Desire

Dengan satu hentakan aku membuka pintu kamar. Ruangan itu kosong. Aku menatap berkeliling, kulihat pintu kamar mandi juga terbuka lebar. Aku hendak keluar ketika ku dengar ada suara di closet room. Aku menghampiri ke sana. Aku lihat Karina berdiri disana dengan hanya memakai handuk yang hanya menutup bagian depannya saja. Sementara bagian belakangnya terbuka. Aku dapat melihat tubuh mulus bagian belakang itu dengan tonjolan yang sempurna disana. Ada yang menggelitikku ingin dipuaskan.

" Mas.." wajah didepanku merah padam .

" Kenapa tidak mengetuk pintu dulu."

" Haruskah."

Aku berjalan lebih mendekat. Menghilangkan jarak diantara kami. Segera kuraih pinggangnya. Karina berusaha berkelit, tapi aku lebih cepat. Sebelumnya aku menarik kasar handuk yang ditahan oleh tangannya. Kudengar Karina sedikit mengaduh ketika tubuhnya membentur tubuhku. Aku mendorongnya sehingga tubuhnya membentur dinding dibelakangnya. Hasratku sudah tinggi. Gairah begitu menggebu. Mataku mengabut karenanya. Aku tidak bisa lagi menahannya. Aku menahan kedua tangannya yang memukuliku ke atas. Aku melumat bibir tipis didepanku, menggigit bibir bawahnya agar dia menerima ciumanku. Aku menjeda ciuman itu ketika dia terengah.

" Mas..kamu..."

Aku menciumnya lagi melumat bibir nikmat itu. Mengalirkan gairah yang tak terhingga. Aku menggendong tubuh telanjangnya tanpa melepas ciumanku. Dia meronta, tapi aku menahannya. Tubuh mungil itu tidak sebanding dengan tubuh besarku.

" Mas tolong jangan lakukan ini, aku tidak mau."

Suara itu merengek pilu, aku terus saja membuka seluruh pakaianku sambil menahan tubuhnya dengan kedua pahaku.

" Aku suamimu sayang, aku berhak untuk melakukannya."

Kulumat kembali bibir tipis itu. Tubuhnya masih terus meronta. Aku menyusuri wajah cantik itu dengan ciumanku.

" Mas aku tidak mau, kamu sudah janji. Jangan begini mas, kamu brengsek. Aku bukan Virginia. Mas..."

Aku tidak peduli, terus saja menciumi wajahnya tanpa jeda. Jejak jejak basah tertinggal disana. Beralih ke lehernya dan membuat beberapa tanda kepemilikanku disana. Lalu beralih ke dadanya. Memandangi miliknya yang begitu membuatku semakin bergairah. Aku memberikan sapuan lembutku disana. Menghadirkan lenguhan dan desahan halus dari bibir yang tadi mengumpatku. Aku tersenyum sekilas. Aku tahu dia mulai menerimaku. Aku melihat tubuhnya juga mulai rileks.

" Aku akan melakukannya dengan lembut sayang. Ini pertama untuk kita. Aku juga belum pernah melakukannya." Bisikku.

Aku melihat dia sedikit mengerutkan alisnya, menatapku tak mengerti.

" Sayang...terima dengan ikhlas dan ingatlah..aku suamimu." Ucapku lagi sebelum aku melakukan lebih jauh lagi.

Aku melihat kristal bening meleleh dari matanya. Wajah itu terlihat lebih cantik dengan ekspresi menahan gairahnya.

" Lepaskan sayang jangan ditahan."

" Mas..."

suara itu begitu merdu ditelingaku. Wajah yang terlihat cantik dengan peluh dan air mata itu menghadirkan sensasi tersendiri untukku.

" Aku suamimu cantik. Karin sayangku. Aku cinta kamu."

Aku merebah disebelahnya. Akhir yang begitu nikmat. Aku merengkuh tubuh mungil yang terlihat bercahaya dengan peluh membasahinya.

" Ya Tuhan aku mencintaimu."

Aku mencium lama kening istriku. Wanita yang membuatku mampu kembali pada hidupku yang seharusnya.

" Tolong jawab aku sayang, apakah kamu mencintaiku."

Kutatap lekat mata bulat didepanku. Dia mengerjap begitu cantik. Kepala itu mengangguk.

" Aku mencintai mas." Ungkapnya yang membuatku menarik tubuhnya masuk lebih erat kedalam pelukanku.

" Sayang ...kamu harus membaca diary itu." Dia melotot sengit.

" Dengar dulu sayang, kamu harus membacanya. Agar kamu tahu bahwa wanita brengsek itu tidak sebanding denganmu. Dia tidak sama posisinya denganmu. Aku hanya mencintaimu dan aku hanya mengucapkannya kepadamu. Aku tidak pernah mengucapkan itu kepada yang lain. Tidak juga kepada wanita penipu itu."

Karina menatapku seolah mencari kebenaran dimataku. Dia menggeleng dengan senyum manis terukir dibibir tipisnya.

" Aku tidak akan membacanya. Aku percaya pada mas, maaf aku kemarin kmarin berbuat dosa dengan tidak melayani mas dengan baik dan benar."

Aku menggeleng lalu meraih kepalanya untuk kucium.

" Tidak sayangku. Kamu telah hadir untukku saja aku sudah begitu bahagia."

" Mas tidak keberatan jika buku itu dibakar." Tanyanya menatapku ragu.

" Aku tidak keberatan dengan apa pun yang mau kau lakukan pada buku itu."

Dia tersenyum dan membenamkan kepalanya didadaku. Aku merasakan kenyamanan yang tidak dapat kulukiskan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top