Chapter 27: Interogasi
________
Dedemit, makhluk kotor yang hanya bisa menggangu ketenangan orang.
~Garry Alexandre.
__________
****
Clara, Indah, serta Salwa dan the Gang duduk mengelilingi meja persegi panjang, dipojokkan restoran. Salwa memilih menu, menunjuk setiap menu yang dia inginkan kepada pelayan itu. Setelahnya menyerahkan papan menu itu, pelayan itu pergi setelah mencatat semua catatan pelanggan yang lain.
"Kira-kira, kita mau ngomongin apa nih?" tanya Salwa, membuka obrolan.
"Salwa, boleh gue tanya alasan lo benci sama gue?" Clara mengisi sesi pertanyaan pertama.
"Karena lo yang jadi selingkuhan Garry, sehabis dia mutusin gue." Salwa menjawabnya datar, dengan sorot mata yang menatap tajam gadis itu.
"Kalo gitu, artinya gue nggak bersalah dong dalam hal apapun?"
Salwa mendengus geli, tersenyum miring. "Lo nggak usah sok lugu deh. Lo pindah ke SMA itu karena terpancing sama aura keren Garry dari majalah, kan?"
"Majalah?" beo Clara, ia beralih menatap Indah, dan mendapatkan anggukan. "Gue nggak pernah baca majalah."
"Boong!" jawab Salwa cepat. "Kalau nggak dari majalah, pasti lo pernah nggak sengaja ketemuan kan di tengah jalan, terus lo ikutin dia sampe ke sekolahnya dan lo rela-rela pindah sekolah demi dia."
"Adakah orang sebego itu di dunia ini? Mengejar orang yang tidak dikenal, bahkan mencintainya secara sepihak, benar-benar menggelikan."
"Lo!" Tiba-tiba Salwa menunjuknya, mengancam. "Berani-beraninya lo bilang kayak begitu?!"
Nada Salwa barusan benar-benar tinggi, hingga semua pengunjung restoran itu menatap mereka. Salwa menyimpan kembali telunjuknya dengan wajah yang sedikit tertunduk.
"Fun fact, Clara," kata Indah tiba-tiba, "yang dia bilang barusan itu, kisah konyolnya sendiri."
Salwa langsung menatapnya tajam, "Kalo iya, ada masalah sama lo, Indah?"
"Ya nggak ada sih, cuma gue kasihan aja sama lo, terlalu murahan soalnya."
"Ketimbang orang yang cuma berani menyukainya secara diam-diam? Bukankah gue jauh lebih baik?" Salwa mengangkat dagunya, sombong.
Pelayan datang kembali, membawa minuman jus yang mereka pesan, meletakkan gelasnya sesuai dengan rasa yang mereka pesan. Indah menggenggam erat gelas itu. Satu kata lagi keluar dari mulut Pelacur itu, isi jus ini akan melayang. Coba saja.
Gang Salwa mengipasinya yang terlihat kepanasan, seperti ratu, baik Clara maupun Indah sangat benci melihat tingkah gadis itu.
"Ra, abis ini kita out aja ya, gue nggak tahan liat anak kecil."
"Oke." Clara tanpa pikir langsung menyetujuinya. Dia menghisap jusnya, tak lama ponselnya berbunyi, ada pesan masuk. Ia langsung mengecek dan melihat nomor asing. Awalnya ia tak begitu peduli, tetapi nomor itu terus menelponnya berkali-kali.
"Ya?" Akhirnya Clara mengangkat panggilan itu, telepon sudah ada di telinganya.
"Ya, ya, ya, apa susahnya sih jawab telepon doang? Lumpuh tangan lo?!" Suara ketus Garry terdengar dalam telepon.
"Lo?" Clara berpikir sejenak, mencoba mengenali siapa yang meneleponnya tanpa sopan santun begini. "Oh, Garry ya?"
"Dimana lo? Gue jemput."
"Nongkrong," jawab Clara singkat.
"Nongkrong mulu, siap-siap sana, hari ini gue mau ajak lo ke suatu tempat."
"Kemana?" tanya Clara malas, sekarang saja dia menghadapi Salwa dengan tingkah kekanak-kanakannya, kemudian Garry memanggilnya lagi? Tidakkah dia bisa melewati satu harinya dengan tenang? Tanpa Garry maupun Salwa? Ia terjebak diantara keduanya.
"Udah, siap-siap aja. Sharloc sini, GPL ya."
"Ya-ya."
Kemudian Clara mematikan teleponnya dengan kesal. Sementara Indah dan Salwa melototinya entah sejak kapan.
"Apa?"
"Tadi, Garry yang nelpon?" tanya Indah, ia ikut penasaran.
"Jangan bilang kalo lo mau nge-date sama Garry?"
"Ah, nggak kok. Garry cuma ngejemput gue doang. BTW, gue balik dulu ya."
"Gue ikut," jawab Salwa, ia beranjak cepat.
Sementara Indah tersenyum miring. "Yakin lo bakal diajak? Mikir ajalah, mana sudi dia satu mobil sama cewek simpanan om-om."
Gerakan Salwa terhenti, ia beralih menghadap Indah. Sepertinya perang diantara mereka semakin memanas. Sudah berulang-ulang Indah memanggilnya 'Simpanan om-om', kali ini tidak akan Salwa kasihani.
"Keknya lo nantangin gue ya, Indah Patrecia?" Salwa melotot tajam.
"Ra, pergi aja dulu, nikmati masa romance lo, gue ada urusan sekarang," kata Indah kepada Clara, tetapi matanya beradu tajam dengan Salwa.
Clara mengiyakan dalam hati, ia tak ingin terlibat lebih dalam lagi diantara mereka. Tujuan Clara saat ini, tak lain hanyalah untuk melepaskan Dara dari genggaman Salwa. Namun, ia belum tau dengan cara apa Salwa membujuk teman lamanya itu.
Tepat setelah ia keluar dari Restoran, sebuah klakson dari mobil berbunyi berkali-kali, sangat tidak sabaran. Clara tau jika itu adalah mobil Garry, namun kali ini dia sendiri yang mengemudikannya.
"Lama amat jalan lo, perlu gue tambah tuh jumlah kaki lo?!" kata Garry ketus, sedetik setelah Clara duduk di belakang.
"Lo ngapain duduk dibelakang? Pindah sini!" Garry menepuk-nepuk kursi di sebelahnya.
"Males," jawab Clara datar sambil memandang keluar jendela. "Lagian, apa bedanya sih, Gar, di depan ato di belakang?"
"Lo itu pacar gue, bego, gue nggak mau orang ngira gue ini supir lo."
"Mana ada supir yang pake baju putih sekolahan gitu."
Garry melirik bajunya sebentar, benar juga, tapi ia kembali menatap Clara. "Meskipun. Pokoknya gue mau lo duduk di depan."
"Nggak!" Tolak Clara cepat, "intinya kalo lo nggak ngasih alasan yang logis, gue nggak mau pindah. Titik!"
Garry terdiam sesaat kemudian, "Ke depan sini, gue mau belai rambut lo."
"Idih!" balas Clara tampak jijik. "Baru pacaran berapa hari udah belai-belai aja. Gue tuh nggak gampangan tau, nggak?"
"Kok lu ngelunjak sih?!" jawab Garry dengan nada tinggi, dahinya mengkerut, matanya melotot lebar.
Clara yang mendapati ekspresi itu terdiam, benar-benar menakutkan. Ditambah mulut Garry menggigit bibir bawahnya.
"Ya-Ya udah, iya, gue pindah nih."
Clara membuka pintu mobil, kemudian beranjak jalan ke pintu depan mobil, membuka kemudian masuk, kembali menutupnya.
"Puas lo, dedemit?" tanyanya kesal, kemudian meletakkan tas sekolahnya di atas paha.
"Dedemit?! Bukannya udah gue bilang, buat nggak sebut makhluk itu lagi. Jangan batu jadi orang."
Clara menghela napas panjang.
"Minta maaf," pinta Garry dingin.
"Iya, iya, maaf." Clara sudah terlalu malas untuk meladeni cowok di sampingnya ini.
"Nah, gitu dong." Tangan Garry terangkat, kemudian mengelus-elus pelan umbun kepala Clara. Cewek itu menoleh cepat ke Garry, dia bahkan rela menyupir sambil mengelus kepalanya.
Kadang, Garry itu bagaikan dedemit yang menghantuinya kemana pun Clara pergi, tapi Garry juga bisa menjadi kekasih idaman setiap wanita. Apalagi ekspresi tersenyum tipis itu, Clara sangat menyukainya.
Tapi tunggu!
"Gar," panggil Clara.
Garry menarik kembali tangannya dari kepala gadis itu, menyupir dengan dua tangan. "Ya? Tumben nadanya serius gitu?"
"Lo ... mau ajak gue kemana?" tanya Clara, sambil menunduk.
***
Ada yang bisa tebak kemana Garry membawa Clara pergi? Yang benar, langsung dapat update Chapter saat itu juga 👅
Mari menebak, dilarang overthinking, Garry belum mau sampe ke sana. Okey?🙈
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top