Chapter 24: Dedemit?
__________
Dedemit itu apa? Ulat? Belatung? Ular? Atau sejenis serangga?
~Garry Alexandre.
___________
***
Tiba-tiba panggilan terputus. Clara mengkerutkan dahinya heran, sekaligus tak mengerti dengan semua yang terjadi. Tak lama setelah itu, muncullah notifikasi pesan dari Bunda.
Bunda:
Maaf, sayang, di sini sedang mati lampu, sinyalnya lemah.
Barulah Clara bernapas lega dan terduduk lemas. Mungkinkah dia terlalu mencemaskan Bunda? Tapi tidak dapat dipungkiri, Bundanya adalah orang yang nekad, bisa melakukan apa saja untuk mendapatkan apa yang dia mau.
***
Malam telah tiba, Clara yang bermain gawai rebahan sambil menikmati makanan ringannya tiba-tiba mendapatkan panggilan telepon dari nomor asing. Awalnya Clara ragu untuk mengangkatnya, tapi karena tak ingin mengecewakan si penelpon, Clara menerima panggilan itu.
"Hallo?"
"Ya, Sayang?" Terdengar suara tak asing bagi Clara. Garry Alexandre.
"Garry? Ngapain nelpon?"
"Oh, nggak, kepencet."
Panggilan terputus. Clara kebingungan dengan tingkah Garry barusan. Beneran kepencet ngak sih?
Notifikasi pesan dari Indah masuk.
Indah Patrecia:
Ra, besok kata Garry dia mau jemput lo lagi.
Clara segera menekan tombol 'balas'.
Reply: Indah Patrecia.
Oh ya? Kok dia nggak bilang sendiri ke gue?
Muncul lagi pop up pesan dari Indah.
Indah Patrecia:
Nggak tau juga, katanya lagi sibuk.
Reply: Indah Patrecia.
Oh gitu, thank you Indah. Good night ya.
***
Garry di kamarnya sedang duduk santai di depan kolam pribadi di rumahnya. Memanggil satu nomor dan menempelkan gawainya ke telinga.
"Gimana, udah?" tanya Garry.
"Iya udah, Clara keknya nggak keberatan sih. Tapi kalo bisa lo jangan tiap hari juga dong jemputnya, gue juga pengen sesekali berangkat bareng sama dia," keluh Indah dalam panggilan.
"Heh, dia kan pacar gue, ya terserah gue dong mau jemput dia kapanpun." Garry menjawabnya dengan nada pamer.
Indah ikut tertawa singkat. "Mau berapa lama lo sama dia? Dia itu calon mantan lo yang ke sekian puluh."
Garry terdiam sesaat, akhirnya menjawab, "Kalau masalah itu, lo nggak perlu tau, Ndah. Cukup nikmati aja prosesnya."
"Haha, ya udah, gue lanjut belajar."
"Silahkan, kutu buku."
Indah memutuskan teleponnya dengan senyum yang manis. Apa kata Garry barusan, 'Kutu Buku'? Bukankah itu panggilan spesial yang hanya ditujukan padanya? Apakah mungkin jarak dia dan Garry semakin dekat? Indah sampai mendekap wajahnya, malu sendiri.
Sementara Garry mengangkat gelas berisi anggur itu dan meneguknya dengan perlahan. Tatapannya tajam menatap birunya kolam pribadi itu. Ia juga segera membuka Instagram-nya dan mengetikkan nama lengkap seseorang, "Clara Amelia."
Muncul sekumpulan akun yang bernama serupa, Garry scroll ke bawah dan mendapati wajah Clara yang tersenyum miring ke arah kamera.
Dapat lo!
Ia menyalin link profil, kemudian menempelkannya ke chat pribadi seseorang. Kemudian menelpon manajer.
"Tolong print profil Instagram yang gue kirim, setelahnya buat laporan keseluruhan tentang akun itu."
"Baik, tuan muda."
Garry memutuskan panggilan dan merapatkan genggaman kedua tangannya. "Hem, kita lihat sejauh mana lo bisa bikin gue penasaran."
***
Alarm berbunyi, menunjukkan pukul 06.00 pagi, Clara mematikan alarm-nya dengan malas, ia menguap lebar setelahnya beranjak dari kasurnya yang sangat berantakan. Ia membuka gorden emas kamarnya, membiarkan cahaya matahari masuk dan menyinari dirinya dibalik jendela.
Ia keluar kamar dan menuju kamar mandi, tetapi di tengah aktivitasnya, ia baru menyadari sesuatu. Ayahnya tidak ada pagi ini. Clara berpikiran jika Ayahnya lembut semalam. Namun, dia tak perlu mengkhawatirkan hal itu, memang sudah biasa bagi ayahnya untuk menghilang tanpa jejak.
Clara memanaskan makanan sisa semalam di Oven, kemudian menikmatinya sendirian. Tak lama, klakson mobil terdengar. Ia awalnya mengacuhkan klakson itu, tapi terus berbunyi.
Ia akhirnya terganggu dan membuka pintu, dan benar saja, Garry sudah berdiri tegap di depan gerbangnya. Clara segera menghampiri dan membukakan gerbang rumahnya.
"Selamat pagi, Sayang."
"Hem, iya." Clara menjawabnya malas.
"Kok cemberut sih? Badmood gegara mikirin gue ya?" Garry nyegir lebar.
Clara memandangnya aneh. "Dih, apaan sih, Ge-Er banget lo jadi manusia."
"Maaf tuan muda, waktu masuk sudah hampir dekat, saya takut-"
Supir itu berhenti bicara saat melihat raut wajah Garry yang terlihat tak senang menghadapnya. Ia kembali merapatkan mulutnya dalam-dalam.
"Eh iya, bener juga tuh supir lo. Yuk berangkat, eh tungu dulu, gue lupa kunci pintu."
Clara bergegas kembali ke rumahnya, sementara Garry masih tetap diam memandang supir itu.
"Maaf, maafkan saya, tuan muda." Supir itu melirik takut-takutan. Nasib keluarganya bergantung padanya.
"Yuk!" kata Clara penuh semangat, ia menepuk pundak Garry cepat, kemudian cowok itu membukakan pintu untuknya.
"Nunggu apa? Ayo masuk."
Clara menatapnya pelan. "Gar-"
"Nanti aja di dalam."
"Okey."
Clara masuk ke dalam mobil, Garry berlari kecil dan masuk dari sisi yang lainnya. Melihat gadis itu lupa memasang sabuk pengaman, ia beranjak dan hendak menggenakannya, tetapi saat wajah mereka terlalu dekat, Clara tampak salah tingkah dan terus saja gelisah.
"An-Anu, Gar," ucap Clara menghindari kontak mata dengan cowok itu. "Wajah lo nggak kedekatan?"
"Kenapa? Lo pengen lebih dekat lagi?"
Garry semakin mendekatkan wajahnya, tetapi kemudian bunyi Klik muncul, sabuk Clara sudah terpasang rapih. Setelahnya Garry kembali ke posisi sebelumnya.
"Jalan!" perintah Garry pelan, supir itu mengangguk melalui kaca kecil mobil dan kendaraan beroda empat itu pun melaju cepat.
"Lo tadi mau ngomong apa?" tanya Garry di tengah jalan, setelah sekian menit terdiam.
"Ah, nggak jadi. Nggak penting juga."
"Gue udah terlanjur penasaran, kasih tau nggak?" Garry meliriknya dengan tangan kiri berada di atas tangan kanan. Jarinya mengetuk-ngetuk pelan.
"Tadi ... lupa cabut colokan kipas angin."
"So?"
"Kalau lama nggak dicabut, kipasnya terus berputar dan mengakibatkan pemborosan listrik."
"Cuma itu doang?"
Doang kata dia barusan? Tidakkah Garry tahu jika tagihan listrik sedang naik saat ini? Bisa-bisanya dia bersikap santai seperti itu.
"Pak, segera beli model kipas angin yang terbaru, No." Garry berpikir sejenak. "Akan lebih bagus kalo diganti AC."
"Garry, lo apa-apaan. Nggak, Pak, jangan dengerin dedemit satu ini." Clara menentang keras permintaan cowok itu barusan.
"Apa lo bilang barusan, 'Dedemit'? Kenapa gue lo banding-bandingkan sama makhluk itu?!" tanya Garry dengan mata melotot, tak habis pikir. "Aish! Gue nggak terima. Pokoknya gue larang lo sebut nama makhluk tadi."
Clara dengan santainya mendengus heran, memangnya Garry siapa melarang mulutnya ngomong? Dia adalah orang paling berhak menentukan apa yang mulutnya mau katakan.
"Sudah sampai, tuan muda, nona muda." Supir memarkirkan mobilnya tepat di depan sekolah-sebelah kiri gerbang.
Clara melepas sabuk pengaman tadi, kemudian beranjak membuka pintu. Saat diambang pintu, ia tersenyum lebar ke Garry kemudian berkata, "Makasih tumpangannya, De-De-Mit!"
Plak!
Clara langsung menutup pintunya cepat sebelum Garry bereaksi. Ia berlarian pergi dari sana, menghindari amukan Garry yang sepertinya sudah diujung tanduk.
***
Gimana-gimana?
Udah kerasa belom romance nya? Ya walaupun masih dalam batas wajar sih. Jadi, kesimpulannya cerita ini aman untuk kalian yang sedang menahan nafsu. Benar, begitu bukan? Hahaha
Jangan lupa Vote, guys, biar aku makin nggak letoy nulis naskah sambil puasa gini.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top