Chapter 2: Itu Bukan Dia
__________
Manusia harus tau dimana tempatnya berada sekarang.
___________
****
"Garry?" potong cowok tadi. Dia menahan sebelah dagunya dengan telapak tangan. "Emang semirip itu gue sama tuh orang?"
Hah? Jadi dia bukan si bajingan tadi? Terus ini siapa? Yah, kalau dipikir-pikir rambutnya lebih panjang dan dikuncir kuda. Beda banget dengan Garry yang memiliki style Comma Hair.
"Clara, karena kamu masuknya di pertengahan semester, untuk catatan pertemuan sebelumnya silahkan minta ke Larry ya."
Lamunan Clara buyar dan dia gelagapan menatap wali kelasnya. "Iy-iya, Bu."
Larry, Larry, yang mana lagi orangnya?
Clara tampak memandang tag name teman-teman sekelasnya dari bangku, tetapi tidak begitu kelihatan. Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal karna bingung. Yah, itu kebiasaan Clara saja jika sedang kebingungan.
"Baiklah, kelas sudah berakhir. Kita lanjutan minggu depan."
Semua siswa serentak menjawab, "Baik, Bu." Setelahnya wali kelas itu pun pergi meninggalkan kelas. Semua siswa sibuk bicara dengan para sahabatnya. Sementara Clara masih kebingungan dengan orang yang bernama Larry tadi.
Seseorang menepuk pundak Clara, ia segera berbalik arah. "Nyari apa?"
Ternyata itu Indah. Dia sedikit penasaran dengan sikap Clara yang memandang cukup lama para siswa laki-laki yang berkumpul itu.
"Itu loh, mau nyari Larry. Kan tadi Bu guru bilang buat nyontek jawabannya dia."
"Oh, Larry." Indah menatap pria mirip Garry tadi. "Tuh orangnya," tunjuk Indah santai.
"Dia?" beo Clara tak percaya.
Jadi namanya tuh cowok Larry? Kenapa dia diam-diam bae, dari tadi?
"Lah nggak percaya. Iya, itu cowok yang nyapa lo tadi, namanya Larry Alexandre. Padahal rumornya lo udah ketemu sama Garry, anak kelas sebelah kan?"
"Iya, kenapa emang?" Clara membenarkan.
Indah tersenyum. "Lo masuk ke sekolah ini karena apa sih, Clara?"
"Ya karena Ayah gue kena mutasi ke sini. Emang ada alasan lain?" tanya balik Clara yang tak mengerti arah pembicaraan.
"Gue kasih tau ya, 60 ... 70% cewek mendaftar di sini tuh buat jadi pacar Garry. Dan lo beruntung banget dijadiin selingkuhannya dia." Indah menjelaskan.
Hah? Muka gile, mana ada manusia kek gitu. Masuk sekolah favorit ya karena belajarnya kali. Jangan bilang cewek di sekolah ini pada nggak waras? Bisa-bisa nggak dapat temen Clara kalo kek gini.
"Ehm...." Clara sampai bingung harus respon bagaimana.
"Ya udah, kita sekarang ke kanti dulu, yuk. Sehabis makan nanti, gue temenin minta catatan sama Larry. Kebetulan tempat duduk kita deketan, kan? Jadi bakal gampang banget buat mintanya."
"Ah, boleh. Yuk."
Keduanya segera meninggalkan kelas dan menuju lorong yang mengarahkan mereka ke kantin sekolah. Tempatnya cukup tertutup, ketimbang kantin, tempat ini bisa disebut restoran. Suasana ber-AC, sampai banyak spot foto estetik.
"Eh, lo mau pesen apa?" tanya Indah pas sudah sampai meja kosong.
"Ehm, gue nggak tau menunya sih, jadi gue samain aja kayak lo gimana?"
"Oke."
Indah segera pergi ke depan kasir, tampak mengobrol dan kemudian menyerahkan kartu kreditnya untuk di scan ke mesin kasir.
Clara memperhatikan sekitar, tempat ini memang seperti ruangan anak-anak elit. Banyak barang branded yang mereka pakai. Mulai dari jam tangan, sepatu, sampai anting-anting. Apa cuma Clara yang berpenampilan sederhana di sini?
"Nih, Clara." Entah sejak kapan Indah sudah tiba di meja itu. Dia memberikan makanan milik Clara kemudian baru duduk. Pesanannya Black Coffe, serta burger dengan banyak sayur kol, tak ketinggalan juga kentang gorengnya.
"Mari makan," kata Indah. Dia mulai melahap Burgernya.
"Tadi lo ya yang bayar makanan ini?"
"Iya. Nggak papa kali, anggap aja sebagai tanda pertemanan kita. Yok makan, keburu dingin tuh."
Clara juga melakukan hal yang sama. Mereka saling senyum sesekali. Suasananya sangat tenang, diiringi dengan lagu barat yang Clara sendiri tak tahu apa judulnya. Dia juga jarang mendengar musik.
"Enak tuh!" Tiba-tiba ada cewek dengan gang-nya menghampiri meja Clara dan Indah. Kedua mendongak.
"Lah Salwa, tumben banget lo mau ke kantin ini. Padahal kemaren-kemaren lo bilangnya ini tempat perkumpulan para gembel. Mau gabung jadi gembel juga?" jawab Indah dengan senyum miringnya.
"Lo nggak usah banyak Omong. Gue ke sini bukan gara-gara lo, tapi dia!" Salwa menunjuk kasar Clara.
Lah, lah! Ada apa lagi? Nih cewek dendam apa gimana?
"Mau apa lagi?" tanya Clara lembut. Ia tidak ingin ada keributan. Apalagi ini kantin sekolah, tempat paling damai.
"Mau apa lo bilang? Cepat menjauh dari Garry, mulai sekarang! Gosah sok kegatelan ya! Cewek centil kek lo itu, bagusnya jadi simpanan satpam sekolah. Tau gak?!"
"Salwa!"
Indah hendak berdiri, tetapi Clara menahan pergelangan tangannya. Ia mengangguk dan berharap Indah mengerti kode tersebut. Indah menatapnya pilu, akhirnya dia mengikuti kehendak Clara. Kembali duduk.
"Gue nggak tahu masalah lo sama gue itu apa. Dan juga, cowok yang namanya Garry itu ... apa bagusnya sih? Perasaan diluar banyak cowok kek gitu, tinggal pilih."
Seketika kantin menjadi senyap. Lagu yang diputar pun seketika berhenti. Semua siswa menatap Clara dengan tatapan terkejut, termasuk Indah.
"Wow, berani banget lo nyamain Garry sama cowok kampungan diluar sana. Lagian ya, apasih yang dicari Garry sama lo? Apa jangan-jangan...."
"Jangan-jangan apa?!" Tiba-tiba ada suara lain yang memotong omongan Salwa. Dia langsung menoleh dan begitu terkejut saat tau Garry berdiri di ambang pintu kantin.
Dia berjalan mendekati Salwa yang mulai ketakutan dan menundukkan wajahnya.
"Ayo, jawab. Jangan-jangan apa, hah?!" Matanya berpindah melirik Clara. "Sayang, ngapain makan burger di sini! Nggak higienis tau!"
Garry menarik paksa tangan Clara dan membawanya pergi dari sana. Salwa tak bersuara, dia hanya bisa memandang Garry yang pergi membawa gadis itu.
"Kenapa Salwa? Iri ya? Kasihan, salah lo juga sih. Selingkuh kok sama om-om?!" Indah segera beranjak dari tempat duduknya dan pergi dari kantin begitu saja.
"Lo cuma manfaatin tuh anak baru demi bisa dekat sama Garry, 'kan?" teriak Salwa halus. Indah pun menghentikan langkah kakinya. Dia merasa tersinggung dengan perkataan Salwa barusan. Segeralah dia hampiri musuh bebuyutannya itu.
Mata mereka beradu tajam.
"Gue emang suka sama Garry, tetapi nggak menghalalkan segala cara kek lo, Salwa. Lo udah jadian sama Garry dan kemudian lo merusaknya. Bukannya itu kesalahan lo sendiri? Ada emas di depan mata, malah milih perak. Norak!"
"Lo!"
Salwa hendak menampar Indah, tetapi dengan cepat di tangkapnya pergelangan tangan Salwa. "Kita berada di level yang berbeda, gue harap lo tau hal itu."
Indah membuang kasar pergelangan tangan Salwa dan segera berbalik pergi. Sementara Salwa menahan sakit pergelangan tangannya yang di genggam Indah barusan.
"Bang*at lo, Indah! Liat aja nanti," ancam Salwa dengan dada kembang-kempisnya.
****
Gimana, seru nggak? Wkwk, kalo kurang tolong komentarnya ya.
Jangan lupa Vote dan Komen. Terima kasih semuanya ❤️❤️
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top