Chapter 40: Kiss?
"Iya tau, Gar, gue nggak mandi."
"Bukan itu, beg—" Ucapan Garry terhenti. Ia lupa ada Ayah Clara, kemudian dia berdehem sambil membenarkan posisinya. "Maksud gue, bukan itu yang gue maksud."
"Kamu kenapa nak? Mau pergi ke sekolah?" tanya ayahnya.
"Iya."
"Ayah antar ya?"
"Nggak usah, Yah, Clara sama Garry aja. Gar ayo, atau lo belum sarapan? Gue ambilin snack deh." Cewek itu bergegas kembali ke kamarnya.
Dua pria di ruang makan itu saling tatap, merasa heran.
Clara keluar dengan tiga bungkus snack di lingkaran tangannya. "Yok, Gar."
Garry beranjak, Clara langsung memberikan semua snack itu pada cowok itu dan mereka menghilang dibalik pintu. Ayahnya hanya menghela napas, mungkinkah putrinya memang benar-benar mencintai pria itu? Temannya di sekolah juga tidak mengatakan hal yang buruk tentang Garry.
***
Clara masuk ke mobil, di susul oleh Garry yang meletakkan snack itu di dekat setir mobil. Ia menatap Clara lama.
"Lo yakin mau ke sekolah?"
"Yakinlah," jawab Clara tanpa jeda, "Yang nyuruh gue ijin tuh Ayah, bukan gue pribadi. Makasih ya, di rumah jenuh banget soalnya."
Garry tersipu, padahal tidak ada yang spesial dari perkataan cewek itu barusan. Ia tersadar, segera ia hidupkan mesin mobil dan melaju dengan kecepatan sedang.
"
Lo langsung ke UKS aja. Suara lo masih serak gitu."
"Terus, apa bedanya sama di rumah, Gar? Gue buru-buru tadi juga karena bosen. Lo nggak suka bener ya liat gue bahagia dikit."
"Loh, apa-apaan coba? Maksud gue nggak gitu. Tadi tuh—"
"Awas, Gar!" teriak Clara cepat.
Garry segera menghadap ke depan, kawanan sapi tengah menyebrangi jalan raya. Garry langsung menekan pedal rem, seketika mobil itu berhenti tepat sebelum mengenai sapi coklat. Baik Clara maupun Garry termaju, untunglah keduanya memakai sabuk pengaman.
Jantung Clara berdetak kencang, ia membenarkan rambutnya yang berantakan, menatap cowok itu, terlihat Garry masih menatap lurus ke depan. Badannya kaku dan tidak bergerak sedikit pun.
"Gar," panggil Clara sambil mengguncang pelan pundak cowok itu.
Cukup lama untuk membuat Garry kembali tersadar, ia perlahan menoleh ke gadis itu yang menatapnya penuh keheranan.
Ia mendekatkan tubuhnya, kemudian perlahan melingkarkan tangannya di lekuk leher Clara dengan tatapan datar. Ia mengeratkan pelukannya.
"Maaf, maaf." Garry berkata lirih, perlahan air matanya mengalir di pipi, matanya terlihat bergetar.
"Gar?" tanya Clara dalam dekapan cowok itu. "Lo ... nggak papa, kan? Atau tubuh lo ada yang sakit?"
Garry menggeleng. "Tolong Clara, biarin aja kek gini, 5 menit."
Clara mengangkat tangannya, kemudian perlahan mengelus rambut belakang cowok itu. Ia tak tahu kenapa tiba-tiba suasananya menjadi seperti ini. Apa yang sebenarnya terjadi pada Garry?
5 menit berlalu, Garry menarik napas dalam-dalam kemudian melepas pelukannya. Ia kembali memegang setir dan melajukan mobilnya.
"Sorry ya," kata Garry ditengah perjalanan. "Gue bakal ngebalas hal tadi."
"Hah?" Clara tampak tak mengerti dengan apa yang Garry maksud.
Garry hanya tersenyum tanpa menoleh ke arahnya, sampai mereka tiba di parkiran sekolah pun. Garry tetap tak mengatakan maksud perkataannya itu.
Clara hendak keluar, tapi Garry tiba-tiba menarik tangannya dan mempertemukan bibir keduanya. Mata Clara membesar, jantungnya berdetak cepat. Garry menikmati momen itu, matanya tertutup dengan raut wajah senang. Garry terus menguasai bibir Clara, hingga gadis itu terpojok ke kursi mobil, Garry masih juga meneruskan permainannya.
Clara menggenggam erat baju bagian bahu Garry, otaknya seolah-olah mati dan tidak bisa berpikir jernih, ia terus saja melayani permainan yang Garry mainkan.
2 menit.
4 menit.
6 menit berlalu, Garry membuka matanya, ia menyudahi adegan itu. Kembali ke posisinya semula. Sementara Clara hanya tertunduk, ia merapatkan tangannya, menggenggam erat rok pendeknya, setelah mengumpulkan keberanian, ia segera pergi keluar dari mobil Garry.
Lorong kelas sepi, semua siswa sibuk dengan mata pelajaran masing-masing. Clara sampai di ujung kelasnya, ia mengintip melalui jendela, kelasnya tidak ada guru, semua teman muridnya berbicara satu sama lain.
Ia perlahan masuk, tak banyak yang menyadari kehadirannya, terkecuali Salwa yang langsung memandangnya tak senang. Berbalik dengan Indah yang datang menyambutnya.
"Clara!" peluknya sebentar, ia memandangi gadis itu. "Syukurlah lo masuk."
"Ke, kenapa memangnya, Ndah?"
"Kok suara lo beda gitu, Ra?" tanya balik Indah yang menyadari jika suara temannya itu sedikit serak.
"Ah iya, kemaren tuh...."
"Ra, suara lo kenapa?" Dara memotong ucapan Clara dengan nada khawatir, dia mendekati keduanya.
Clara tersenyum ke temannya itu, ia memegangi bahunya. "Gue nggak kenapa-kenapa kok, Dar, lo teneng aja ya."
Dara mengangguk masih dengan wajah khawatirnya, meski Clara bilang dia baik-baik saja, bukan berarti dia benar-benar baik-baik saja. Ia malah merasa jika Clara memaksa dirinya terlihat kuat di depannya.
Indah hanya memperhatikan keduanya, diam-diam bibirnya terangkat, sebenarnya dia senang jika Clara tersiksa, dengan begitu dia akan meminta putus dengan Garry dan saat itulah Indah mengambil posisinya.
"Sayang!" panggil Garry diambang pintu, begitu yang bersangkutan menoleh, ia berjalan ke arahnya dan memeluknya erat dari belakang.
Clara seketika kaget, ia mendongak dalam dekapan, terlihat Garry yang memandangi dengan senyuman lebar.
"Gar?" tanyanya, ia awalnya ragu itu Garry, tapi setelah dipikir-pikir, itu memanglah Garry. "Apa-apaan coba, malu diliat yang lain."
"Hem?" Garry menatap seisi kelas, malah ia semakin mengeratkan pelukannya. "Kenapa emangnya?"
"Ih, Gar!" Clara memberontak, tapi tenaganya kalah jauh dengan cowok itu.
"Mau ngelanjutin yang tadi?" pancing Garry, seketika mata Clara membulat, ia memukul perut Garry dengan sikutnya. Genggaman Garry mengendor, Clara segera berlari ke belakang Dara.
"Lo!" kata Garry mengerang, menahan sakit di perutnya, terduduk. "Tega banget sih."
"Ya lo sih!" balas Clara membalasnya dari bahu Dara. "Ngapain coba bahas ke situ?!"
"Ra, kalian berdua ngomongin apa sih?" tanya Dara, ia memutar tubuhnya cepat. "Atau ...."
Mulutnya terbuka, ia segera tutup dengan tangan, matanya juga membulat. Ia menggeleng cepat.
"Gosah mikir yang aneh-aneh deh, Dara." Salwa ikut perkumpulan, ia berjalan, berdiri di samping Dara. "Mereka mana mungkin sampe ke sana, paling mentok pegangan tangan."
"Nantangin?" balas Garry, menatap sinis mantannya itu. Ia bangkit maju mendekatinya. "Perlu gue lakuin itu di depan mata lo?"
Salwa membalas tatapan Garry. "Yakin lo bisa, Gar? Lo aja bahkan nggak pernah gituan pas jadian sama gue."
Garry mendengus. "Gue kira mau bilang apa. Oke, bakal gue buktiin."
Clara menarik tangan cowok itu, menjauh dari Salwa dan banyak siswa lainnya.
"Gar, jangan ngadi-ngadi napa?"
Tbc....
Garry kira-kira serius nggak ya?😂
Serius mau ngelakuin hal itu di depan umum? Wah, ngadi-ngadi lo, Gar.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top