Presiden, tetapi ia tak pernah segugup ini.

“Ayo, masuk.” Ajakan Shopie membuyarkan lamunan Dante. Sepertinya Janet sudah mengizinkan mereka untuk masuk. Terlihat dari pintu ruangan Natalia yang sudah dibuka lebar.

Begitu masuk ke dalam, pandangan Dante langsung jatuh pada sosok wanita cantik yang sangat dirindukannya. Ia bahkan tidak bisa berpaling sedikit pun darinya.

Natalia sepertinya belum menyadari kehadiran Dante karena pria itu masuk paling terakhir. Wanita itu kini sedang berbicara dengan Shopie, menentukan posisi mana yang cocok untuk melakukan wawancara.

Dante rupanya berjalan menghampiri Natalia. Seperti orang yang terhipnotis dengan tatapan yang tak lepas dari satu objek. Barulah ketika jarak Dante dan Natalia semakin dekat, wanita itu akhirnya menyadari keberadaannya.

Air muka Natalia yang sebelumnya tampak ramah kala berbincang dengan Shopie, mendadak berubah menjadi pucat. Kedua matanya melotot menatap Dante dengan keterkejutan yang luar biasa.

“Hai, Nat! Long time no see,” ucap Dante dengan suara yang terdengar lirih, seperti menyimpan kerinduan yang teramat dalam. Sekaligus bahagia karena bisa melihat Natalia dengan mata kepalanya sendiri setelah bertahun-tahun lamanya tidak bertemu.

Selanjutnya, Dante bergerak mendekati Natalia dan tanpa aba-aba langsung membawa wanita itu ke dalam pelukannya.

Tindakannya itu jelas membuat siapa pun yang berada di ruangan ini kaget dan terheran-heran. Termasuk Natalia yang kini tengah berada dalam dekapan erat seorang Dante Thompson.

••••

Doain ya biar aku bisa nyelesaiin cerita ini dalam waktu satu bulan. Soalnya udah banyak cerita lain yang udah aku tulis setengah dan udah gatel pengen aku publish wkwk

16 Juni, 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top