Chapter 28: Calon Mertua
________
Kalo lo bilang hidup gue sempurna, lo salah besar. BAMBANG!
~Garry Alexandre.
_________
***
"Coba lo tebak?" kata Garry dengan senyum tipisnya, matanya menyorot lurus arah jalanan yang sedikit padat.
"Nggak tahu, makanya gue nanya."
"Ya udah, nikmati aja jalan-jalannya," balas Garry datar, membuat Clara menghela napas kecewa.
"Jarang-jarang loh, gue supirin pacar gue," lanjut cowok itu.
"Oh ya?" Clara menoleh seketika, tersenyum miring. "Jadi gue harus bersyukur, gitu?"
"Pastinya, dan juga harusnya lo itu panggil gue Sayang, bukan lo-gue kek gini."
Demi apa?! Clara belum siap untuk memanggil seseorang sedalam itu. Sayang? Jangankan kata itu, untuk memanggil Garry dengan sebutan 'Kamu' saja dia tak sanggup membayangkannya.
"Bisa?" Suara tiba-tiba dari garry membuyarkan lamunannya, ia langsung tersiap.
"Ya?"
"Oke, kita tak lama lagi bakal sampai, tolong jangan buat kesalahan yang tidak profesional, atau lo bakal kena akibatnya!"
Tunggu, Garry sedang mengancamnya sekarang?! Berani-beraninya cowok itu. Namun, Clara secara tak langsung sudah menyetujuinya, kan? Jadi .....
Mobil merah itu banting setir ke kanan cepat, berhenti mendadak, membuat Clara terpental ke depan, untunglah dia memasang sabuk pengaman sebelumnya.
"Lo gila ya, Garry?"
"Sa-yang!" Garry menekankan kalimat itu. "Latihan dulu deh," pintanya.
Ia mematikan mesin mobil, menghadapkan tubuhnya ke arah Clara yang meliriknya dari samping.
"Ayo, coba."
"Sa, say, samyang!"
"Kok samyang?!" teriak Garry ketus.
Clara menahan malu. "Sorry, sorry."
"Ayo, ulangi."
Clara mengulum bibirnya, kenapa kalimat itu terasa sulit untuk dikeluarkan. Hanya satu kata saja, kenapa susah sekali? Oke-oke, mari tarik napas dalam-dalam, hembuskan. Satu kali lagi ... hembuskan.
"Ssssss......"
"Ular lo?! Sas ses sas ses, yang bener. Cepet Clara, sebentar lagi satpam bukain gerbang tuh."
"Iya-iya, sabar."
"Nah itu, lancar ngomongnya, gue kira keselek biji salak tadi."
"Ihhh!" Clara kesal sendiri. Namun, tanpa mereka berdua sadari, pintu mobil itu sudah diketuk beberapa kali sebelumnya.
"Eh, itu satpam di luar."
"Gue sengaja pura-pura nggak denger bego, astaga nih cewek." Garry menepuk jidatnya cepat, kemudian beralih ke arah satpam sambil membuka kaca mobil. Tentu dengan wajah dinginnya.
"Ah, tuan muda Garry, selamat datang." Satpam itu memberi hormat sesaat. "Silahkan masuk, tuan muda."
"Terima kasih," jawab Garry singkat. Ia dengan terpaksa menghidupkan kembali mesin mobilnya dan melaju ke arah garasi. Sampai di depan garasi, Garry melirik gadis itu sesaat, mulutnya berbicara dalam bisu.
Latihanlah sebanyak sepuluh.
Clara mengartikan sendiri maksud ucapan diam Garry barusan. Ia percaya dengan analisisnya. Memberikan jempol ke arah Garry sebagai tanda 'dimengerti'.
Garry mengangguk, kemudian melepas sabuk pengamannya, keluar dari mobil dan membukakan Clara pintu mobil, bagaikan ratu.
"Kenapa?" tanya Clara bingung dengan sifat Garry saat ini.
"Sttt!" Garry meletakkan jarinya di mulut, menyuruh Clara diam, "Pokoknya gue mau, lo panggil gue Sayang di dalam nanti. Juga, usahakan untuk terlihat elegan."
Clara mengangguk paham.
***
"Tuan muda Garry telah masuk," kata pelayan itu mengumumkan kedatangan Garry. Tak lama setelahnya, terlihat Garry dan Clara yang bergandengan tangan menuju ruangan makan keluarga.
Keduanya duduk di meja yang bersebelahan, saling menghadap. Di sana ada Mama Garry, Papa Garry, dan Larry yang sejak tadi tersenyum ke arah Clara.
Pelayan menyajikan makanan kepada masing-masing keluarga, termasuk Clara. Mereka tidak berbicara apapun, tapi saat sang papa menelan potongan daging pertamanya, barulah Mama Garry dan Larry mengangkat garpu dan pisau mereka.
Clara menginjak kaki Garry dari bawah meja, wajahnya memberikan kode lototan, dia bingung harus berbuat apa. Memang, dia sudah cukup terbiasa makan ala restoran bintang lima begini, tapi di khususkan seperti ini malah membuatnya ragu.
Garry tersadar dari kode yang Clara berikan, ia segera mengangkat alat makannya dan memasukkan potongan daging kecil itu ke mulutnya. Clara pun meniru hal itu.
"Boleh kutahu namamu?" tanya Papa Garry, secara tiba-tiba, sambil terus mengunyah makanannya.
"Clara Amelia, tuan besar."
"Ah, tidak usah terlalu formal begitu. Cukup panggil aku Papa."
Clara menurunkan dagunya sesaat. "Baik, Papa." Ia terus memajang senyumnya itu.
"Dia baru pindah ke sekolah Garry, Pa," beritahu Larry tiba-tiba.
"Oh, anak baru ya. Sudah berapa lama hubungan kalian?" tanya Papa Garry lagi.
"Satu minggu," jawab Larry singkat.
"Nampaknya Larry berteman dekat denganmu ya, nak?"
"Iya, Papa," jawab Clara cepat.
Papanya bertepuk tangan beberapa kali. "Baguslah, kalau begitu, bolehkah Papa memberimu sebuah misi?"
"Papa?!" sela Garry tiba-tiba, ia menghentikan kegiatan makannya.
"Apa itu, Pa?" jawab Clara, menghiraukan gertakan Garry barusan.
"Kamu sudah tau, kan baik Larry dan Garry sangat tidak akur satu sama lain, maka dari itu—"
"Cukup, Pa!" Kali ini, Garry sampai beranjak dari kursinya.
"Lanjutkan, Papa," pinta Clara, menghadap ke arah orang tua itu.
"Buatlah keduanya berdamai, seharusnya antar saudara itu tidak membenci satu sama lain. Mereka harusnya bersatu untuk membuat orang tua mereka bangga, bukan?" lanjut Papa.
"Baik, Papa, akan Clara usahakan." Clara dengan senang hati menerimanya. Ia tampak santai, seolah menyatukan antar saudara itu bukanlah perkara yang susah.
"Lo?!" Garry menunjuknya dengan garpu.
"Kurang ajar!" Papa Garry menggertak meja kasar, membuat para pelayan yang melihatnya bergidik ketakutan. "Dia saja bisa menerimanya, kenapa malah kamu yang menahannya?"
"Papa lupa?" Garry beralih melirik Papanya, "Sudah sering Papa mengajukan permintaan yang sama, namun hasilnya apa? Nihil."
"Kali ini nggak, Gar," sela Clara sambil beranjak, "gue bisa memastikan itu."
Garry mendengus sinis. "Lo yakin?"
"Yakin dong, sa-yang!" Clara tersenyum lebar, memiringkan kepalanya.
Wajah Garry kian mengkerut, ia berjalan ke arah gadis itu dan menariknya kasar, meninggalkan acara makan keluarga tersebut.
Mama Garry terkesan dengan drama singkat barusan. "Baru kali ini ada wanita yang sepercaya diri itu. Apa kau benar-benar dekat dengannya, Larry?"
"Bisa dibilang begitu," jawab Larry, kemudian meneguk gelas berisi anggur.
"Untuk itu, Mama punya tantangan tersendiri, untukmu. Cobalah sekeras mungkin untuk menolak apapun ajakan dari wanita tadi. Buat dia kesusahan untuk mendamaikan kalian."
"Mama," sela suaminya tak suka. "Apa Mama kurang menyukai gadis tadi? Kita bisa membuangnya setelah berhasil mendamaikan anak-anak."
"Seperti itulah, dia terlalu menonjol di samping Garry. Itu bukan tempat yang cocok untuknya."
Larry yang mendengar itu secara langsung pun terdiam. Wajah yang awalnya penuh senyum suka cita, berubah menjadi datar. Ia benar-benar mengutuk kedua orang tuanya dalam hati. Mereka bahkan memperlakukan manusia bagaikan sebuah alat.
"Bagaimana, Larry? Kamu ... menyanggupinya, bukan?"
"I-Iya, Ma, Larry akan menolak semua usaha yang gadis itu rencanakan."
Dia benar-benar terpaksa mengikuti keinginan orang tuanya, meski begitu, dia tak bisa memberitahu Clara apa yang akan terjadi setelah dia berhasil menyelesaikan misinya. Dia takut akan melukai perasaan gadis itu.
***
Orang kaya mah, bebas ya🤣
Milih calon mantu kek milih baju. Nggak suka tinggal dibuang🤭
Jangan sampe ada manusia kek gini di dunia nyata.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top