Bab 10
Selamat membaca! Jangan bosen untuk terus ramein cerita ini ya❤
••••
Sentuhan tangan seorang profesional memang beda. Padahal, Dante sudah sering menyantap menu sarapan yang serupa dengan yang Natalia masak pagi ini, tetapi entah kenapa buatan Natalia jauh lebih enak dibandingkan sarapan yang ia makan biasanya. Tak heran jika saat ini Natalia memiliki beberapa cabang restoran.
Dante sangat bersyukur karena pagi ini hujan deras mengguyur Manhattan hingga membuat Natalia dan Cali tinggal lebih lama. Alasannya karena Cali sangat takut dengan petir dan membuat Natalia tak tega jika memaksa untuk pulang.
Kendati hari ini Dante ada pertemuan di jam sepuluh pagi, ia tidak peduli. Ia masih tetap santai. Tidak mandi, hanya cuci muka dan sikat gigi. Bahkan, ia sama sekali tidak menengok pekerjaannya walaupun di hari-hari biasa ia sangat gila kerja sampai melupakan hal lainnya.
“Dad, apa setelah ini aku boleh menonton kartun?” Cali memecah keheningan yang terjadi sejak mereka berkumpul di meja makan untuk sarapan.
Dante melempar senyumnya pada Cali yang duduk di hadapannya. “Tentu saja, Sayang.”
Mendapat persetujuan dari sang ayah, Cali bersorak gembira. Buru-buru ia habiskan sarapannya karena ingin segera menonton kartun yang biasa dilihatnya di pagi hari.
Penthouse Dante yang biasanya sepi, seketika menjadi ramai karena kedatangan Cali. Selama ini Dante memang tidak mempunyai seorang pembantu. Paling sesekali ia memanggil orang untuk membersihkan rumahnya. Ia hanya tidak suka berbagi tempat tinggal dengan orang lain. Ia menyukai suasana penthouse-nya yang senyap.
Hal itu lantas berubah semenjak ia mengenal Cali. Tiba-tiba ia menginginkan rumahnya menjadi ramai seperti sekarang ini. Tak buruk rasanya bila memiliki seorang anak kecil di rumahnya. Cali berhasil memberikan aura positif yang seperti mengangkat sebagian bebannya.
“Ini kartun kesukaanku, Dad!” pekik Cali begitu layar televisi menampilkan kartun yang ia maksud.
“Wah! Princess?” Dante meletakkan remot di atas meja. Matanya ikut menatap layar televisi yang tengah menampilkan kartun kesukaan Cali.
Cali mengangguk antusias. “Saat besar nanti, aku ingin menjadi princess seperti mereka.”
Dante terkekeh. Ia lalu merangkul pundak Cali dan mencium puncak kepalanya sekilas. “Tentu saja, Sayang. Kau sangat cantik. Kau pasti akan menjadi princess saat besar nanti. Saat ini pun kau sudah menjadi princess-nya Daddy.”
Tiba-tiba pikiran Dante melayang jauh ke depan, memikirkan Cali ketika besar nanti. Serius, gadis kecil itu sangatlah cantik. Ia jadi takut kalau suatu saat ada lelaki jahat yang menyakiti putrinya. Apalagi Dante selama ini kerap kali menggunakan wanita hanya sebagai pemuas nafsunya saja. Ia takut jika Cali yang harus menerima karma dari perbuatan buruknya.
Sungguh, setelah tahu bahwa ia mempunyai anak, entah kenapa Dante bisa berpikir sampai sejauh itu. Visi dalam hidupnya seketika berubah. Ia tak lagi ingin bersenang-senang dengan dirinya sendiri. Ia ingin membahagiakan Cali. Dan juga Natalia tentunya. Walau saat ini tujuan paling utamanya adalah merebut kembali hati Natalia.
“Tidak apa-apa, kan, kalau Daddy tinggal sendirian?” tanya Dante yang berniat untuk pergi ke dapur, memeriksa apa yang tengah Natalia lakukan di sana.
Cali hanya mengangguk sebagai jawabannya. Ia lantas mengambil remot dan membawanya ke dalam dekapannya. Barangkali ingin mengganti siaran lainnya saat sedang iklan.
Setelah mengacak rambut Cali, Dante pun beranjak menuju dapur. Matanya mengitari setiap ruangan yang dilewatinya dan mendapati Natalia yang nyatanya sedang mencuci piring bekas mereka sarapan tadi.
“Tidak usah dicuci, Nat. Biarkan saja,” ujar Dante begitu berada di sisi Natalia.
Natalia agaknya terkejut dengan kehadiran Dante yang tiba-tiba. “Tidak apa-apa. Hanya sedikit,” sahutnya dan tetap melanjutkan kegiatan mencuci piringnya. “Di mana Cali?”
Dante menyilangkan kedua lengannya ke depan dada. Ia lantas mengambil posisi bersandar pada meja di sebelah wastafel. Pandangannya pun tak lepas dari Natalia.
“Dia masih menonton,” jawab Dante. “Kau tahu, Cali bercita-cita menjadi seorang princess.”
Natalia terkekeh. “Dia memang sangat terobsesi dengan princess-princess yang dia tonton.”
“Dia sangat menggemaskan sekali,” ucap Dante yang langsung mendapat pembenaran dari Natalia.
“By the way, hujannya sudah sedikit mereda. Mungkin kami akan pulang setelah ini.”
Mendengar itu, air muka Dante berubah, mengirimkan tanda bahwa ia tidak menyukai ucapan Natalia. Dante masih berusaha untuk mengontrol emosinya, tidak ingin lagi kelepasan seperti beberapa saat yang lalu.
“Apa kalian tidak bisa tinggal lebih lama lagi?” tanya Dante kemudian.
Natalia mengeringkan tangannya setelah menyelesaikan cucian piringnya. “Cali akan ke sekolah hari ini. Dan kau juga harus bekerja. Begitu pula aku.”
Dante mengangguk-anggukkan kepalanya. Memahami alasan Natalia yang cukup masuk akal. Hari ini adalah weekdays, tentu saja mereka tidak bisa terus-terusan berada di rumah.
“Jam berapa Cali ke sekolah?” Dante mencoba mencari celah. Ia hanya butuh beberapa jam lagi untuk tetap bersama-sama mereka. Untuk merasakan betapa indahnya hidup bersama Natalia dan Cali. Hanya sebentar.
Menggeser tubuhnya ke samping, Natalia lantas memalingkan wajahnya pada Dante. Membalas tatapan pria itu yang sedari tadi tidak pernah putus darinya.
“Jam sepuluh.”
Dante dengan cepat melirik jam yang melingkari pergelangan tangannya, mendapati bahwa jarum jam baru menunjukkan angka tujuh.
“Tinggallah di sini selama satu jam lagi, Nat. Hanya satu jam.”
Rasanya Dante hampir gila saat ia harus berlomba dengan waktu. Menikmati momen sesingkat mungkin dengan Natalia dan Cali yang barangkali akan sulit untuk didapatnya setelah ini. Dante sangat ingin menghentikan waktu.
Natalia tampak menimbang-nimbang permintaan Dante. Dahinya mengerut dengan mulut yang membentuk satu garis lurus. Hingga pada akhirnya Natalia mengangguk, menuruti sekali lagi permintaan Dante yang dirasanya cukup sederhana. Lantas menghentikan segala macam pikirannya yang berusaha untuk kembali menolak pria itu.
Suasana hati Dante langsung berubah begitu mendapat persetujuan Natalia. Senyum di bibirnya melebar. Sedang kedua tangannya terlihat mengepal di sisi tubuh untuk menahan agar dirinya tidak memeluk Natalia saat ini juga.
Kendati sangat ingin melakukannya, Dante berusaha untuk menahan diri. Ia tidak ingin lagi kehilangan kendalinya hingga membuat semuanya runyam seperti beberapa saat yang lalu.
Dante sesungguhnya masih penasaran dengan pembicaraan mereka yang sempat terputus, tetapi ia mengabaikan hal itu. Untuk saat ini, ia tak ingin berargumen dengan Natalia. Biarkan ia menikmati momen langka seperti ini.
Setelah sepakat untuk tinggal lebih lama, Natalia mengajak Dante untuk menghampiri Cali. Layar televisi rupanya sudah berganti. Tidak lagi menampilkan kartun yang sangat digemari oleh gadis kecil itu.
“Mommy, apa itu kau?” tanya Cali sembari menunjuk layar televisi kala menemukan Natalia yang sedang berjalan ke arahnya.
Bukan hanya Natalia, Dante pun ikut menoleh ke arah televisi. Kedua mata Dante sontak melebar sebagai respons pertama atas apa yang matanya saksikan.
Seperti ada belati yang tengah menusuk kuat jantungnya, yang lantas memancing amarah hingga mencapai ke ubun-ubunnya. Bagaimana tidak, yang sedang ia lihat di layar televisi saat ini adalah berita mengenai Daniel Espinosa yang baru saja bertunangan dengan Natalia.
Dante pun mengumpat keras, mengutuk pertunangan Natalia dengan pria lain yang dijadikan santapan publik.
••••
23 Juni, 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top