Forever In Love

Seorang wanita berhijab tertawa begitu ceria. Diantara beberapa orang wanita yang hadir disana, aku begitu hapal salah satu diantaranya. Dia yang begitu cantik untukku. Walaupun usianya sudah tidak muda lagi, tapi bagiku dia masih Karinaku yang sama. Wanita yang membuatku jatuh cinta. Wanita yang menghadirkan rasa nyaman dan bahagia. Wanita yang memberiku kebahagian yang begitu nyata. Wanita yang selalu setia mendampingiku dalam susah dan senang.

Aku menatapnya dan dia balas menatapku. Kukedipkan sebelah mataku. Dia terkekeh. Lalu berdiri dan berjalan pelan menghampiriku. Aku merengkuh pinggangnya dan mendaratkan ciuman sayang dipipinya.

" Cintanya ayah."

Dia tertawa pelan. Manja seperti biasanya. Aku mengajaknya untuk duduk disebelahku.

" Haduuh...ga dimana mana nih pasangan..nempel terus. Minggir ah..pinjem istrinya. Tenang ga bakalan hilang ko."

Sharina menghampiri kami dan menarik tangan istriku untuk mengikutinya. Aku tergelak yang diikuti Novendra dan juga Raditya.

Acara keluarga ini rutin kami lakukan setelah papa dan mama tiada. Kami diberikan pesan untuk terus menjalin silaturahmi. Aku sebagai anak tertua melaksanakan itu dengan patuh. Semua berkumpul. Ada Quinsha dengan Matt, tunangannya. Syden dan Clarista, pacarnya. Si bungsu Bexley yang nempel dengan Dhania, anak Bang Dion. Dua anak Sharina dan Novendra, Thodia dan Thalia hadir bersama pasangan masing masing. Raditya tidak pernah absen membawa Mauri, istri kecilnya yang imut dan manja. Maklum pasangan itu beda usia lumayan jauh, tapi mereka terlihat harmonis. Bayi cantik ikut menyemarakkan hidup Raditya dan Mauri.

" Yah, Bunda mana?"

Bexley menghampiriku. Dhania mengikutinya.

" Di dapur sama aunty Sharina, ada apa?" Bexley tersenyum menatapku.

" Tumben istri cantiknya ga ditemenin." Bexley berlalu sambil tergelak.

" Eh, anak ayah nyebelin, awas ya..ga ada jatah buat nonton malam minggu besok."

Mereka tertawa memandangiku. Aku tersenyum kecut. Mereka memang tahu, semua orang dimana pun tahu. Aku selalu tidak pernah jauh dari istriku. Apalagi semenjak dia sakit. Aku selalu menemaninya. Terkecuali kalau aku ke kantor tentunya, tapi terkadang Karina aku ajak dan dia akan duduk manis menemaniku kerja.

Aku bersyukur cinta kami tak berkurang sedikitpun. Walaupun terkadang pertengkaran kecil kerap mewarnai, tapi selalu terselesaikan dengan baik. Aku dan Karina tidak pernah melarutkan masalah. Kami selalu menyelesaikan secepatnya jika ada kesalahpahaman atau sesuatu yang tidak sesuai.

" Ko bengong sih ."

Suara lembut menyeruak memecah pendengaranku. Aku menyambut tangan halus yang mengusap pelan pundakku.

" Bukan bengong, tapi lagi merhatiin mereka tuh."

Aku menunjuk anak anak kami yang tampak akur berbincang bersama pasangan dan sepupunya. Karina tersenyum.

" Terima kasih untuk cintanya, ayah."

Karina mencium pipiku. Aku tersenyum dan membalas ciumannya.

" Ayah, aku masih cantik ga sih?" Tanyanya pelan. Aku menatapnya dengan senyum.

" Yang cantik banyak, bun." Dia cemberut.

" Jadi aku udah ga cantik ya.." Dia merajuk. Aku tergelak.

" Yang cantik banyak. Tapi yang aku cinta cuma satu, bunda." Dia tergelak.

" Tapi tetep cantik kan.." Dia merengek kali ini. Aku tergelak.

" Cantik. Selalu cantik buat aku."

" Tadi katanya yang cantik banyak." Dia menatapku ketus.

" Iya yang cantik banyak, Quinsha, Sharina, Mauri, Clarista, Dhania, Thodia, Thalia...tapi yang cintanya ayah cuma bunda." Dia tersenyum.

" Bunda sayang yang cantik..kalau minum kopi enak nih.."

" Hadeuuh..ngerayu karena ada maunya."

Dia mendelik judes. Aku tertawa. Dia berlalu ke dapur.

" Ada yang  mau kopi ga nih, sekalian mau bikin buat juragan aku."

Sedikit berteriak Karina bertanya. Tentu yang lain mengangguk mau.

" Bun, punya ayah spesial ya, pakai cinta bikinnya." Karina berdecak.

" Hhuuuuu..."

Teriak yang lain menyorakiku. Aku tergelak.

Begitulah kehidupanku. Aku berhasil menjalaninya sampai saat ini dengan penuh rasa cinta dan kasih sayang. Aku berhasil memberikan semangat kepada istriku untuk terus berjuang mengalahkan penyakitnya. Kami selalu mengisi hidup kami dengan menghadirkan keceriaan.

Keterbukaan dan kepercayaan menjadi modal utama langgengnya bahtera rumah tangga kami. Kami akan mengajarkannya kepada anak anak kami kelak. Cinta yang selalu membuatku merasa mampu untuk menjalani hidup ini. Karena cinta tuluslah yang mampu membuat hidup ini begitu berarti.

" Bun, ayah cinta bunda. Tetaplah temani ayah apapun yang terjadi. Tetaplah jadi cintanya ayah. Selamanya." Lirihku.

Sebuah kecupan hangat dipipi kurasakan. Aku menatapnya. Menatap raut wajah cantik yang membuat hidupku lebih baik.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top