25. Perjuangan.

Sudah hampir selesai acara magangku, dan kini aku lagi sodorin surat ijinku untuk cuti sementara sampai lahiran. Dan untuk bimbingan skripsi dsb kan sekarang bisa dilakukan secara online. Jadi tak ada yang perlu dikhawatirkan.

Tapi sepertinya ada masalah keuangan dikeluarga Pavel dan aku tidak diberitahu sama sekali. Namun aku dapat merasakannya. Pavel kini kuliah sambil bekerja dengan alasan tempat magangnya gak kasih ijin dia keluar karena kerjanya bagus. Sedangkan mertuaku sekarang lebih pendiem dan jarang marah marah. Tapi tetap aja sengak kuadrat, apa mungkin Levin ada dibalik sikap papah yang berubah.

"Papah mau pergi?"Tanyaku saat mertuaku sudah berkemas.

"Mau liburan lah, disini lama lama bisa jantungan ngadepin kamu sama Levin!!'"Celetuk mertuaku marah. Tatapannya ituloh gak indah sama sekali kayak aku baru nyuri hartanya beliau. Padahal seribu perakpun enggak. Aku kadang masih minta Levin soal kebutuhanku.

"Kemana, Dome ikut eoh."Rengekku sok gak mau ditinggal tapi dalam hati merasa inilah kemerdekaan sejati. Mertuaku pindah yes, beliau mau balik ke Amerika tempat masa kecilnya.

"Gak usah lebay, dalam hatimu juga lagi hip hip hore. Sekarang kamu jadi bebas tanpa papah. Rawat Pavel dengan baik dan jangan tinggalkan dia karena miskin." Wejangan macam apa itu wahai mertua. Siapa juga yang bakal ningalin Pavel karena dia tiba tiba miskin. Padahal sejak kemarin mertuakulah yang pelit kuadrat. Kebutuhan Pavel pun cuman dikasih sedikit aku pun minta ke Levin.

"Papah pergi, jangan minum tepung. Minum susu yang rajin."Mertuaku melengos pergi. Perpisahan model milenial ini.

Ahay gak usah dipikir lah yang penting sekarang aku bisa nyante tanpa takut terdzolimi.

......

Beberapa saat kemudian.

"Nai, kenapa?"Nai nyerobot masuk dan sambil menangis. Baru dibukain juga, untung dia gak melompat kearahku bisa guling guling berdua entar.

"Chen pergi lagi Dome, aku harus gimana. Ini semua gegara Levin tahu."Nai uring uringan dan menyalahkan semuanya pada Levin. Tapi aku bingung kenapa Levin dibawa bawa. Tadi papah juga, wah jangan jangan?

"Kamu gak tahu?"Tanya Nai, aku jelas gak tahu maksudnya apa coba.

"Kenapa Levin, dan apa hubungannya Levin sama kepergian Chen. Ataukah Chen sekarang sama Levin?"Tanyaku karna bingung. Tapi fantasiku juga lagi jalan jalan dan bikin skenario yang bikin esmosi Nai meledak.

"Levin....dia....."Nai mau cerita tapi keburu Pavel nongol.

"Nai...."Pavel melotot kearah Nai agar tidak membocorkan rahasia.

"Gak jadi Dome, abaikan aja. Aku mau pinjam mobil ."Nai mengalihkan pembicaraan. Kalo mau bohong itu harus kursus dulu Nai, biar pinter. Perasaan mobilku juga dipake tiap hari karena aku udah gak pergi ke kampus, pake acara basa basi segala.

"Kalian sembunyiin apa dariku?"Tanyaku tegas. Perutku jadi sakit kan, kalo aku emosian gini. Tapi aku tahan karena Pavel mendekat.

"Hallo baby papah yang manis, papah bawa buah segar. Papah potongin ya."Pavel kini nyium perutkunl dan nyium bibirku kilat. Acara interogasi jadi pending.

"Udah jangan mikir yang aneh aneh, kayak gak tahu Nai aja kalau Chen pergi uring uringan nyari, tapi kalo deket suka di ghibahin." Pavel mencium pipiku agar aku tak berfikiran buruk dan Pavel bergegas pergi ke dapur buat potongin buahnya.

"Pavel...."Aku mencoba menahan Pavel minta penjelasan.

"Nai....."Aku melotot horor kearah Nai.

"Peace"Cengir Nai dan kini dia nimbrung didapur buat minta buah yang dipotongin Pavel.

Haruskah aku tanya ke Levin?.

......

Ting

Ting

Ting

Ada pak post kirimkan banyak surat kerumah, kebetulan tadi aku yang menerimanya. Aku bingung mau buka dulu yang mana. Semuanya nyatanya tertera dalam bentuk tagihan. Gak ada surat cinta dari Dylan.

Tagihan listrik

Tagihan air

Tagihan telpon

Tagihan biaya kampus Pavel..

Bahkan.......

Nyatanya rumah juga masuk dalam jangkauan bank.

Aku kaku, kenapa aku baru tahu sekarang.

"Dome....."Pavel yang kaget aku membuka isi surat surat itu kini menghampiriku dan bergegas mengambil semuanya.

"Kenapa kamu menyembunyikannya dariku?"Tanyaku sambil menangis.

"Apa ini ulah kakakku?"Tanyaku kepada Pavel. Aku mulai meneteskan airmata.

"Bukan, sudahlah sayang. Ini semua kesalahpahaman. Tukang postnya mungkin salah alamat. Nanti biar aku yang kembalikan."Pavel mencoba bikin alasan lain lagi dan Nai disana juga tengah masang raut wajah yang sedih.

"Pavel.... Tolong jelasin ke aku. Aku tahu kamu bohong."Aku memohon agar Pavel memberitahuku. Tapi perutku makin kesini makin sakit. Jadwal lahiran masih lama, tapi ini sudah gak tertahankan.

"Dome......"

Aku pingsan gays.

........

Saat aku siuman aku merasa tak asing seperti lingkungan saat masih kecil dulu. Yaps, aku balik dikamar mamaku.

"Pavel...."Aku mencoba memanggil Pavel. Tapi yang datang malah Levin.

"Dome, kata dokter kamu harus banyak istirahat dan gak boleh terlalu banyak pikiran."Levin kini memegang tanganku dan seolah memberi kekuatan padaku. Padahal jelas dia sendiri biangnya disini. Dasar Levin menyebalkan.

"Kak, pliss jangan bohong."Aku masih ingat sebelum pingsan ada masalah di keluarga Pavel dan kini aku malah berada di rumah masa kecilku yang ada di Thailand.

"Kamu ingin tahu?"Levin ragu memberitahuku akan berita itu.

"....."Aku mengangguk. Dan Levin malah pergi dan kembali membawa sebuah map berisi kertas putih yang akhirnya membuatku menangis.

"Ini bohong kan?"Aku gak percaya tentang isi surat itu dan itupun sudah ditandatangi sejak aku masih magang kemarin.

"Ini kenyataannya Dome. Pavel ninggalin kamu!!!" Levin marah marah gak jelas. Levin lama lama bikin gerah. Emosian mulu, gak suka aku punya suami apa?.

"Kak....." Aku nangis lagi.

"Jangan pikir kakak mengancamnya, sekarang kamu istirahat eoh. Mamah dan papah akan segera kembali dari bekerja, kakak gak mau mereka tambah khawatir dengan kondisimu yang lemah kayak gini!"Levin kini meninggalkanku sendiri. Drama macam ini wahai hayati. Aku lelah terbelenggu akan kebingungan ini.

"....."Aku ingin jawaban dan penjelasan tapi Levin malah kabur. Gak tanggung jawab banget itu kakak satu.

"Ponsel....."Ya aku ingat ponselku dan aku harus bertanya langsung pada Pavel. Tapi saat aku mencari ponselku disekeliling kamar aku tak mendapatinya. Aku mulai merasa lelah. Aku pun duduk di pinggiran sofa dan mencoba menghubungi Pavel lewat telpon rumah aja.

Tut

Tut

Tut

Tak ada yang mengangkat.

Tut

Tut

Tut

Masih tak ada jawaban.

Dan kini orangtuaku datang dan aku pura pura istirahat kasurku.

"Dome, apanada yang sakit?"Tanya mamah khawatir.

"Gak mah," Aku menggeleng udah gak ada yang sakit.

"Baguslah, babynya udah turun dan siap lahir. Jadi pesan mamah kamu gak boleh stres sayang."Mamah kini menyentuh pipiku dan memberi keyakinan padaku bahwasanya aku harus lebih sehat agar lahiran nanti tidak terjadi apa apa sama babynya.

"Dome harus kuat, jangan pikirin yang lain biar Levin yang menanganinya"Papah kini tersenyum kearahku. Apa juga yang perlu ditanganin Levin, aku saja mencurigai Levin lah yang pasti membuat kekacauan ini.

Papah pergi pulang kampung secara mencurigakan, Nai belum cerita tentang Chen yang pergi mendadak, sedangkan Pavel entah aku gak tahu sekarang dia dimana, karena aku sendiri malah terdampar di Thailand.

Hanya Levin biang keladinya.

.........

Ting

Ting

Ting

Telpon disamping kasurku berdering dan mamah ingin mengangkatnya tapi aku tahan. Aku yakin itu Pavel.

"Itu pasti Nai mah, tadi sinyalnya buruk"Bohongku.

"Baiklah mamah keluar dulu bikin makan malam. Jangan ngobrol terlalu lama. Kanu harus banyak istirahat." Pesan mamah.

"Siap..."Aku tersenyum kearah mamah agar mamah tak terlalu khawatir.

.....

Ting

Ting

Nyatanya benar Pavel.

"Hallo"

"Sayang......"

"Pavel, hiks....."

"Jangan menangis, nanti aku jemput. Baik baik disana, makan yang banyak jangan lupa minum susunya." Pesan Pavel kini terdengar lega aku baik baik saja. Terakhir dia tahu aku pingsan dan Levin bawa paksa aku bersamanya.

"Kenapa Pavel kamu disana dan aku disini, aku gak ngerti, hiks" Aku menangis lagi gak tahu jawabannya. Nilai IPK tinggi gak menjamin bisa pertanyaan ini.

"Aku beresin masalah disini dulu biar bisa jemput kamu. Jadi kamu harus baik baik disana dan jangan khawatir" Pavel mencoba bikin aku tenang. Mungkin Pavel sibuk kerja karena hutang hutang itu?

"Apa kamu butuh uang, aku bisa bantu. Aku ingin bersamamu, hiks."Aku rindu dan aku ingin membantu meringankan masalah Pavel.

"Aku akan segera selesein masalahnya dan kita bisa pergi bersama buat beliin baju bagus buat baby kita. Udah jangan nangis."Bohong Pavel.

Sekarang beli baju gak seribet dulu harus kepasar dan nawar. Di online malah penjualnya suka kasih diskon tiada henti.

"Tapi kenapa, hiks" Aku bingung jawabannya Pavel tak sesuai ekspetasi.

"Sayang, udah jangan mena..........."

Telponnya tiba tiba putus. Orang ketiganya masuk. Tamu gak diundang, perusak suasana.

"Kakak" Teriakku kesal.

"Tagihan telpon internasional mahal, jadi ayo pergi makan malam" Ajak Levin agar aku turun buat makan malam.

"Sejak kapan kakak pelit?" Tanyaku, terakhir aku gak keluarin duit kayak biasa aja aku disamperin.

"Sejak hari ini" Levin sambil nunjukin jam tanganannya.

"Pantesan jomblo berabad." Celetukku tanpa skenario.

"Yakkkkkkkkkkk" Levin langsung kesal.

"Apa faedahnya ganteng dan tajir kalo gak ada yang Naksir" Aku masih meledek Levin. Karena kesal ini mulutku nyerocos gak ketulungan.

"Dome....awas kamuuuuuu!!!" Levin mau mukul tapi ingat aku lagi hamil.

"Dasar, jomblo suka iri. " Aku malah senyum meledek.

"Mah boleh kupukul Dome!!" Teriak Levin minta ijin.

"Tukang ngadu" Aku menjulurkan lidah, nyatanya Levin gak ada niat mukul aku.

"Mamah....."Levin memukul mukulkan tangannya ke pintu karena menahan amarah.

"....."Aku masih sibuk menjulurkan lidah meledek Levin.

"Mah......" Levin mendekat, wah bakal remuk ini badan.

"Udah pada gede jangan berantem ah, ayo turun makan."Ajak mamah yang tadi buru buru nemuin kita. Dan kini mamah ngegandeng Levin agar menjauh dariku.

"Dasar jomblo tukang ngadu."Cibirku masih berlanjut.

Abaikan Levin yang mengepulkan asap biar dia bikin sate lilit sendiri.

Btw gak ada hubungannya juga kali....

Tbc..

Harap sedih.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top