Chapter 5: Garry dan Larry

___________
Dibalik cermin, itulah sifat asli mereka.
__________
***

Sesaat setelah Garry masuk ke dalam mobil, ia masih melihat Clara dibalik kaca. Cewek itu masih berdiri di sana, bahkan setelah mobil melesat pergi. Namun, pandangan Garry masih melekat ke tubuhnya yang semakin jauh.

Hingga tiba-tiba Indah muncul dan membuat mata Garry membulat. Itu bukannya Indah? Ngapain dia deket-deket, emm, namanya siapa lagi. Lupa gue.

Huh, kebiasaan buruk Garry yang susah hilang. Dia sulit menghapal nama orang, jika dia melupakan nama seseorang, maka dia bakal menggantinya menjadi kata panggilan spesial layaknya; Sayang, kasih, Beb, ataupun panggilan UwU lainnya.

"Pak, tepi," perintah Garry singkat.

"Siap, tuan muda." Si sopir langsung memutar setirnya ke kiri dan segera berhenti di luar aspal jalan raya.

Garry keluar dari mobil dan melihat gerbang sekolahnya, dua cewek yang dia lihat barusan sudah tidak ada lagi.

Ah, nyusahin banget sih!

Dia segera berlari sambil melihat-lihat sekeliling. Terlalu banyak pakaian sekolah, belum lagi para cewek-cewek yang berbisik sambil melihat ke arahnya.

Sampai matanya menangkap Clara dan Indah yang hendak memasuki Mall. Mall? Mereka mau shoping?

Tanpa pikir panjang Garry menyusul mereka. Ia berkeliling lantai pertama, namun tak menemukan keduanya. Dia melanjutkannya ke lantai dua, tetapi hasilnya tetap nihil. Dia mendongak sebelum menaiki Elevator.

Serius nih? Gue harus ke lantai itu?

Dia menelan susah salivanya, kemudian menginjakan kakinya yang berat ke elevator menuju lantai 'Dunia Kecantikan'.

Begitu ramai orang saat dia sudah berada di ujung Elevator, banyak wewangian parfum juga saat Garry tiba di sini.

Hue! Ini tempat apaan. Bau parfumnya campur aduk.

Meski begitu, Garry harus tetap menerjangnya. Rasa penasarannya lebih kuat dari pada aroma yang memabukkan ini.

Jackpot!

Dia melihat keduanya sedang berdiri di depan rak lipstik. Sesaat sebelum Clara memoleskan lipstik pink itu, segera Garry merebutnya. Kemudian terjadi aduh mulut hingga mengharuskan Garry untuk berbohong. Lalu setelahnya mereka pun pergi.

Ngapain sih gue ngikutin mereka? Alasan apa yang terpikir di benak gue sampe susah-susah ke sini?! Tol*l.

Garry segera pergi ke kasir dan membayar lipstik pemberian Indah barusan. Tidak, itu bukan pemberian, dia yang membayarnya kenapa pula dianggap sebagai pemberian orang lain?

***

Mobil Garry telah sampai di depan rumahnya. Di lapangan depan, terlihat Larry dan teman-temannya sedang berkumpul sambil minum teh hangat. Garry menghiraukan kehadiran mereka dan berlalu masuk ke dalam rumah.

Dia melempar sembarang tas sekolah serta dasinya, dia langsung masuk kamar tanpa memperdulikan para pelayan yang terus saja mengikutinya.

Peraturan aneh rumah Garry, setiap anggota keluarga harus diiringi ataupun dilayani para pelayan, apapun perintahnya. Menurut pemikiran Garry, seharusnya tak ada yang mau bekerja dengan aturan seperti itu. Tetapi ia salah. Uang telah membutakan mata manusia.

Pintu di ketuk tiga kali, kemudian terdengar pelayan yang perlahan membuka pintu dengan nampan di tangannya. Di atas nampan itu, ada hidangan mewah yang telah dimasak oleh koki pribadi mereka.

"Silahkan, disantap hidangannya, tuan muda."

Gadis pelayan itu meletakkannya di meja dekat lampu tidur, setelahnya ia berlalu keluar dan menutup pintu kembali. Ruangan itu sedikit gelap karena tirai jendela menghalangi sinar matahari.

Seperti ini lagi?

Alih-alih makan, Garry lebih memilih untuk merebahkan tubuhnya ke kasur empuk itu dan menutup matanya dengan punggung tangan. Sudah berakhir kegiatan Garry hari ini. Sisanya akan dia habiskan untuk tiduran, mencari hiburan di dunia game, ataupun cuma sekedar menonton film.

Berbeda dengan saudara kembarnya, Larry sangat sering membawa teman-teman sekolah ke rumah. Dia tidak ragu sama sekali mengajaknya, dia bahkan mentraktir makanan atau pun hiburan yang temannya inginkan.

"... Jadi, lo putus sama anak kelas B itu?" respon Larry santai setelah mendengar cerita temannya.

"Yah, begitulah. Dia posesif sih, bikin geram. Dikira gue hewan peliharaan apa, semuanya di kekang." Temannya—Cowok—meminum anggur sampai tumpa dan sedikit membasahi bajunya.

"Sabar aja kali minumnya. Noda anggur tuh rada susah dibersihin," saran Larry.

Temannya itu melirik Larry. "Ngapain di bersihin? Mending beli baru aja sekalian. Lo nggak keberatan kan sedekah ke gue? Dengan cara ngebeliin gue seragam baru?"

Larry hanya diam, tak lama dia hanya tersenyum tipis ke arah temannya.

"Eh, udah-udah. Yok lanjut minumnya." Teman lainnya menengahi. Situasinya mulai tak terkendali.

***

Indah keluar Mall diiringi oleh Clara di belakangnya. Bibir mereka memakai berbagai macam warna lipstik dan terlihat aneh. Keduanya menggandeng tas plastik yang berisikan lipstik. Baik Clara dan Indah membeli satu lipstik kesukaan masing-masing.

"Wah, udah mulai sore aja nih. Selanjutnya kita mau ngapain?" tanya Indah yang memandang sinar matahari di antara tingginya gedung-gedung.

Clara tampak berpikir, ia tak begitu paham alur kehidupan anak kota. Selama ini dia tinggal di pedesaan pinggir jalan raya dan itu membuatnya sangat bahagia.

Bunyi klakson mobil taksi berbunyi, kaca mobil diturunkan dan terlihat sopir itu melirik ke arah Clara.

"Kak!" serunya dari jauh. Clara tak menghiraukannya, dia juga tidak sadar dengan pandangan sopir itu.

"Eh, liat deh. Tuh sopir taksi kok mandang ke arah kita sih?" tanya Indah yang menyadari hal tersebut.

"Yang mana?" Clara kebingungan dan mencari-cari orang yang dimaksud Indah barusan.

"Itu!" Dia menunjuknya. Sopir itu melambaikan tangan. "Yuk deketin. Keknya dia ada urusan deh."

Taksi? Oalah iya, gue tadi kan pesan taksi online. Kok bisa lupa sih, astaga!

"Anu, maaf ya Indah, itu taksi gue. Tadi gue kelupaan kalo udah pesen. Keknya gue harus balik sekarang deh. Maaf banget." Clara merasa bersalah.

Indah malah cekikikan. Dia tak menyangka jika gadis itu akan gelagapan cuma karena lupa hal sepele.

"Ya udah, pulang gih. Besok kita ketemuan lagi ya. Sekalian gue temenin minta catatan Larry, oke?"

"Ok-oke."

Clara pergi dan memasuki mobil taksi tersebut. Dari dalam mobil, dia melambaikan tangannya ke Indah. Begitu pun sebaliknya.

Clara seneng banget dapat teman sebaik itu. Namun, tidak dengan Indah. Senyumnya memudar saat taksi itu sudah hilang dari pandangannya. Dia memandangi lipstik yang baru saja dia beli.

Ckckck, dasar munafik.

Indah membuang tas plastik tadi ke tempat sampah dan segera pergi dari sana. Itu hanyalah kedoknya semata, dia ingin memanfaatkan gadis itu untuk bisa dekat dengan Garry. Bahkan saat dia bertemu Larry, Indah sangat berharap jika itu adalah Garry yang sedang menyamar.  Dia juga membenci sistem sekolah yang memisahkannya dengan kelas Garry.

Liat aja, pelan tapi pasti, gue bakal dapatin lo, sayang. Apapun resikonya.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top