Bab 15
HALO GUYS! Maaf ya kemaren nggak update. Aku keasyikan ngegame😭
Btw, genapin dulu dong vote di Bab 13 biar 300 wkwk. Hayooo yang belom vote Bab 13, buruan vote gih. Kayaknya nggak sadar aku update Bab 13 karena nggak ada notif huhu
Oke deh itu aja. Selamat membaca teman-teman. Jangan lupa diramein kolom komentarnya❤
••••
Dante duduk di pinggir ranjang. Kedua kakinya menggantung dengan jemari yang terasa dingin ketika mencengkeram ujung sprei. Entah karena pendingin ruangan atau perasaannya sendiri. Fokusnya kini mengarah pada Natalia yang tengah membereskan beberapa barang selama ia dirawat di rumah sakit.
Hari ini Dante akan pulang. Kondisinya sudah membaik dan ia diperbolehkan untuk pulang. Kenyataan itu membuatnya tersadar bahwa mungkin setelah ini hubungannya dengan Natalia tak akan seintens seperti saat ia dirawat di rumah sakit. Barangkali Natalia akan kembali menghindarinya seperti sebelumnya.
Sampai detik ini, Dante masih belum dapat menemukan informasi kenapa Natalia berubah menjadi sosok yang sangat anti dengannya. Padahal, ia sadar betul jika enam tahun yang lalu Natalia masih terang-terangan memberi tahu perihal perasaannya. Tentang bagaimana wanita itu jatuh cinta padanya.
“Ada apa dengan ekspresimu?” Natalia yang baru berbalik dengan sebuah ransel yang penuh, menemukan Dante dengan wajah yang tampak lesu.
Dante menarik napas dalam-dalam dan mengusahakan senyum untuk hadir di bibirnya. “Tidak apa-apa,” ucapnya yang lantas turun dari atas ranjang, mengambil alih ransel tersebut dari tangan Natalia. “Sudah semua?”
“Ada beberapa barang yang tidak muat.”
Dante mengangguk sekilas. Dengan sedikit beteriak, ia memanggil Negan yang selalu siap siaga berjaga di depan kamar inapnya.
Pria berperawakan besar itu lantas muncul di balik pintu, menanyakan kepentingan Dante dan segera membereskan tugasnya begitu perintah dari bos sudah keluar untuknya.
“Barang-barang yang ada di sini, biarkan Negan yang membawanya,” kata Dante seraya meletakkan ransel tersebut di atas ranjang yang kosong.
“Jadi, kita pulang berdua?” tanya Natalia yang sedikit bingung. Di pikirannya, Negan yang akan mengantar mereka. Namun, pria itu malah ditugaskan untuk membereskan sisa-sisa barang yang tertinggal, yang berarti bahwa Negan akan berada di sini sedikit lebih lama.
“Sopirku sudah menunggu di bawah.”
Natalia mengangguk-anggukkan kepalanya. Barulah ia paham.
“Ayo,” ajak Dante yang secara refleks menggenggam tangan Natalia, membawa wanita itu untuk segera menuju lobi.
Di detik pertama pikirannya berjalan, Dante berprasangka bahwa Natalia akan menarik tangannya. Namun, yang ia dapati malah wanita itu balas menggenggamnya. Dante sempat terkejut, menengok ke bawah dan mendapati apa yang dirasakannya memang nyata.
Sekembalinya tatapan Dante ke depan, bibirnya tampak mengulum senyum. Hal-hal kecil seperti ini saja bisa membuat hatinya melambung kesenangan. Seketika ia kembali berharap jika seterusnya Natalia akan tetap bersikap selembut ini padanya. Tidak lagi mencoba untuk menjauhinya.
“Kau ingin kuantar pulang terlebih dahulu?” Dante buka suara setelah mereka berada di dalam lift, yang hanya diisi oleh keduanya saja.
“Aku meminta Jacob untuk menjemput Cali di sekolah. Mungkin aku akan ke mansion Jacob saja.”
Kepala Dante bergerak mengangguk dan memang berniat untuk mengantar wanita itu ke tempat tujuannya walaupun saat ini ia sangat ingin menculik Natalia ke penthouse-nya dan mengurungnya sepanjang waktu di sana.
Suasana canggung mulai mengitari mereka. Lift yang begitu sepi membuat situasi kian senyap. Baik Dante maupun Natalia, keduanya pun memilih untuk bungkam. Meski di kepala Dante sendiri sudah berkecamuk bermacam pertanyaan, tetapi ia tetap menahannya di ujung lidah. Takut merusak suasana yang terasa damai seperti ini. Hanya ada dirinya dan Natalia. Berdua. Dengan tangan yang saling bergandengan.
Keramaian kembali menyambut mereka begitu keduanya tiba di lobi. Rolls Royce milik Dante sudah menunggu dengan sopir yang langsung sigap membuka pintu begitu melihat kedatangan bosnya. Segera Dante dan Natalia masuk ke dalam. Lantas Dante menyebutkan ke mana mereka akan pergi.
Dante sepertinya tak menyia-nyiakan waktu yang ia punya bersama Natalia. Di dalam mobil pun ia seperti tak ingin melepas genggaman mereka, membiarkan ia melakukan apa pun hanya dengan satu tangannya.
“Aku tidak akan ke mana-mana, Dante.” Natalia mengangkat tangannya yang masih berada dalam genggaman Dante dengan kekehan kecil. Apa yang Dante lakukan sedikit membuat gerakannya menjadi terbatas.
Dante meringis pelan, tetap belum juga rela menarik tangannya dari Natalia. “Aku hanya takut setelah kulepaskan, aku tidak bisa menggenggamnya lagi,” ucapnya dengan makna ganda.
Lambat laun, Natalia mulai menyadari apa yang membuat sikap Dante berubah. Padahal, ia melihat pria itu selalu ceria selama berada di rumah sakit. Bahkan, Dante seperti bukan seorang pasien yang habis melakukan operasi. Pria itu juga tak pernah mengeluh tentang sakitnya. Seharusnya Dante bahagia saat ini karena diperbolehkan pulang.
Nyatanya, ketakutan Dante mulai kembali. Karena Natalia. Karena takut ditinggal oleh wanita itu. Dan Natalia pun sadar betul akan hal tersebut.
“Kalau begitu, tetaplah menggenggamku seperti ini,” balas Natalia dengan tatapan seriusnya seraya menurunkan kembali tangan mereka. Lalu, pandanganya berputar ke arah depan dengan badan yang mulai disandarkan pada kursi. “Agar aku tidak pergi,” tambahnya yang terucap dengan suara yang nyaris hilang di akhir kalimat.
Samar-samar telinga Dante mendengarnya. Walau begitu, ia yakin betul jika tiap kata yang ditangkap olehnya tidak salah dengar. Apalagi tersirat dalam kalimat Natalia yang seperti menyatakan bahwa wanita itu memang tidak berniat untuk pergi darinya.
Dante sendiri tidak terlalu paham dengan arti sesungguhnya. Namun, perasaannya seperti melayang, mengelilingi kebahagiaan yang terus berputar tanpa henti di dalam dirinya. Hingga bibirnya tak dapat lagi menahan senyum lebar yang memaksa hadir.
“By the way, kenapa kau memberi nama anak kita California?” tanya Dante, berinisiatif untuk membuat perjalanan mereka menjadi sedikit menyenangkan dengan mengobrol.
Natalia mengangkat bahunya, menoleh untuk balas menatap Dante. Darahnya berdesir tiap kali Dante menyebut Cali sebagai “anak kita”. Hatinya merasa senang karena Cali diakui oleh ayahnya sendiri. Jadi, apa yang ia takutkan selama ini tak akan pernah terjadi. Ia dapat melihat dengan jelas cinta di kedua mata pria itu untuk Cali.
“Entahlah. Saat itu hanya kata California yang muncul dalam kepalaku,” jawabnya kemudian.
“Apa karena kita bertemu di sana?” Dante hati-hati saat bertanya, takut menyinggung Natalia yang mungkin memiliki masalah dengan masa lalu mereka meski ia sendiri tidak tahu apa masalahnya. Sebab, selama bersama, mereka selalu baik-baik saja.
“Mungkin iya.”
Pupil Dante membesar, merasa terkejut dengan jawaban Natalia yang sejujur itu. Padahal, wanita itu selalu mengelak untuk membicarakan hal yang berkaitan dengan mereka di masa lalu.
“Maaf.” Dante mengeratkan genggamannya pada Natalia, masuk ke dalam manik hazelnya yang selalu berhasil membuat hatinya tenang. “Untuk apa pun yang telah aku lakukan padamu di masa lalu, aku minta maaf.”
Selain larangan untuk tidak hamil yang selalu ia suarakan pada Natalia yang mungkin menyakiti wanita itu, mungkin ada hal lain yang tidak ia sadari yang pada akhirnya membuat Natalia pergi darinya. Apa pun itu, dengan tulus Dante memohon maaf.
Dada Natalia terasa berguncang. Susah payah ia menelan ludahnya dengan bibir yang tampak bergetar dan air mata yang membayang di kedua matanya. Satu tangannya yang bebas pun terangkat, jatuh di sisi wajah Dante yang dingin.
Kepergiannya benar-benar membuat Dante tersiksa. Natalia tak pernah menyangka hal seperti ini akan terjadi. Saat ia pergi, ia hanya berharap Dante bisa melupakannya, tetapi nyatanya tidak.
Alasan dirinya pergi pun bukan seutuhnya karena pria itu. Ada hal lain yang membuat Natalia mau tak mau meninggalkan Dante walaupun ia sangat enggan berpisah dengan pria itu. Ada seseorang di antara mereka yang memaksa dirinya untuk menjauhi Dante. Dan nanti, di waktu yang tepat, pasti ia akan mengungkapkan segalanya pada Dante.
Natalia tiba-tiba mencondongkan wajahnya ke arah Dante dan menciumnya, tepat di bibir dengan matanya yang perlahan memejam. Diam selama beberapa detik di sana dengan perasaan yang meluap-luap.
Sementara Dante membeku di tempatnya. Matanya kembali melebar, menatap Natalia di bawahnya tanpa gerakan. Ia hanya diam, menunggu sampai wanita itu selesai. Dan ia dapat mendengar suara detak jantungnya sendiri, yang berdegup begitu kencang di dalam sana.
Dante tak menghitung berapa lama bibir Natalia bertahan di bibirnya, tetapi kini wanita itu sudah menarik dirinya. Memberinya senyum singkat sebelum kembali meluruskan pandangannya ke depan, tanpa memberi penjelasan apa pun padanya yang tengah dilingkupi kebingungan.
Saat hendak meminta penjelasan pada Natalia, ponsel Dante tiba-tiba saja berdering dan membuat niatnya urung. Nama Negan muncul di layar ponselnya, tanpa berlama-lama ia segera mengangkatnya. Pasalnya, jika Negan sampai meneleponnya, berarti ada hal penting yang ingin disampaikan.
“Ada apa?” tembak Dante langsung begitu ponselnya sudah tertempel di telinga.
“Mobil Tuan Jacob Thompson diserang oleh orang tidak dikenal. Saat ini aku sedang menuju ke sana untuk melihatnya langsung.”
“BERENGSEK!” umpat Dante yang membuat Natalia terlonjak kaget di sisinya. Darah seakan berkumpul di wajahnya, menggelegak penuh amarah. “Beri tahu aku posisinya. Aku akan menyusul ke sana.”
••••
28 Juni, 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top