Virginia

" Berceritalah."

Tangan lembut itu menggenggam tanganku erat. Ada rasa tenang kurasakan. Mata teduh itu menatapku memberikan kenyamanan. Ini mungkin yang membuatku ingin selalu didekatnya. Ingin memilikinya. Ada perpaduan antara kepolosan sikapnya tentang percintaan dan kelembutan karena kedewasaan usianya. Aku merasakan kenyamanan selalu berada disisinya. Menerbitkan rasa cinta dan sayang yang tak dapat kupungkiri.

Mata di depanku masih menatap dengan keteduhan yang kuinginnya. Aku meremas jari jemarinya pelan seolah mencari kekuatan disana. Aku merasa disaat ini aku begitu lemah dan aku tidak malu diketahui olehnya. Aku begitu bisa menjadi diriku sendiri didepannya.

" Berceritalah. Aku tak akan pergi meninggalkanmu setelah kamu selesai dengan ceritamu tentang dia."

Suara lembut itu mengingatkanku. Aku menggangguk sambil menyungging senyuman.

" Aku mengenal dia sejak kecil, kami tumbuh bersama. Dia begitu manja dan aku yang selalu menemaninya. Aku yang selalu menjaganya. Dia selalu dimanjakan. Pergaulan kami terlalu bebas. Keluar masuk Club, mabuk, memakai narkoba dan..." aku tak sanggup melanjutkan ucapanku.

" Dan apa.." Tanyanya polos. Aku menatapnya ragu.

" ML.." ucapku lirih.

" Maksudnya.." keningnya mengernyit.

" Bercinta..." jawabku tanpa mampu menatap wajahnya.

" Ooh...sebelum menikah ya." Ujarnya lirih. Aku mengangguk tanpa sadar.

" Tapi aku melakukannya sekali dan tanpa sadar, aku waktu itu mabuk. Aku sadar ketika pagi hari terbangun tanpa pakaian. Dia tertidur disebelahku. Selama aku bersamanya, aku tidak pernah mau merusaknya."

" Karena kamu mencintainya."

" Aku tidak tahu, hanya saja aku selalu ingin menjaganya." Dia mengangguk mengerti.

" Kemudian dia bilang bahwa dia hamil. Aku menerima test pack bergaris dua darinya yang menguatkan pernyataannya. Aku kalut tapi aku akan bertanggung jawab. Aku bahagia akan memilikinya. Menjadi suami yang akan menjaganya setiap waktu. Sampai hari itu terjadi..."

Ada rasa marah dan sedih yang mengusik hatiku. Gadis didepanku pasti melihat mataku mulai berkaca kaca.

" Kenapa. Apa yang terjadi." Tanyanya penuh selidik."

" Sore itu aku mendatangi apartementnya, untuk mengajaknya mencari cincin perkawinan kami. Aku selalu masuk apartementnya tanpa mengetuk pintu. Begitu pun sore itu. Aku melihatnya disana...ditempat tidur dengan seorang laki laki."

Aku menghela napas. Mataku nanar menatap mata cantik yang terlihat mengabur didepanku karena airmata mulai merebak dimataku. Genggaman erat memberikanku kekuatan.

" Aku marah. Aku tidak terima. Dia mengejarku yang segera pergi meninggalkan apartementnya. Aku segera masuk ke dalam mobil dan mengendarainya dengan sangat cepat. Sampai kudengar bunyi keras beradu dibelakang mobilku. Aku berhenti segera dan keluar. Aku lihat sebuah mobil menabrak pohon dan aku melihat Virginia di dalam mobil itu."

" Mobil mini cooper itu."

" Bukan..dia memakai mobil lelaki yang tadi bersamanya. Aku tak sanggup melihat kondisinya yang begitu parah. Aku hilang kesadaran. Setelah sadar, aku mendapat kabar dia sudah tiada. Aku merasa bersalah dan selama betahun mengutuki diriku. Aku merasa akulah yang mengakibatkannya pergi."

Aku menerawang jauh. Menghadirkan rasa sakit dan kehilangan. Wajah Virginia tergambar jelas diingatanku. Aku belum bisa mengusirnya pergi. Kedekatan kami begitu sulit untuk dibuang begitu saja.

" Kamu masih mengingatnya. Membayangkannya. Lalu mengapa mengajakku menikah."

Aku menatap gadis cantik didepanku. Terlihat mata itu terluka.

" Aku tidak tahu. Perasaan nyaman didekatmu dan rasa ingin memilikimu hadir sejak pertama aku melihatmu. Ada perasaan cinta dan sayang yang lain kurasakan. Bukan rasa seperti yang aku rasakan pada Virginia." Dia menghela napasnya pelan.

" Tidak mudah menghilangkan kenangan tentang dia kurasa. Jadi tolong pikirkan lagi niat untuk menikahiku."

" Tidak aku akan tetap menikahimu, segera. Aku tidak mau kehilangan lagi." Dia tersenyum sekilas.

" Baiklah...aku akan menikah denganmu, tapi dengan satu syarat."

Mata cantik itu menatap lekat mataku. Aku menatapnya meminta kelanjutan ucapannya.

" Jangan pernah menyentuhku sebelum bisa melupakan dia."

Aku menatapnya dengan keterkejutan yang tanpa bisa kututupi. Dia tersenyum miring. Senyum sinis yang baru pertama kulihat dibibir tipisnya. Aku mengusap wajahku dengan napas berhembus kasar.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top