Parents
Aku betul betul menjaga Karina dan calon bayi kami. Aku jadi over protect dan super possesive. Aku tidak peduli. Aku tidak mau terjadi sesuatu yang membuat istriku atau bayiku terluka. Karina selalu kutemani kemana pun dia mau pergi.
Karina melalui masa ngidam dengan sedikit malas. Malas mandi, malas keluar rumah, malas melakukan pekerjaan rumah dan malas makan. Dia selalu mengeluh kepadaku.
" Aku kalau mandi nanti kedinginan." Aku tertawa menanggapinya.
" Aku malas keluar rumah, sinar matahari membuat mataku perih." Aku mengiyakan saja.
" Aku malas menyapu, debu bikin aku batuk, aku malas bereskan rumah bikin aku pusing."
Jadinya aku menambah satu lagi assisten rumah tangga kami.
" Aku malas makan, bikin mual. Aku mau dipeluk aja tapi sambil tiduran."
Yang satu ini yang buat aku tertawa kegirangan. Siapa yang nolak ngidam macam begini. Karina jadi lebih agresif dan selalu ingin dimanjakan.
Terkadang seharian dia terus menempel disebelahku. Dengan alasan yang kadang membuatku terkekeh geli.
" Dedek bayi pengen deket ayahnya terus nih. Kangen terus dicium ayah."
Menemani hari hari bersama ibu hamil yang jadi begitu manja dan banyak maunya, membuatku merasakan bahwa hidup ini begitu indah. Ketika senyum tersungging dibibir mungil Karina, membuatku merasa menjadi seorang suami yang begitu bahagia. Belum lagi tendangan tendangan dedek bayi diperutnya yang kadang membuat Karina menjerit tertahan. Aku bahagia sekali bisa menghadirkan makhuk hidup diperut Karina.
" Dedek..jangan nakal. Kasian Bunda sakit tuh. Jangan tendang tendang terus ya. Senang ya..ditemenin ayah."
Karina tersenyum. Cantik sekali. Istriku ini memang terlihat lebih cantik semenjak mengandung.
Aku bersyukur menyaksikan moment ini. Aku sudah menunggu sangat lama. Aku menyaksikan anakku lahir kedunia. Merasakan ngeri dan cemas ketika Karina menjerit kesakitan. Menikmati pegangan kuat dilenganku. Rasanya napasku seakan ditenggorokan melihat istriku kelelahan berusaha mengeluarkan bayi mungil berwajah cantik.
Saat seorang pria melihat istrinya berjuang keras dalam kesakitan melahirkan sang bayi, dan melihat bayinya yang lahir dengan sehat dan selamat, maka dia memiliki dua kebanggaan sekaligus saat itu. Istrinya, dan anaknya yang hebat.
" Quinsha Kriana Bimantara." Ucapku dengan rasa bangga memamerkan bayi mungil itu kehadapan semua orang. Aku membawa bayi itu ke buaian ibunya.
" Terima kasih sayangku."
Aku menatap Karina dan tidak sanggup berkata kata lagi. Aku menangis.
" Lihat sayang..dia cantik, dia bernapas dan dia tadi menangis."
Karina menatapku. Kelelahan masih tampak diwajahnya. Matanya terlihat sembab tapi memancarkan kebahagian yang tak terkira.
" Aku akan menjaganya dengan baik. Aku akan jadi ayah yang selalu ada didekatnya. Aku akan melihatnya menangis dan tertawa. Pasti akan sangat indah."
Aku mengucapkan janjiku dengan air mata tanpa malu menetes di pipiku. Aku jadi cengeng dengan kehadiran bayiku. Tapi aku tidak peduli. Aku bahagia.
Aku memeluk sang pahlawan yang tadi berjuang mengeluarkan sang bayi ke dunia. Aku memeluk dan mencium mama. Pahlawan yang telah membuatku hadir ke dunia. Aku juga memeluk dan mencium Sharina. Pahlawan kecil yang juga mampu membuat buah hatinya sekarang ini belari dalam tawa.
" Kalian wanita hebat yang aku cintai." Ucapku tulus. Mereka berurai airmata.
" I love you."
Karina memelukku hangat. Quinsha terlelap dipelukan mama. Aku mencium lembut kening istriku.
" I love you more."
" Menjadi Ayah memikul beban yang cukup berat untuk bertanggung jawab terhadap keluarga. Ayah adalah sosok yang akan menjadi panutan dalam keluarga. Menjadi Ayah harus bisa memberikan segalanya di dalam keluarga, mulai dari hal-hal kecil seperti kasih sayang dan perhatian sampai pada tanggung jawab untuk menjamin kehidupan anggota keluarga."
Mama menasehatiku dengan suara bergetar. Aku menatap Mama, lalu mencium pipinya.
" I love you Mam."
" Aku akan mencintai anakku seperti Papa mencintai kami."
" Ayah yang baik tahu, bahwa anak tidak hanya butuh untuk dicintai, namun juga diberi kedisiplinan untuk kesuksesan di masa depannya nanti. Kalau sudah begini, kurang hebat apalagi si ayah?" Sharina menyambut ucapanku.
" Adik kecilku yang manja sudah dewasa dan sudah jadi ibu yang hebat."
Pujiku yang diangguki Mama dan Karina. Sharina tersenyum malu.
Aku bahagia sekali. Bersyukur menikmati saat ini. Menjadi seorang ayah.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top